Dokter di Bekasi Lakukan Kekerasan Terhadap Anak Kandung, Divonis 6 Bulan
GH News June 20, 2025 01:04 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Seorang dokter wanita di Bekasi melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bekasi, 17 Juni 2025, majelis hakim menjatuhkan hukuman selama 6 bulan penjara kepada Dr. Muslimah Hussein, MARS atas kasus kekerasan psikis terhadap anak kandungnya sendiri, berinisial M (16). 

“Menyatakan Terdakwa Dr. Muslimah Hussein, MARS, tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga “; Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Dr. MUSLIMAH HUSSEIN, MARS, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan,” bunyi putusan nomor 135/Pid.Sus/2025/PN Bks. 

Hukuman ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dalam tuntunannya meminta kepada Majelis Hakim untuk pidana penjara selama 1 tahun. 

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Dr. Muslimah Hussein, MARS dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap berada dalam tahanan,” bunyi tuntutan yang diajukan JPU dikutip dari laman SIPP PN Bekasi, Kamis (19/6/2025). 

Dalam keterangan persnya kepada TIMES Indonesia, kuasa hukum korban, Putri Maya Rumanti menjelaskan, pihak jaksa langsung menyatakan upaya hukum banding karena menilai hukuman yang dijatuhkan majelis hakim tidak mencerminkan besarnya dampak yang dialami korban sebagaimana fakta persidangan.

“Dengan langkah banding yang diajukan jaksa, perkara ini akan bergulir ke tingkat selanjutnya, yakni Pengadilan Tinggi Bandung. Hingga ada keputusan tetap, terdakwa masih menjalani masa hukumannya di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta,” ucap Maya dalam keterangan persnya kepada TIMES Indonesia, Kamis (19/6/2025). 

Pertimbangan 6 Bulan

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Heru Setiyadi, SH, MH, bersama hakim anggota Wahyu Setioadi, SH, dan Donovan Akbar Kusumo Bhuwono, SH, MH., mempertimbangkan tiga hal yang meringankan terdakwa, yaitu statusnya sebagai ibu kandung korban, sikap terdakwa yang dinilai sopan selama persidangan, serta fakta bahwa terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.

Atas pertimbangan tersebut, majelis hakim menjatuhkan hukuman enam bulan penjara terhadap terdakwa. Dalam putusannya, majelis juga memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan, dan menghitung masa penahanan yang telah dijalani terdakwa sejak 6 Maret 2025 sebagai bagian dari pidana yang dijatuhkan.

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula ketika korban mengalami ketakutan dan serangan panik setelah dipertemukan dengan terdakwa pada 31 Januari 2024 di kantor kuasa hukum ayah korban di kawasan Grand Galaxy, Bekasi. Menurut fakta persidangan, korban sempat terjatuh dan seluruh tubuhnya mengalami kaku dan kejang-kejang selama kurang lebih dua jam akibat tekanan psikis.

Peristiwa serupa terulang pada 18 Maret 2024 ketika terdakwa kembali menemui korban. Berdasarkan keterangan para saksi, terdakwa kembali melontarkan kalimat-kalimat yang dianggap merendahkan hingga menyebabkan korban kembali mengalami tekanan mental dan trauma yang berat. 

Dalam sidang pemeriksaan saksi korban pada 21 Mei 2025, kondisi psikis korban kembali menurun hingga mengalami kolaps di hadapan majelis hakim. Peristiwa tersebut menjadi salah satu dasar kuat majelis dalam menyimpulkan bahwa korban benar-benar mengalami penderitaan psikis berat akibat perbuatan terdakwa.

Visum et psikiatrikum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Polri menyatakan bahwa korban terdiagnosis mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Dalam dokumen visum disebutkan bahwa gangguan yang dialami korban berupa kecemasan, serangan panik berulang, hingga menurunnya rasa percaya diri, yang disimpulkan sebagai akibat langsung dari kekerasan psikis berulang yang dialami korban. Dari persidangan terungkap oleh korban bahwa berbagai perlakuan kekerasan telah diterimanya dari terdakwa sejak berumur 7 tahun.

“Majelis Hakim mencatat dua hal yang memberatkan hukuman terdakwa, yakni terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan tidak merasa bersalah, serta perbuatannya menyebabkan korban mengalami gangguan stres pasca-trauma dan dampak psikologis berkepanjangan dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 6 bulan,” tandas Putri Maya Rumanti. (*) 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.