TRIBUNNEWS.COM - Konflik antara Tupon Hadi Suwarno (68) alias Mbah Tupon dengan mafia tanah di Bantul, DI Yogyakarta, masih belum selesai.
Pria lanjut usia (lansia) warga RT 4, Padukuhan Ngentak, Kelurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, itu terancam akan dilaporkan balik ke polisi oleh BR (60).
BR merupakan salah satu dari tujuh tersangka kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah milik Mbah Tupon.
Rencana pelaporan tersebut didasarkan pada temuan fakta yang dinilai tersangka BR tidak sesuai dengan peristiwa yang sebenarnya.
"Langkah penyidik Polda menetapkan BR sebagai tersangka ini sungguh mengejutkan dalam nalar hukum, nalar sehat saya sebagai praktisi hukum," kata Kuasa Hukum BR, Aprillia Supaliyanto kepada awak media, Jumat (20/6/2025), dilansir TribunJogja.com.
Aprillia menyebutkan bahwa proses penyelidikan seharusnya dilakukan dalam rangka menemukan ada atau tidaknya peristiwa pidana yang dilakukan oleh terlapor.
“Karena klien kami dilaporkan satu paket dengan yang lainnya, kami menghargai ketika penyelidikan itu disimpulkan ada peristiwa pidana, sehingga dinaikan menjadi penyidikan, karena tidak mungkin klien kami dipisahkan dari situ,” ungkapnya.
Semua ini bermula dari pelaporan anak pertama Mbah Tupon bernama Heri Setiawan kepada pihak kepolisian terkait penjualan tanah milik Mbah Tupon kepada orang bernama Indah Fatmawati.
“Fakta ini muncul pada saat mediasi tanggal 14 dan 16 April 2025, yang dipermasalahkan Mbah Tupon adalah kenapa tanahnya dijual kepada Indah Fatmawati yang digadaikan di Bank dan kemudian pihak Bank akan melelang tanah tersebut. Itu yang dipermasalahkan Mbah Tupon,” papar Aprillia.
Karena peristiwa hukum yang dilaporkan adalah sesuai laporan yang dibuat oleh anak Mbah Tupon terkait penjualan tanah ayahnya, yang kemudian digadaikan ke Bank sehingga membuat tanah itu akan dilelang,
Aprillia menegaskan bahwa pihak penyelidik dan penyidik seharusnya fokus pada hal itu.
“Semestinya penyelidik dan penyidik fokus pada LP tersebut, mencari, menggali dimana sih peristiwa pidananya atas laporan itu, kemudian benarkah para terlapor ini adalah pihak-pihak yang harus bertanggung jawab secara hukum atas peristiwa penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati,” terangnya.
Aprillia mengaku sempat dimintai keterangan dan klarifikasi atas hal itu.
Kliennya pun sudah menjelaskan semuanya, bahwa saat terjadi penjualan tanah milik Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati, tersangka BR tidak mengetahui sama sekali.
“Dan hal itu juga diakui oleh Triyono di hadapan perangkat Desa Bangunjiwo bahwa BR memang tidak tahu menahu dalam penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati,” tuturnya.
Dengan adanya fakta tersebut, Aprillia meyakini bahwa penyelidik tidak menemukan keterlibatan tersangka BR.
Tetapi, BR justru dimintakan pertanggungjawaban hukum di dalam penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati.
“Tapi anehnya tiba-tiba terbit penetapan tersangka kepada tiga orang yaitu Pak BR, Triyono dan Vitri. Darimana Vitri ini diambil, padahal dalam pelaporan anak Mbah Tupon nggak ada nama Vitri," ucap Aprillia.
"Setelah kami mencari tahu ternyata ketika penyelidik atau penyidik menarik nama Vitri, berarti ini terkait tanah seluas 292 meter persegi yang dijual Mbah Tupon kepada BR, yang uangnya sebagai pembiayaan pemecahan sertifikat itu dan pembuatan rumah Heri Setiawan anak Mbah Tupon,” imbuhnya.
Aprillia menyimpulkan bahwa saat penyelidik ataupun penyidik mencari kesalahan yang dilakukan kliennya sesuai dalam pelaporan anak Mbah Tupon, tetapi tidak menemukannya, sehingga dialihkan pada peristiwa lainnya yakni pembelian tanah 292 m2 milik Mbah Tupon oleh BR.
“Sekarang pertanyaan mendasarnya, apakah terkait tanah 292 m2 yang kemudian dimiliki BR dari Mbah Tupon ada peristiwa pidananya. Nggak ada sama sekali,” sebutnya.
Sebab, pada 2020 Mbah Tupon meminta tolong BR untuk memecah sertifikat dan membantu memenuhi kebutuhannya, termasuk membangunkan rumah anaknya.
Kala itu, Mbah Tupon minta tolong BR untuk memecah sertfikat dan membangunkan rumah anaknya.
Tetapi, korban saat itu tidak memiliki biaya dan minta dibiayai oleh BR, yang nantinya akan diberikan tanah seluas 300 meter persegi.
"Dan mulai Januari 2020, BR mulai membayar kepada Mbah Tupon, ada setumpuk bukti pembayarannya, karena waktu itu Mbah Tupon minta dibayar sesuai kebutuhannya, jadi tidak dibayarkan sekaligus,” ujarnya.
Karena telah sah membeli tanah milik Mbah Tupon walaupun sertifikat tanah masih atas nama Mbah Tupon, maka BR telah memiliki hak penuh atas tanah tersebut, sehingga di tengah perjalanan, tanah tersebut dijual kepada seseorang bernama Suwardi.
“Ketika tanah sepenuhnya sudah beralih menjadi milik Pak BR, maka hak sepenuhnya milik Pak BR, mau diapakan juga itu urusannya Pak BR,” tegasnya.
Sehingga, saat sertifikat telah selesai terpecah pada tahun 2023, rupanya luasan tanah yang dijanjikan Mbah Tupon sekitar 300 m2 hanya menjadi 292 m2.
“Mbah Tupon mengantar sendiri sertifikat itu ke rumah Pak BR dan menjelaskan tanahnya tidak jadi 300 meter tapi hanya 292 meter persegi, dan Pak BR memaklumi serta tidak mempermasalahkannya,” bebernya.
Artinya, lanjut Aprillia, tanah seluas 292 m2 yang dimiliki kliennya atas jual beli dengan Mbah Tupon tidak hanya memiliki legalitas, tapi juga legitimasi, karena sertifikat diantar dan diserahkan langsung oleh Mbah Tupon selaku penjual.
Bahkan dalam jual beli antara BR dan Suwardi, Aprillia menyebutkan bahwa hal itu juga melibatkan Mbah Tupon.
Karena yang menandatangani adalah korban, mengingat sertifikat masih atas nama Mbah Tupon dengan istri dari Suwardi.
“Kalau peristiwa dan faktanya seperti itu, dimana peristiwa pidananya? Apa yang dilakukan Pak BR dalam persoalan ini? Tindak pidana apa?” tanya Aprillia.
Kalaupun ada yang merasa dirugikan, kata Aprillia, seharusnya pihak Suwardi yang mempermasalahkan, karena kemudian sertifikat tersebut digadaikan ke Murtejo oleh Triono yang awalnya dimintai tolong oleh BR untuk mencari PPAT guna membalik nama sertifikat tersebut.
“Tapi pihak Pak Suwardi tidak mempermasalahkan, dan ketika diketahui ada masalah, keduanya (BR dan Suwardi) sepakat membatalkan jual beli tersebut. Uang yang diterima Pak BR dari Pak Suwardi dikembalikan. Sudah selesai itu, nggak ada masalah,” jelas Aprillia.
Malah sebaliknya, BR sudah memberikan sejumlah uang kepada Mbah Tupon serta membangunkan rumah anak Mbah Tupon, dan sertifikatnya pun berada di tempat pegadaian, malah dia dilaporkan ke pihak kepolisian.
"Kami mempertimbangkan (praperadilan) matang salah satunya itu kan beberapa ruang yang diberikan hukum acara pidana, termasuk melaporkan adanya penipuan. Karena diyakini dia menjadi korbannya Pak Bibit, loh elu (Mbah Tupon) yang terima duit. Berarti Pak Bibit dibohongi. Jelas ada unsur 378 (penipuan)," kata Aprillia.
Sebelumnya, Polda DIY telah menggelar jumpa pers terkait penahanan enam orang dari total tujuh tersangka kasus dugaan penggelapan tanah milik Mbah Tupon, pada Jumat (20/6/2025) pagi.
Ketujuh tersangka antara lain pria inisial BR (60) dan TJ (54) warga Kasihan, Bantul; Ty (50) warga Sewon; serta MA (47).
Kemudian tersangka wanita inisial VW (50) warga Pundong, Bantul; IF (46) warga Kotagede; dan AH (60) warga Kota Jogja.
Adapun tersangka AH hingga kini masih belum ditahan, karena penyidik masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Di sisi lain, Mbah Tupon juga digugat secara perdata oleh dua tersangka mafia tanah.
Dua tersangka yang melayangkan gugatan dalam perkara perdata ini adalah Muhammad Achmadi dan Indah Fatmawati.
Para penggugat menuntut agar tergugat membayar ganti rugi materiil senilai Rp500 juta dan ganti rugi immateriil harga diri akibat penderitaan senilai Rp1 miliar.
Pengacara Mbah Tupon, Sukiratnasari menjelaskan bahwa sebenarnya gugatan untuk perbuatan melawan hukum (PMH) ini dilayangkan Achmadi dan Indah terhadap Triono alias Tri Kumis.
Sedangkan, Mbah Tupon ditulis sebagai Turut Tergugat 3.
"Kalau di dalam gugatannya, memang ada permintaan untuk pergantian kerugian materil senilai Rp500 juta yang ditujukan kepada Triono, karena mungkin ya uang yang dikeluarkan oleh penggugat ya memang senilai segitu," jelas Kiki sapaan akrabnya, kepada TribunJogja.com, Selasa (17/6/2025).
Para pihak yang terlibat dalam pekara perdata ini, antara lain:
Berdasarkan hasil yang dibaca dalam berkas gugatan itu, terdapat kerugian immateriil dikarenakan penggugat merasa dipermalukan di hadapan publik karena dituduh sebagai mafia tanah.
Tetapi, menurut Kiki, di dalam gugatan perdata ini tidak ada konsekuensi spesifik terhadap Mbah Tupon.
"Jadi, di dalamnya memang tidak ada konsekuensi spesifik untuk Mbah Tupon harus membayar apa-apa gitu ya. Ya mungkin Mbah Tupon digugat karena dia adalah pemegang awal sertifikat tanah," ungkapnya.
Untuk diketahui, kasus ini berawal saat Mbah Tupon bermaksud memecah sertifikat tanah miliknya.
Namun, Mbah Tupon justru terancam kehilangan 2 unit rumah dan tanah seluas 1.655 meter persegi dikarenakan berpindah tangan tanpa sepengetahuannya.
Bahkan, tanah dan rumah milik pria lansia disleksia itu diagunkan ke bank oleh pelaku dengan nilai Rp1,5 miliar.
Kiki menilai bahwa gugatan ini berpotensi berpengaruh terhadap tindak lanjut kasus sebelumnya yang sudah dilaporkan ke Polda DIY terkait penipuan sertifikat tanah.
Yang mana, hasil pemeriksaan Polda DIY sudah ada penetapan tujuh tersangka yang di dalamnya termasuk kedua penggugat.
"Jadi, kami harus meluruskan ini. Di sisi Mbah Tupon kan dari awal tidak mau jual tanah dan SHMnya. Dan kita harus melihat dari sisi Pak Achmadi ini ada atau tidak itikad baik saat membeli tanah," ujar Kiki.
"Kalau misalnya sebagai pembeli dengan itikad baik, apa pernah Achmadi dan Indah bertemu dengan Mbah Tupon? Nyatanya kan tidak. Kalau misalnya penggugat beli tanah pakai perantara, seharusnya kan pembeli dan penjual bertemu. Terus pernah tidak mereka duduk bareng di notaris untuk akta jual beli tanah?" lanjutnya.
Meski demikian, Kiki memastikan pihak kuasa hukum Mbah Tupon akan hadir di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Bantul pada 1 Juli 2025 mendatang.
"Yang jelas kami sekarang buat surat kuasa baru ya, karena ini berbeda dengan yang kemarin. Surat kuasa itu intinya untuk mewakili dari kuasa hukum Mbah Tupon ketika sidang gugatan dan akan kolaborasi untuk menjawab dua penggugat," tandasnya.
(Nina Yuniar) (TribunJogja.com/Miftahul Huda/Neti Istimewa Rukmana)