Geopolitik Global Memanas, BI Perkuat Stabilitas dan Dorong Ekonomi Domestik
kumparanBISNIS June 18, 2025 10:00 PM
Bank Indonesia (BI) mengambil langkah responsif dalam menghadapi ketidakpastian global yang masih tinggi akibat konflik geopolitik di Timur Tengah dan perang tarif antara Amerika Serikat dengan sejumlah negara.
Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan, risiko eksternal tersebut tidak bisa dianggap remeh dan berpotensi menekan pasar keuangan maupun perekonomian domestik bila tidak diantisipasi dengan bauran kebijakan yang tepat.
“Secara keseluruhan kondisi ekonomi global itu meskipun ketidakpastian sudah mereda, tapi masih tinggi. Karena resiprokal tarif negosiasinya antara Amerika dengan berbagai negara terus berlangsung,” ujar Perry dalam konferensi pers, Rabu (18/6).
Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga ikut menambah kerentanan. Bahkan, tekanan global sempat terasa langsung ke dalam negeri dalam beberapa bulan terakhir.
“Dan sekarang ada ketegangan geopolitik. Tentu saja ini berdampak pada ekonomi global dan juga pasar keuangan global. Dan kalau kita lihat memang dampaknya terhadap Indonesia juga terasa dalam bulan-bulan yang lalu,” katanya.
Di tengah tekanan eksternal tersebut, BI memprioritaskan stabilitas nilai tukar rupiah sebagai instrumen utama untuk menjaga daya tahan perekonomian. Perry menegaskan komitmen penuh BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar dari sisi volatilitas maupun kesesuaiannya terhadap fundamental ekonomi.
“Di sinilah Bank Indonesia memberikan komitmen yang tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Itu yang terus kami prioritaskan sejak dari awal tahun sekarang maupun ke depan,” tegas Perry.
Dia mencontohkan, tekanan terhadap rupiah sempat meningkat usai Lebaran, terutama di pasar NDF luar negeri, di mana kurs rupiah sempat menembus Rp 17.340 per dolar AS. Namun, BI melakukan intervensi agresif di berbagai pasar luar negeri, mulai dari Hong Kong hingga Eropa guna menstabilkan pergerakan kurs.
“Alhamdulillah nilai tukar sekarang berada di kisaran Rp 16.200-16.300. Komitmen kami untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ke depan karena ini dukungan Bank Indonesia untuk kebijakan-kebijakan bersama pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi termasuk dukungan untuk kesuksesan program Asta Cita pemerintah,” katanya.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan di tengah guncangan global, BI telah dua kali menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) pada Januari dan Mei 2025. Perry menyatakan bahwa arah kebijakan suku bunga ke depan masih terbuka untuk pelonggaran lebih lanjut, bergantung pada stabilitas nilai tukar dan rendahnya tekanan inflasi.
Perbesar
Gubernur Bank Indonesa Perry Warjiyo menjawab pertanyaan wartawan saat Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur di Gedung Thamrin Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (19/3/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Tingkat inflasi diperkirakan tetap rendah tahun ini maupun tahun depan, yakni di kisaran 2,5 persen plus minus 1. Namun, Perry menekankan dukungan BI terhadap pertumbuhan ekonomi tak semata-mata lewat suku bunga. Operasi moneter juga diarahkan untuk memperkuat likuiditas sistem keuangan.
“Bank Indonesia juga terus menambah likuiditas. Sehingga secara keseruan moneter kita adalah ekspansif dengan ukuran likuiditas,” ungkapnya.
BI juga mengoptimalkan instrumen seperti SRBI, SVBI, dan SUVBI sebagai bagian dari strategi operasi moneter pro-market. Instrumen-instrumen ini tak hanya menambah likuiditas tetapi juga memperdalam pasar keuangan dan memperkuat transmisi penurunan suku bunga.
Perry menegaskan, mendorong pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilakukan sendiri. Oleh karena itu, BI terus memperkuat sinergi dengan kebijakan fiskal pemerintah, termasuk mendukung percepatan belanja negara, program bansos, dan subsidi transportasi.
“Jadi Bank Indonesia terus memastikan stabilitas terkendalinya inflasi, dan stabilitas milik tukar rupiah, dan terus bersama pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi. Moneter terus kita arahkan, tidak hanya penurunan suku bunga, tapi juga penambahan likuiditas, mikroprudensial terus kita tambahkan insentif likuiditas, maupun kebijakan lain untuk mendorong kredit pembiayaan, dan terus saja mengalami digitalisasi," katanya.
Dalam pandangan BI, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II 2025 akan membaik, dengan proyeksi di kisaran 4,6–5,4 persen untuk keseluruhan tahun. Untuk itu, BI mengajak semua pihak termasuk perbankan dan pelaku keuangan untuk ikut aktif mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif.
"Oleh karena itu, melalui forum ini kami mengajak, terus saja rekan-rekan dari perbankan, dari dunia keuangan, untuk bersama-sama mendorong kredit pembiayaan, memajukan pertumbuhan ekonomi, dan kami terus bersinergi dengan pemerintah, bersama-sama menjaga stabilitas makroekonomi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.