Fahri Hamzah Tegaskan Insentif Hunian Vertikal Tak Korbankan Rumah Tapak
kumparanBISNIS June 12, 2025 02:00 PM
Wakil Menteri (Wamen) Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP), Fahri Hamzah, memastikan insentif hunian vertikal seperti rumah susun (rusun) dan apartemen, tidak mengorbankan pengembangan rumah tapak di perkotaan.
Fahri menuturkan, alasan wacana insentif hunian vertikal tersebut yakni semakin terbatasnya lahan di perkotaan, sehingga harga lahan pun semakin mahal yang menyebabkan harga rumah tapak pun meroket.
"Salah, keliru. Tidak ada mengorbankan rumah tapak. Tapi di kota-kota besar, tanah mahal, rumah tapak pasti mahal. Karena itu pemerintah harus mensubsidi rumah vertikal supaya orang hidupnya vertikal," tegasnya saat ditemui di JICC Senayan Jakarta, Rabu (11/6).
Dengan begitu, lanjut dia, pemerintah mendorong hunian vertikal karena akan lebih terjangkau bagi masyarakat, belum lagi setelah disubsidi oleh pemerintah. Selain itu, kebutuhan lahannya juga sedikit.
Fahri menambahkan, mahalnya harga tanah dan rumah tapak di perkotaan akhirnya memunculkan fenomena kawasan pemukiman yang kumuh dan menumpuk.
Suasana kompleks hunian vertikal atau apartemen di kawasan Kembangan, Jakarta. Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kompleks hunian vertikal atau apartemen di kawasan Kembangan, Jakarta. Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
"Muncul daerah-daerah yang menumpuk, kawasan-kawasan kumuh dan sebagainya. Untuk daerah seperti itu, dimaksimalkan perumahannya itu vertikal. Karena tanahnya mahal, maka kita bikin vertikal," jelasnya.
Tidak hanya pemukiman kumuh, dia menegaskan pemerintah akan terus mendorong pengembangan hunian vertikal di masa depan. Supaya lebih menarik bagi masyarakat, pemerintah akan hadir dengan subsidi.
Dengan harga rumah tapak yang semakin mahal, dia meyakini minat masyarakat akan semakin bergeser ke hunian vertikal, sehingga tercipta konsep kehidupan kota yang lebih baik (better urban living).
"Maka yang vertikal disubsidi lebih banyak supaya murah, yang landed tentunya akan jadi lebih mahal, karena dia lebih mahal, orang pindah ke vertikal. Itulah masa depannya kota," tutur Fahri.
Selain itu, Fahri juga optimistis kebijakan insentif hunian vertikal ini bisa mengatasi masalah backlog perumahan, di mana jumlah rumah yang tersedia kurang dari jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
"Backlog diatasi, kerumitan kota, kejelekan tata kota, kawasan kumuh dan sebagainya itu akan selesai dengan sekali kebijakan," tandas Fahri.
Sementara itu, CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, menilai insentif untuk hunian vertikal merupakan salah kaprah dari pemerintah, alih-alih menaikkan pajak rumah tapak.
"Menurut saya agak salah mind set dalam menetapkan kebijakan. Harusnya insentif pajak untuk apartemen, bukan pajak rumah yang dinaikan. Dengan pajak naik pastinya harga rumah akan semakin tinggi dan akan signifikan menurunkan pembeli," jelasnya kepada kumparan, dikutip Rabu (11/6).
Ali menilai, pemerintah jangan selalu membuat pajak jadi instrumen pengendali. Sebab, masalah fundamental pasar hunian Indonesia masih rentan dan tidak ada rencana dan peta jalan.
"Pajak tidak menyelesaikan masalah hunian di Indonesia. Kalau memang mau membangun apartemen, jangan merugikan rumah tapak. Mindsetnya salah ini," tegasnya.
"Insentif untuk apartemen bisa pengurangan pajak atau suku bunga kredit lebih rendah, atau insentif biaya transportasi serta sosialisasi," lanjut Ali.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.