Kadin Sarankan Pemerintah Benahi Tata Ruang Ketimbang Kecilkan Rumah Subsidi
kumparanBISNIS June 08, 2025 06:40 PM
Wacana mengenai ukuran luas bangunan dan luas tanah rumah subsidi yang diperkecil muncul dari draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025. Alih-alih mengecilkan, cara lain seperti pembenahan tata ruang disebut lebih masuk akal untuk menjawab tantangan pembangunan rumah subsidi.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dhony Rahajoe, mengatakan penataan ruang kota lebih bisa diterapkan jika pembangunan rumah subsidi terkendala luas lahan. Menurut Dhony, hal ini bisa dimulai dari tata ruang oleh pemerintah daerah yang memulai membuat zona nilai tanah khususnya untuk hunian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Jadi zona nilai tanahnya juga harus memberikan kehadiran pemerintah dalam membela masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan ruang, dengan menetapkan zona nilai tanah yang terjangkau,” kata Dhony ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta Selatan pada Selasa (3/6).
Cara ini menurut Dhony merupakan solusi yang menjawab tantangan secara struktural ketimbang mengecilkan ukuran rumah subsidi. “Kalau sekarang dikecilin nanti harga tanah naik lagi. Apa mau dikecilin terus?” ujarnya.
Perbesar
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman Dhony Rahajoe ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta Selatan pada Selasa (3/6/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
Ia menjelaskan, memang pada kota metropolitan di negara-negara maju khususnya negara barat di mana para pekerja butuh hunian yang dekat dengan kantor, ukuran hunian diperkecil dengan alasan ekonomi. Meski begitu Dhony melihat hal ini kurang cocok diterapkan di Indonesia karena pertimbangan budaya.
“Nah hanya kita ini kan di negara timur, ini ada masalah budaya gitu ya. Makan tidak makan yang penting kumpul, kumpul itu kadang-kadang saudara ditampung. Kalau di luar negeri memang mereka hidup sendiri, tidak mau punya anak gitu,” ujarnya.
Maka dari itu menurutnya dikecilkannya ukuran rumah subsidi harus lebih dikaji kembali. Saat ini wacana tersebut juga hanya baru tertuang dalam draft.
“Nah balik ke negara kita, apakah cocok atau tidak ini yang kita perlu kaji. Saya sendiri belum bisa melihat, karena baru dengar-dengar juga bahwa akan diperkecil. Alasannya kan harga,” kata Dhony.
Sebelumnya Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau Ara mengungkapkan aturan menteri terkait batasan luas tanah dan luas bangunan rumah subsidi agar masyarakat punya pilihan.
Dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, disebutkan bahwa luas bangunan rumah yang mendapatkan keringanan dari pemerintah itu dapat berkisar antara 18 hingga 36 meter persegi, dengan luas tanah mulai dari 25 hingga 200 meter persegi, lebih kecil dari aturan saat ini.
Saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri PUPR Nomor 995/KPTS/M/2021, rumah subsidi tapak harus memiliki luas bangunan minimal 21 meter persegi dan luas tanah minimal 60 meter persegi. Adapun maksimalnya adalah 36 meter untuk bangunan dan 200 meter untuk tanah.
Menurut Ara, pro kontra adalah hal biasa dan dirinya merasa yakin tujuan dari penyusunan peraturan tersebut sangat baik supaya semakin banyak masyarakat yang bisa menerima manfaat dan tidak merugikan mereka, karena ada pilihan desain rumah bersubsidi yang sesuai kebutuhan.
"Sekarang kan masih tahapan daripada masukan-masukan. Pro kontra itu biasa. Tujuannya kan baik," ujar Ara dalam Rapat pembahasan optimalisasi Program KPR Sejahtera FLPP di Menara BJB Bandung, seperti dikutip Antara, Selasa (3/6).
Menurutnya, luas lahan rumah subsidi yang tidak terlalu luas sangat sesuai dengan kebutuhan dan lahan yang semakin terbatas. Dengan desain yang baik, rumah subsidi meskipun lahannya terbatas bisa dibangun bertingkat dan sesuai kebutuhan masyarakat.