TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi, melontarkan kritik tajam terhadap aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurutnya, kerusakan yang disebabkan kegiatan tambang tersebut sudah berada di level terburuk.
Bukan lagi 'rusak,' melainkan 'hancur.'
Hal ini disampaikan Zenzi Suhadi, sebagaimana dikutip dari tayangan video yang diunggah di kanal YouTube MetroTV News, Sabtu (7/6/2025).
"Ya, itu bukan hanya kerusakan lagi ya, levelnya. Itu hancur. Kiamat tuh ekosistem di sana," tegas Zenzi.
Menurut Zenzi, pertambangan yang dibuka di wilayah Raja Ampat akan merusak ekosistem dan nantinya, kerusakan itu tak lagi bisa dipulihkan.
"Karena ekosistem Raja Ampat itu sempurna. Satu, ekosistem bawah lautnya dia mempunyai kekayaan biodiversity terbesar di dunia. Yang kedua, gugusan pulaunya itu juga dibentuk oleh komponen mineral dan bentuk geomorfologi yang spesifik," jelasnya.
"Sehingga ketika dia pertambangannya dimulai dan dilanjutkan maka tidak akan ada pihak yang bisa memulihkan," tandasnya.
Pemerintah Pusat Dinilai Tidak Jujur
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Papua, Maikel Primus Peuki menyebut, pemerintah pusat sudah tidak jujur mengenai aktivitas tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Maikel menilai, pemerintah pusat selama ini cenderung menutup mata terhadap keberadaan konsesi tambang di tiga pulau lain selain Pulau Gag yang sudah lebih dulu diketahui memiliki tambang nikel.
“Kami turun langsung ke lapangan dan menemukan sekitar 300 hingga 400 hektare lahan yang mengalami kerusakan akibat aktivitas tambang di wilayah konsesi di beberapa pulau,” ungkap Maikel saat dihubungi TribunSorong.com via telepon, Sabtu (7/6/2025).
Ia menambahkan, pada 2023 silam, WALHI Papua telah melakukan kunjungan ke Pulau Gag dan berdialog dengan masyarakat setempat.
Warga mengakui adanya kerusakan lingkungan, tetapi banyak yang takut untuk menyuarakan kondisi tersebut kepada pihak luar.
Berdasarkan data yang dihimpun WALHI, aktivitas pertambangan di Pulau Gag telah berlangsung selama beberapa tahun.
Kini, terdapat tiga konsesi tambang nikel baru yang juga mulai masuk ke wilayah Kabupaten Raja Ampat.
“Saya ingin tegaskan, PT Gag Nikel sudah lama beroperasi. Tapi sekarang juga ada konsesi baru yang masuk ke tiga pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Kawei, Pulau Batang Pele, dan Pulau Manyaifun,” kata Maikel.
Ia menjelaskan bahwa seluruh konsesi tambang nikel di wilayah tersebut, termasuk di Pulau Gag, merupakan anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Aneka Tambang (Antam).
Karena itu, Maikel mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia untuk bersikap jujur kepada publik terkait situasi di lapangan.
“Pemerintah jangan hanya bicara soal Pulau Gag, sementara tiga konsesi lainnya justru ditutupi dari masyarakat,” tegasnya.
WALHI Papua berharap agar semua pihak, khususnya pemerintah pusat, lebih transparan dan bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup di tanah Papua, demi melindungi ekosistem dan masyarakat adat yang menggantungkan hidup dari alam.
(Rizki A.) (TribunSorong.com/Safwan)