Banyumas Siap Bangun TPST Massal untuk Atasi 30 Persen Sampah Yang Belum Terolah
raka f pujangga June 12, 2025 06:32 PM

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO -  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas akan segera membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di kecamatan yang belum memiliki layanan pengelolaan sampah.

Pembangunan TPST ini menjadi langkah strategis dalam mempercepat penanganan sampah yang hingga kini belum sepenuhnya tertangani di Banyumas.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas, Widodo Sugiri, mengatakan saat ini volume sampah yang dihasilkan dari 2 juta penduduk Banyumas mencapai 700 ton per hari.

Dari jumlah tersebut, baru 493 ton yang bisa diolah setiap harinya oleh 36 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang telah beroperasi.

"Itu sekitar 70 persen.

Artinya masih ada 30 persen sampah yang belum tertangani.

Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi kita," ujar Sugiri kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (12/6/2025).

Mengacu pada arahan Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono, DLH akan membangun 12 TPST baru pada 2026.

Kecamatan yang menjadi prioritas adalah wilayah-wilayah yang belum memiliki layanan pengelolaan sampah, seperti Gumelar, Lumbir, Somagede, Kemranjen, dan Tambak.

"Selama ini, pengelolaan sampah di kecamatan-kecamatan itu masih mengandalkan layanan dari kecamatan lain seperti Sumpiuh.

Ini tidak efektif karena jaraknya jauh," jelasnya.

Selain membangun TPST baru, Pemkab Banyumas juga mendapat hibah dari United Nations Capital Development Fund (UNCDF) senilai 150.000 dolar AS untuk pengelolaan sampah.

Hibah ini tidak disalurkan langsung ke pemerintah daerah, melainkan melalui PT Banyumas Investama Jaya (BIJ) dan mitra UNCDF, Greenprosa.

BIJ menerima 120.000 dolar AS untuk peningkatan produksi Refuse Derived Fuel (RDF) di TPST Kedungrandu II.

Greenprosa menerima 30.000 dolar AS untuk membantu peningkatan kapasitas pengolahan sampah di KSM.

Produksi RDF di TPST Kedungrandu II ditargetkan naik bertahap dari 8 ton per hari menjadi 56 ton per hari.

Saat ini, Banyumas memiliki dua pihak yang mengolah residu sampah menjadi RDF, yakni BIJ dan DLH.

Namun produksi RDF di Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan (TPA BLE) mengalami penurunan.

"Dulu bisa produksi 70–80 ton per hari.

Tapi karena kerusakan alat, sekarang hanya 30 ton per hari," ungkap Sugiri.

Pihak DLH kini tengah berupaya memperbaiki dan mengganti mesin agar produksi RDF bisa kembali maksimal.

Hal ini penting untuk mengurangi tumpukan bahan baku RDF yang saat ini masih mengantre di TPA BLE dan TPST.

Sugiri menjelaskan, harga RDF dipengaruhi oleh kadar air dalam bahan.

Apabila kadar air di bawah 22 persen, RDF bisa dijual hingga Rp440.000 per ton.

Namun jika di atas 22 persen, harga bisa turun hingga Rp228.000 per ton.

Saat ini, RDF dari Banyumas dimanfaatkan oleh PT Solusi Bangun Indonesia Tbk Pabrik Cilacap.

Rencananya, Pabrik Semen Bima di Banyumas juga akan menggunakan RDF mulai September 2025.

Tanpa TPA Landfill Selama 6 Tahun. 

Sugiri menegaskan, meski pengelolaan sampah di Banyumas belum sempurna, Pemkab berani mengambil langkah berbeda dengan tidak menggunakan sistem TPA landfill.

"Sudah hampir enam tahun Banyumas tidak pakai landfill, dan terbukti bisa.

Tapi memang masih banyak yang harus disempurnakan," tambahnya. (jti)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.