TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas, meminta agar pejabat yang memberikan izin pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat, diperiksa oleh aparat penegak hukum.
Legislator dari Papua itu menduga penerbitan izin tambang tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Pasti ada indikasi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dalam proses penerbitan izin tambang yang tidak prosedural,” kata Yan Mandenas kepada wartawan, Selasa (10/6/2025).
Yan juga meminta agar perizinan tambang tersebut dikaji ulang untuk memastikan legalitas dan kesesuaian dengan aturan lingkungan yang berlaku.
“Karena menyangkut lebih dari satu kementerian yang memberikan izin, di mana ada rekomendasi dari kementerian terkait lainnya. Apalagi, Raja Ampat masuk sebagai kawasan wisata dan hutan lindung,” kata dia.
Menurutnya, tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, telah lama beroperasi meski mendapat penolakan dari masyarakat setempat, termasuk pemilik hak ulayat. Dia menilai terdapat unsur pembiaran dari pemerintah sebelumnya.
Dia juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini. Ia menyebut perlunya keterlibatan aparat hukum dalam memeriksa seluruh pihak terkait.
“Terutama dalam menegakkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas koruptor dan mengembalikan kekayaan alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, jika ada indikasi suap dalam penerbitan izin, maka harus diperiksa dan diproses hukum,” kata Yan.
Dia juga menyoroti kemungkinan keterlibatan oknum di kementerian terkait serta pelanggaran prosedur dalam proses administrasi perizinan.
Yan meminta agar masalah ini dilihat secara menyeluruh, termasuk dengan memanggil pihak perusahaan tambang untuk mengetahui pentingnya kajian AMDAL yang selama ini diabaikan pemerintah di Papua.
“Masalah ini membuka mata kita bahwa banyak sekali tambang di Papua yang menyalahi aturan pemerintah, namun tetap diberikan rekomendasi untuk beroperasi,” tutur dia.
Yan juga menyebut telah menerima berbagai laporan dari masyarakat mengenai tambang-tambang ilegal di Papua.
“Termasuk tambang emas di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nabire, Waropen, dan beberapa kabupaten lain di Papua. Saya berharap Kementerian Sumber Daya Mineral segera menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di Papua, serta berhati-hati dalam mengeluarkan izin,” pungkasnya.
Diketahui, keberadaan industri nikel di Raja Ampat kini menjadi perhatian publik luas. Di media sosial, tagar #SaveRajaAmpat terus bergulir sebagai bentuk protes atas aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.
Organisasi lingkungan Greenpeace melalui akun media sosial X menyebut bahwa Raja Ampat saat ini tengah berada dalam ancaman industri nikel dan program hilirisasi yang dijalankan pemerintah.