TRIBUNNEWS.COM – Hotman Paris Hutapea mengatakan Mendikbudristek periode 2019—2024 Nadiem Makarim sempat meminta pendampingan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) saat pengadaan laptop Chromebook tahun 2020.
Menurut Hotman yang menjadi kuasa hukum Nadiem, Kemendikbudristek didampingi oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
“Jadi, waktu pengadaan ini pun Jamdatun sebagai pengacara negara juga ikut, ada suratnya juga, dan sudah diaudit oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) bahwa tidak ada pelanggaran,” kata Hotman dalam jumpa pers di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, (10/6/2025).
Hotman berujar 97 persen laptop hasil pengadaan itu terpakai semuanya secara optimal.
“Jadi pada saat pengadaan tersebut, diminta pendampingan dari Kejaksaan Agung, dalam hal ini Jamdatun, sehingga keluarlah surat dari Jamdatun tanggal 24 Juni 2020. Isinya jelas-jelas menyebutkan Jamdatun memberikan pendampingan hukum selama proses pengadaan laptop tersebut.
Sementara itu, Nadiem mengatakan Kemendikbudristek tidak mungkin melakukan pengadaan laptop yang menelan biaya Rp9,9 triliun tanpa ada evaluasi dan monitoring setelahnya.
“Informasi yang saya dapat pada saat itu, di tahun 2023, adalah 97 persen laptop yang diberikan kepada 77 ribu sekolah tersebut aktif diterima dan teregistrasi,” kata Nadiem.
Nadiem mengklaim pihaknya rutin melakukan sensus. Di samping itu, pihaknya bertanya kepada sekolah-sekolah apakah laptop itu digunakan untuk proses pembelajaran.
“Di tahun 2023 sekitar 82 persen sekolah menjawab mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran, bukan hanya untuk asesmen nasional dan administrasi sekolah,” ujarnya.
“Jadi, menurut informasi yang saya dapatkan, penggunaan dan manfaat daripada Chromebook ini dirasakan di sekolah-sekolah dan digunakan untuk berbagai proses pembelajaran.”
Kejaksaan Agung saat ini masih menyelidiki kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022 yang berkaitan dengan pengadaan Chromebook.
Nadiem selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) pada saat itu berpeluang diperiksa.
"Siapa atau pihak manapun yang menurut penyidik sangat diperlukan untuk membuat terang dari tindak pidana ini, saya kira itu bisa saja dilakukan sepanjang itu menjadi kebutuhan penyidikan," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Rabu, (3/6/2025).
Harli tidak mengatakan apakah sudah ada jadwal pemeriksaan terhadap Nadiem dalam kasus itu.
Dia hanya mengatakan sejauh ini pihaknya sudah memeriksa 28 saksi untuk membuat terang kasus yang kini belum terdapat tersangkanya.
"Saksi itu akan terus didalami oleh penyidik, untuk apa? Untuk memetakan, melihat bagaimana unsur melawan hukumnya, memastikan itu dan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap proses pengadaan ini. juga terhadap dugaan tindak pidana ini," katanya.
Sebelumnya, Harli mengatakan penyidik pada Jampidsus telah menaikkan status ke tahap penyidikan
Dia mengatakan pengusutan kasus itu bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbud Ristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas.
Hal itu bertujuan untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Padahal saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa Chromebook 2018-2019, hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.
"Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif," kata Harli dalam keteranganya, Senin, (26/5/2025).
Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.
Akan tetapi, saat itu Kemendikbud Ristek justru mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.
"Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya," katanya.
Kat Harli, diketahui bahwa Kemendikbudristek mendapat anggaran pendidikan total sebesar Rp Rp9.982.485.541.000 atau Rp 9,9 triliun 2019-2022.
Dari jumlah tersebut, di antaranya dialokasikan sebesar Rp3.582.607.852.000 atau Rp3,5 triliun untuk pengadaan peralatan TIK atau Chromebook tersebut dan untuk dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6.399.877.689.000 atau Rp6,3 triliun.
Atas dasar uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat.
Menurut Harli, hal itu dilakukan dengan cara mengarahkan kepada tim teknis yang baru agar dalam pengadaan TIK untuk menggunakan laptop dengan operating system Chromebook dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) serta kegiatan belajar mengajar," katanya.
(Tribunnews/Febri/Abdi Ryanda)