Bakal Bangun Pabrik Panel Surya, Pertamina NRE Dukung Ekspor Listrik Hijau
kumparanBISNIS June 19, 2025 05:40 PM
Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) mendukung rencana ekspor listrik hijau, salah satunya ke Singapura, dengan pembangunan pabrik manufaktur solar panel.
Director Strategic Planning & Business Development Pertamina NRE, Fadli Rahman, mengatakan perusahaan akan segera membangun pabrik panel surya dengan perusahaan China.
Meski demikian, lanjut dia, Pertamina NRE belum bisa merinci kerja sama tersebut, baik dari sisi kapasitas produksi maupun nilai investasinya.
"Dalam waktu dekat ini kita akan ada groundbreaking untuk kerja sama dengan salah satu tier 1 solar manufacturing company, dan ini akan menjadi poin utama kita untuk support dari ekspor listrik ke Singapura," ungkapnya saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (19/6).
Fadli menyebutkan, Pertamina NRE juga akan tetap mengeksplorasi potensi perusahaan sebagai pengembang atau produsen listrik hijau yang bisa diekspor.
"Tentunya kita sambil mengeksplor potensi untuk kita bergerak di sana sebagai developer. Tapi at least kita mulai dulu dari manufacturing," katanya.
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara itu, CEO Pertamina NRE, John Anis, mengatakan dalam jangka waktu menengah dan panjang, perusahaan melihat rencana pengembangan transmisi listrik se-ASEAN alias ASEAN Power Grid (APG) sebagai potensi ekspor listrik.
"ASEAN Power Grid itu idenya kayak di Eropa nanti semua tiap negara itu interconnected, nanti aliran listrik itu sudah tidak ada batasannya," jelas John.
John menyebutkan Indonesia punya berbagai sumber energi baru terbarukan yang masih terbengkalai seperti air hingga nuklir, dan jika hasil listriknya bisa diekspor, maka akan menjadi pendapatan baru untuk negara.
"Kalau misalkan kita cukup kan bisa saja nanti kita eksplor. Ini kan revenue generator buat negara. Ya mungkin belum dalam 1-2 tahun ke depan. Tapi kita jangan sampai ketinggalan," tuturnya.
Dengan demikian, lanjut dia, saat sistem APG akhirnya beroperasi maka Indonesia bisa langsung memanfaatkannya sebagai ceruk permintaan listrik yang lebih besar, apalagi ke Singapura dengan harga yang juga lebih menarik.
"Pada saat nanti APG ini bener-bener sudah jalan, kita tidak ketinggalan kereta. Jangan sampai nanti yang masuk situ Laos, Vietnam dan lain sebagainya yang lebih memanfaatkan itu. Padahal opportunity-nya misalkan harganya bagus," pungkas John.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkap pemerintah sepakat untuk mengekspor listrik ke Singapura. Ini terjadi setelah kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke Singapura.
"Total investasinya minimal dalam perhitungan kami, yang kami sudah bangun ini sekitar USD 10 miliar (Rp 162,65 triliun kurs dolar hari ini Rp 16.265), minus kawasan industri," ujar Bahlil usai pertemuan Prabowo dengan PM Singapura Lawrence Wong, Senin (16/6).
Menurut Bahlil, Singapura sejak awal ingin agar Indonesia bisa menyuplai energi bersih. Permintaan ini disetujui dengan syarat Singapura mau membangun industrinya di Indonesia.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.