Konflik Iran-Israel Bisa Pengaruhi Pasar Energi, Industri Diminta Mulai Waspada
Sanusi June 18, 2025 07:32 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konflik Iran dan Israel yang memanas sejak akhir pekan lalu diprediksi akan memengaruhi pasar energi global. Apalagi Timur Tengah merupakan penghasil minyak utama menyumbang hampir 30 persen produksi global.

Dampak dari memanasnya konflik tersebut perlu mulai diwaspadai oleh industri dalam negeri. Iran mampu memproduksi 3,2 juta barel minyak per hari. Konflik ini akan memicu gangguan pasokan sekaligus memicu fluktuasi harga energi di pasar internasional. 

Harga minyak Brent telah berfluktuasi antara 73 dolar AS hingga 92 dolar AS per barel paska perang Iran-Israel, dengan analis memperingatkan potensi kenaikan 15-20 persen pada 2025.

Volatillitas harga energi dunia ini juga semakin tinggi seiring dengan munculnya ancaman penutupan selat Hormuz yang telah menjadi urat nadi jalur pasokan energi dunia.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengingatkan, pentingnya memitigasi risiko dampak perang Iran-Israel pada industri, terutama ketergantungan industri dalam negeri pada energi impor sebagai bahan baku maupun komponen input produksi.

"Mitigasi juga dibutuhkan mengantisipasi gangguan pada rantai pasok global terutama pada rantai pasok bahan baku industri, karena jalur logistik bahan baku dan produk ekspor industri melewati timur tengah yang sedang dilanda konflik terbuka saat ini," ungkap Menperin dalam keterangan resmi, Selasa (17/6/2025).

Tidak hanya itu, Menperin juga mengingatkan industri manufaktur juga memitigasi dampak perang Iran-Israel terhadap gejolak nilai tukar mata uang yang berakibat terhadap inflasi harga input produksi dan penurunan daya saing ekspor produk industri.

Menurutnya, energi bagi industri adalah sesuatu yang vital, tidak hanya sebagai sumber energy produksi, tetapi juga sebagai bahan baku dalam proses produksi.

Oleh karena itu, industri dalam negeri diminta lebih efisien dalam penggunaan energi dalam proses produksi. Penggunaan energi lebih efisien dari berbagai sumber dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk industri.

"Hal ini juga sekaligus mendukung kedaulatan energi nasional sebagaimana telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo," ucap Agus.

Kemenperin mendorong pelaku industri untuk tidak hanya menggunakan energi secara efisien, tetapi juga mendiversifikasi sumber energi yang digunakan dalam produksi.

Upaya ini menjadi krusial mengingat ketergantungan pada energi fosil impor, terutama yang berasal dari kawasan Timur Tengah, semakin berisiko di tengah konflik geopolitik yang berkepanjangan.

"Industri nasional harus mulai mengandalkan sumber energi domestik, termasuk energi baru dan terbarukan seperti bioenergi, panas bumi, serta memanfaatkan limbah industri sebagai bahan bakar alternatif," kata Menperin.

Kemenperin terus mendorong agar sektor manufaktur dapat menghasilkan produk-produk yang mendukung program ketahanan energi nasional, seperti mesin pembangkit, infrastruktur energi dan komponen pendukung energi terbarukan.

Di sektor pangan, Agus juga menyoroti urgensi hilirisasi produk agro sebagai respons strategis terhadap dampak tidak langsung perang Iran-Israel terhadap ekonomi global.

Konflik tersebut telah menyebabkan lonjakan biaya logistik internasional, mendorong inflasi global dan memicu gejolak nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.

Ketiga faktor ini logistik, inflasi dan nilai tukar secara langsung meningkatkan harga bahan baku dan produk pangan impor.

"Maka jawabannya adalah hilirisasi produk pangan dalam negeri. Industri kita harus mengambil peran dalam memproses hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan kehutanan domestik agar tidak terus bergantung pada bahan baku pangan impor," jelas Menperin.

Agus menambahkan, industri manufaktur nasional tidak hanya akan difokuskan hilirisasi sektor agro untuk menghasilkan produk pangan, tetapi juga diarahkan untuk berperan aktif berinovasi menemukan teknologi produksi pangan lebih efisien, sehingga menciptakan nilai tambah lebih tinggi di dalam negeri.

Menperin juga menghimbau industri dalam negeri untuk memanfaatkan fasilitas LCS (Local Currency Settlement) menghadapi inflasi dalam input produksi.

Industri dapat memanfaatkan fasilitas BI (Bank Indonesia) tersebut guna mengantisipasi dampak perang Iran-Israel terhadap gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama pada negara-negara yang telah menandatangani LCS dengan Indonesia. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.