Botox dan filler belakangan bak menjadi 'primadona' perawatan kecantikan untuk mengatasi kerutan dan garis halus di wajah. Bahkan, tidak sedikit yang masih berusia awal 20-an menjajal dua treatment tersebut dengan alasan mencegah penuaan lebih dini.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Pusat, Dr dr Hanny Nilasari, SpDVE tidak mempersoalkan filler dan botox, selama kandungan yang diberikan aman. Masyarakat menurutnya wajib memastikan perawatan demikian dalam jangka panjang.
Khususnya terkait filler, bila dilakukan secara menahun, ada kemungkinan reaksi kimia yang juga perlu diwaspadai.
"Risiko jangka panjang sih rasanya botox tidak ya, tapi kalau filler, tentunya dalam 6 bulan dia akan berkurang, kadang-kadang 12 bulan, dan kadang-kadang itu harus diisi ulang kan, reaksi kimia tentunya itu kan harus diperhitungkan," tuturnya kepada detikcom, Minggu (15/6/2025).
"Klaim dari produknya sendiri tidak ada kontraindikasi atau tidak ada efek samping apabila digunakan berkepanjangan, karena itu sebenarnya bisa diserap, apabila dibutuhkan bisa disuntikkan lagi, tetapi apakah yang bertahun-tahun itu betul aman? Nah itu yang harus kita perhatikan," sorotnya.
Alih-alih melakukan perawatan semacam itu secara berkepanjangan, dr Hanny mengungkap yakni terapi topikal juga tidak kalah efektif untuk memberikan efek maksimal seperti botox.
"Kalau menurut saya pribadi kalau botox masih boleh kan karena itu mengurangi wrinkle yang dalam, kalau untuk wrinkle yang ringan saya anjurkan tetap terapi topikal, karena terapi topikal itu asal digunakan secara baik dan benar dan tidak terlalu berlebihan,"
"Karena kalau digunakan dengan baik itu bisa mempunyai efek yang hampir mirip dengan botox, dengan injeksi. Catatannya, jangan malas pakai, biasanya kita kan kalau wrinkle Indonesia tidak terlalu dominan, yang lebih dominan adalah hiperpigmentasi," pungkasnya.