China Deflasi 4 Bulan Beruntun, Daya Beli Masyarakat Terus Menurun
kumparanBISNIS June 09, 2025 07:40 PM
Indeks harga konsumen di China mengalami penurunan atau deflasi sebesar 0,1 persen pada Mei 2025. Deflasi ini terjadi selama empat bulan berturut-turut.
Dilansir Bloomberg, Senin (9/6), perang tarif hingga PHK di China memperparah daya beli. Bahkan, dua hari libur nasional di sana tak mampu mendongkrak permintaan barang dan belanja masyarakat.
Ancaman deflasi di China diproyeksi berlanjut hingga akhir tahun ini. Penyebab lainnya adalah turunnya sektor properti yang selama ini menjadi salah penopang ekonomi Negeri Tirai Bambu itu. Bahkan, meredanya perang tarif antara China dan AS baru-baru ini tak juga membuat masyarakat China meningkatkan kegiatan konsumsi.
Sebagai gambaran, produsen mobil China, BYD, bahkan telah memangkas harga hingga 34 persen pada hampir seluruh jenis mobil listrik dan hybrid demi meningkatkan permintaan konsumen. Hal ini dikhawatirkan memicu produsen lainnya untuk memberikan diskon secara besar-besaran.
“Tekanan deflasi di China belum terlihat berakhir. Para pembuat kebijakan melaksanakan rencana anggaran, tetapi sumber daya tampaknya tidak digunakan untuk hal yang dapat memberikan perbedaan bagi konsumen," ujar Ekonom, Eric Zhu.
Kepala Ahli Statistik NBS China, Dong Lijuan, mengatakan penyebab deflasi yang terjadi di China karena anjloknya harga dasar produsen, minyak, dan bahan kimia domestik. Sementara itu, harga batu bara dan bahan baku lainnya di dalam negeri juga turun karena stok yang melimpah.
Tak hanya itu, PHK dan penurunan pendapatan karyawan akibat perang tarif AS juga turut melemahkan masyarakat China untk berbelanja.
Pemerintah China memberikan insentif berupa subsidi harga pada beberapa sektor rumah tangga. Namun ekonom memproyeksi, dampak ini tidak akan bertahan lama, justru dapat mengorbankan sektor lainnya.
Ekonom Morgan Stanley, Robin Xing, menjelaskan deflasi yang semakin dalam menjadi alarm bagi pertumbuhan ekonomi China yang dapat melambat lebih cepat di paruh kedua tahun ini.
"Ditambah dengan ekspor yang lebih lambat dan konsumsi yang lesu," katanya.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan indeks harga konsumen China masih mengalami inflasi di tahun ini, namun dengan nilai rata-rata 0 persen, laju terendah dari 200 negara yang diproyeksi IMF.
Survei Bloomberg terhadap 67 ekonom juga menunjukkan tekanan deflasi China diperkirakan semakin buruk. Harga konsumen kemungkinan hanya akan naik sebesar 0,3 persen pada tahun 2025 dibandingkan tahun lalu, proyeksi terendah sejak Bloomberg mulai melakukan jajak pendapat pada tahun 2023. Sementara harga produsen diperkirakan turun 2 persen tahun ini, lebih buruk dari 1,8 persen yang sebelumnya diperkirakan oleh para ekonom.