Menko Pratikno Ungkap Bahaya Scrolling Media Sosial Bagi Anak Muda
kumparanNEWS June 17, 2025 02:00 PM
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengatakan akses terhadap teknologi harus diberikan secara bertahap kepada anak.
“Kita harus secara gradual membuka akses screen kepada anak, secara gradual membuka eksklusif informasi kepada anak,” kata Pratikno saat peringatan Hari Keluarga Nasional, Selasa (17/6).
Pratikno mengatakan, ia sudah menerapkan aturan pembatasan gawai ini di rumahnya. Anak dan cucunya terbiasa berinteraksi dengan lingkungan bukan secara daring lewat dunia maya.
Metode yang dilakukannya adalah meletakkan akuarium berisi ikan-ikan ketimbang televisi dan gadget.
Tujuannya anak bisa tumbuh dengan kemampuan berpikir yang lebih dalam dan tidak terbiasa menerima informasi secara instan.
“Di rumah anak saya, screen-nya adalah akuarium, dimasukkanlah tokoh-tokoh supaya ikan-ikannya diberi nama. Jadi setiap pagi, bangun pagi, selalu ribut, minggu-minggu, hari-hari kita punya nama dan akuarium, tidak ada TV, tidak ada akses pada screen,” katanya.
Salah satu kekhawatiran utama Menko PMK adalah kebiasaan scrolling di media sosial yang disebutnya dapat merusak pola pikir generasi muda.
Perbesar
Ilustrasi media sosial Facebook dan Instagram. Foto: MichaelJayBerlin/shutterstock
Ia menyebut fenomena ini membuat orang terbiasa mengambil keputusan secara cepat dan dangkal, tanpa proses berpikir yang matang atau mindless scrolling.
“Kita harus hati-hati scrolling. Scrolling itu membuat tradisi berpikir yang sangat pendek, menjadi mindless scrolling,” kata Pratikno.
“Karena mengambil putusan dalam durasi kurang dari 20 detik menjadi terbiasa mindless. Nah ini kan berbahaya,” sambungnya.
Padahal, kata dia, generasi muda seharusnya diarahkan untuk berpikir mendalam, bukan instan.
Ia pun menegaskan, regulasi dari pemerintah tidak akan cukup jika tidak didukung oleh peran keluarga dan institusi pendidikan untuk mengontrol screen time anak-anak.
“Itu tanggung jawab bukan hanya pemerintah. Pemerintah melakukan regulasi untuk mengontrol platform melindungi anak-anak kita, keluarga kita, institusi-institusi sosial kita. Tetapi keluarga, sekolah harus melakukan edukasi supaya anak-anak kita, semua orang, warga negara Indonesia, menjadi bijak, menjadi cerdas dalam teknologi,” pungkasnya.