TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Forum Komunikasi Pecinta Alam Tasikmalaya (FKPAT) dengan tegas mendesak Perhutani untuk segera menutup sementara jalur pendakian Arga menuju kawasan Cagar Alam Gunung Talaga Bodas.
Desakan ini dilatarbelakangi maraknya aktivitas pendakian yang tidak ramah lingkungan dan dinilai telah mengancam kelestarian kawasan konservasi yang berada di bawah perlindungan negara.
Ketua FKPAT, Miftah Rizky atau yang akrab disapa Babol, menyampaikan tuntutan tersebut dalam acara Diskusi Lingkungan yang digelar di kawasan destinasi wisata Arga Hot Spring, Tasikmalaya, Minggu (8/6/2025) siang.
Menurutnya, jalur Arga kini menjadi tren di kalangan pendaki dengan gaya 'Tektok' yaitu naik dan turun gunung dalam satu hari. Fenomena ini memicu lahirnya para Pendaki FOMO (Fear of Missing Out) yang hanya ikut-ikutan tanpa bekal pengetahuan atau kesadaran terhadap konservasi alam.
“Jalur Arga Talaga Bodas saat ini menjadi satu fenomena pendaki FOMO. Mereka cenderung mengikuti tren pendakian yang sedang populer, tanpa memikirkan kesiapan fisik, mental, apalagi konservasi lingkungan,” tegas Babol.
FKPAT mencatat dampak negatif akibat pendakian yang tidak terkelola, di antaranya menumpuknya sampah plastik, rusaknya vegetasi, serta kerusakan ekosistem hutan.
Banyak pendaki yang tidak memiliki pemahaman akan etika menjelajah kawasan konservasi, seperti tidak membawa turun kembali sampahnya serta merusak tanaman endemik di sepanjang jalur.
Babol juga menyoroti lemahnya pengawasan dan belum adanya regulasi resmi terkait akses masuk ke jalur tersebut.
Padahal, Indonesia telah memiliki payung hukum yang jelas dalam menjaga lingkungan, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999.
“Kita sudah punya aturan tegas, tapi sayangnya masih banyak yang mengabaikan itu. Penurunan kualitas lingkungan hidup adalah ancaman serius bagi kita semua,” tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Eka Riwayat, pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) wilayah Sundakerta.
Ia mengungkapkan bahwa seringkali melihat kendaraan bermotor pendaki yang diparkir di area jalur masuk Arga Cisayong–Talaga Bodas.
Lebih memprihatinkan, beberapa pendaki bahkan sempat tersesat selama beberapa hari, yang akhirnya harus dijemput oleh pihak keluarga mereka.
“Pada intinya kita setujubada penutupan, kita prihatin, banyak pendaki buang sampah sembarangan. Tapi Alhamdulillah masih ada komunitas pecinta alam yang ikut membersihkan, dan kita juga sebagai warga jadi ikut tergerak,” ujar Eka.
Ia menambahkan bahwa warga lokal sebenarnya rutin naik ke kawasan hutan bukan untuk membersihkan sampah, tapi untuk mengecek saluran air. Namun, karena banyaknya sampah yang ditinggalkan, kegiatan mereka pun jadi terbebani oleh persoalan yang mestinya bisa dicegah.
Menanggapi desakan FKPAT, Asper Perhutani BKPH Tasikmalaya, Sudrajat Firmansyah, menyatakan bahwa jalur pendakian Arga Talaga Bodas memang termasuk dalam wilayah kelola Perhutani BKPH Tasikmalaya. Pihaknya menyetujui usulan penutupan sementara jalur tersebut hingga ada regulasi dan pengelolaan yang jelas.
“Dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ada saat ini, belum diatur mengenai aktivitas hiking di jalur tersebut. Kita akan mengajukan adendum PKS melalui mekanisme ke direksi pusat melalui skema KKP (Kemitraan Kehutanan Perhutani),” ujar Sudrajat.
Ia memperkirakan proses ini akan memakan waktu sekitar satu hingga dua minggu ke depan, tergantung dari persetujuan pihak direksi.
Sebagai organisasi yang menaungi ratusan kelompok pecinta alam di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya taknhanya penutupan sementara jalur Arha Talaga Bodas, FKPAT merumuskan empat poin tuntutan kepada seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, aparat hukum, hingga Perhutani:
1. Edukasi Berkelanjutan
Masyarakat harus diedukasi secara intensif tentang pentingnya menjaga keselamatan dan kelestarian lingkungan saat melakukan kegiatan di alam bebas.
2. Penanaman Etika Lingkungan
Setiap pendaki harus memahami dan menerapkan etika lingkungan, termasuk tidak membuang sampah sembarangan dan tidak merusak ekosistem hutan.
3. Penegakan Hukum Lingkungan
Pelaku perusakan lingkungan harus ditindak tegas sesuai hukum, baik secara administratif maupun hukum pidana lingkungan.
4. Koordinasi Lintas Sektor
Perlu adanya sinergi dan komunikasi yang kuat antara komunitas pecinta alam, masyarakat lokal, pemerintah, dan pengelola kawasan.
Diskusi yang digagas FKPAT ini dihadiri berbagai pihak seperti Asosiasi Pendaki Gunung Indonesia (APGI) Tasikmalaya, BKSDA, Perhutani BKPH Tasikmalaya, Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya, LMDH, Polsek dan Koramil setempat.
Hadir pula, puluhan pegiat lingkungan yang menyepakati pentingnya pengelolaan berbasis konservasi dalam setiap kegiatan wisata alam di kawasan Gunung Talaga Bodas. (*)