Respons Pengusaha RI hingga CEO Aramco Usai Harga Minyak Melonjak
kumparanBISNIS June 17, 2025 09:20 AM
Konflik Iran-Israel berdampak pada melonjaknya harga minyak dunia. Hal ini mendapat respons dari berbagai pihak mulai dari pengusaha di Indonesia sampai CEO perusahaan minyak Aramco.
Pada Jumat (13/6), harga minyak mentah dunia ditutup melejit 7 persen setelah Israel dan Iran saling melancarkan serangan udara. Namun pada Senin (16/6), harga minyak turun lebih dari 1 persen.
Terkait dampaknya bagi pengusaha di Indonesia, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengungkap konflik tersebut bisa berpengaruh pada ongkos produksi dan logistik sektor padat karya. Hal ini karena akibat dari konflik tersebut inflasi atas impor kebutuhan pokok seperti BBM bisa terjadi.
“Ini khususnya paling rentan pada sektor padat karya yang selama ini sudah struggling mempertahankan eksistensi usaha,” kata Shinta kepada kumparan.
Dengan begitu Shinta berharap agar dampak ini bisa dikendalikan oleh respons pemerintah Indonesia.
Secara keseluruhan menurutnya Indonesia tidak memiliki aktivitas ekonomi yang signifikan dan langsung dengan Israel dan Iran. Atas hal tersebut dampak yang dialami pengusaha lebih kepada bagaimana konflik tersebut mempengaruhi perekonomian global secara umum.
Respons juga datang dari Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, dengan adanya konflik tersebut Ia menyoroti sektor energi dan iklim menjadi yang paling rentan.
"Keamanan energi masih belum dapat diakses oleh banyak pihak. Ketegangan seperti yang kita saksikan saat ini antara Iran dan Israel hanya memperparah kondisi global yang sudah rapuh,” kata Anwar di acara Energy Asia 2025, Kuala Lumpur Convention Center, Malaysia.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menjadi pembicara Konferensi Energy Asia di Kuala Lumpur Convention Centre, Malaysia, Senin (16/6/2025). Foto: Edgar Su/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menjadi pembicara Konferensi Energy Asia di Kuala Lumpur Convention Centre, Malaysia, Senin (16/6/2025). Foto: Edgar Su/REUTERS
Bukannya mendorong kolaborasi, menurutnya saat ini banyak negara makin terpolarisasi akibat persaingan strategis dan kebijakan proteksionisme.
Dengan begitu Anwar berharap agar Asia memiliki kerangka pendanaan yang komprehensif demi menarik investasi dalam skala besar untuk energi terbarukan.
Anwar menyoroti ironi bahwa Asia Tenggara hanya menerima dua persen dari total belanja energi bersih global pada 2023, meskipun kawasan ini kaya potensi seperti panas bumi, angin, surya, hingga air.
Karena konflik tersebut berdampak langsung pada sektor minyak dan gas, CEO Aramco Amin Nasser juga turut merespons situasi. Menurutnya peran migas tetap krusial dalam menjamin keamanan energi global, meski dunia berada dalam transisi energi.
Menurut Nasser, situasi geopolitik dan kebutuhan energi dunia saat ini menuntut pendekatan yang lebih realistis dalam menjalani transisi energi, sekalipun gas masuk dalam bauran energi karena lebih bersih daripada minyak.
"(Sejarah telah) menunjukkan kepada kita bahwa ketika konflik terjadi, pentingnya minyak dan gas tidak bisa diremehkan. Kita menyaksikannya secara langsung saat ini, dengan ancaman terhadap keamanan energi yang terus menimbulkan kekhawatiran global,” kata Nasser.
Bagi Nasser, transisi ke energi bersih memang penting namun dunia tidak bisa tutup mata atas keadaan lapangan di mana sumber energi terbarukan seperti angin, surya, dan kendaraan listrik belum mampu memenuhi kebutuhan utamanya di Asia.
Ia menekankan agar sumber energi baru tidak menggantikan yang lama, tetapi justru menambah bauran energi.
Apalagi upaya menuju bebas emisi (net zero emission) ini butuh biaya besar, hingga USD 200 triliun, sementara sumber energi terbarukan saat ini belum mampu memenuhi permintaan global.
“Akibatnya, keamanan dan keterjangkauan energi akhirnya sejajar dengan keberlanjutan sebagai tujuan utama transisi energi,” kata Nasser.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.