TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA & PPO) Bareskrim Polri telah membongkar 189 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Capaian itu terhitung selama periode Januari hingga Juni 2025 (semester I).
Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Nurul Azizah menjelaskan ratusan kasus TPPO menghasilkan 546 korban.
Di mana sebagian besarnya adalah perempuan dan anak-anak.
“Perempuan dewasa sebanyak 260 orang, anak perempuan sebanyak 45 orang, laki-laki dewasa sebanyak 228 orang dan anak laki-laki sebanyak 23 orang,” ujar Nurul dalam keterangannya, Jumat (20/6/2025).
Beragam modus operandi dalam pengungkapan ratusan kasus TPPO tersebur berdasarkan Laporan Polisi (LP).
Brigjen Nurul menyebut pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) Nonprosedural atau ilegal paling mendominasi yakni sebanyak 117 LP.
Kemudian eksploitasi seksual komersial sebanyak 48 LP dan eksploitasi terhadap Anak sebanyak 24 LP.
“Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan ini nyata, masif, dan terus mengincar kelompok paling rentan di negeri ini,” kata dia.
Pihaknya menegaskan tidak memberi toleransi bagi para pelaku perdagangan orang.
"Siapapun yang terlibat, baik calo, orang tua, bahkan oknum pejabat, akan ditindak tegas sesuai undang-undang yang berlaku,” tegasnya.
Kasus-kasus modusbpengiriman PMI secara non-prosedural umumnya berasal dari Jawa Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, NTT, NTB, dan Sumatera Utara.
Negara-negara yang menjadi tujuan modus tersebut yakni seperti Malaysia, Myanmar, Thailand, Suriah, Dubai, dan Korea Selatan.
Para korban banyak dipekerjakan di sektor informal, perkebunan, hingga menjadi operator scam online.
“Kami ingin masyarakat lebih waspada. Jangan mudah percaya pada iming-iming pekerjaan di luar negeri dengan gaji besar," ungkapnya.
"Cek legalitas perusahaan penempatan, pastikan ada kontrak kerja yang jelas, agar hak-hak sebagai pekerja migran bisa terlindungi,” tutur Nurul.