Dari Dapur ke Sidang: Perempuan dan Perjuangan Hak di Indonesia
alya ramadanii June 20, 2025 06:20 PM
Di balik suara palu hakim dan debat di gedung parlemen, ada kisah-kisah perempuan Indonesia yang berani melangkah dari ruang-ruang domestik menuju pusat pengambilan keputusan. Mereka bukan hanya memperjuangkan haknya sendiri, tetapi juga suara jutaan perempuan lain yang selama ini tak terdengar.
Sejarah mencatat, perempuan Indonesia seperti R.A. Kartini dan Dewi Sartika telah lebih dahulu membuka jalan bagi lahirnya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan peran perempuan dalam masyarakat. Namun perjuangan itu belum selesai. Di era modern ini, ketidakadilan struktural masih menjangkiti kehidupan perempuan dalam banyak aspek.
Selama bertahun-tahun, perempuan Indonesia kerap kali dikurung dalam peran domestik. Dapur, kasur, dan sumur menjadi simbol keterbatasan ruang gerak mereka. Namun zaman berubah. Kini, makin banyak perempuan yang bangkit dan sadar bahwa mereka memiliki hak yang sama dalam hukum.
Menurut data Komnas Perempuan, setiap tahunnya ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi dan sebagian besar tidak dilaporkan. Alasannya? Karena perempuan merasa tidak punya kuasa, tidak tahu ke mana harus melapor, atau bahkan takut menghadapi stigma sosial.
Banyak perempuan tidak tahu bahwa mereka memiliki perlindungan hukum yang jelas, baik dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KUHP, hingga Perppu TPKS yang kini sudah menjadi UU. Ketidaktahuan ini membuat banyak dari mereka terus menjadi korban baik dalam ranah rumah tangga maupun publik.
Kampanye literasi hukum yang menjangkau perempuan hingga ke pedesaan menjadi sangat penting. Kesadaran hukum bukan hanya urusan pengacara atau mahasiswa hukum. Ini adalah kebutuhan dasar, terutama bagi mereka yang rentan.
Kini, semakin banyak perempuan yang tidak hanya berani bicara, tapi juga berani bertindak. Dari yang dulu hanya mengurusi rumah, kini menjadi penggerak komunitas hukum, pendamping korban, bahkan anggota DPR yang membawa suara perempuan ke dalam sistem hukum.
Perjuangan mereka membuktikan satu hal, yaitu perempuan bisa dan harus hadir di semua lini termasuk di ruang-ruang hukum yang dulu terasa asing. Dari dapur yang hangat, hingga ruang sidang yang dingin dan formal, suara perempuan kini menggema. Tidak lagi pelan, tidak lagi terabaikan.
Perempuan bukan hanya objek hukum, tapi subjek penuh yang punya suara, kuasa, dan hak yang wajib dilindungi. Sudah saatnya hukum di Indonesia benar-benar berpihak bukan hanya di atas kertas, tapi juga di kehidupan nyata.
Perempuan Indonesia tidak sedang ingin menggantikan peran laki-laki. Mereka hanya ingin setara. Mereka ingin suara mereka didengar, hak mereka dihormati, dan kehadiran mereka dihargai
Mereka bicara. Mereka berjuang. Dan mereka menang.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.