UMKM 404
GH News June 22, 2025 02:03 AM

TIMESINDONESIA, SAMARINDA – Di era digital yang menuntut kecepatan dan keterbukaan data, tidak semua pelaku UMKM mampu tampil optimal di ranah online. Banyak yang sudah “go digital” secara permukaan punya akun Instagram, hadir di marketplace, atau menggunakan WhatsApp Business namun sebenarnya belum benar-benar terdeteksi dalam peta bisnis digital karena tidak memiliki sistem informasi bisnis yang memadai. 

Fenomena ini bisa dianalogikan seperti error “404 Not Found” pada laman web. UMKM yang terlihat di permukaan, namun tidak memiliki sistem internal dan data yang kuat, pada akhirnya seperti “tidak pernah ada” terlihat, tapi tidak terbaca.

Istilah UMKM 404 mencerminkan realitas banyak pelaku usaha kecil yang tertinggal secara sistematis. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2023, dari total sekitar 65,4 juta UMKM di Indonesia, baru sekitar 32% yang benar-benar memanfaatkan teknologi digital secara optimal. 

Jumlah ini masih jauh dari target pemerintah untuk mendigitalisasi 30 juta UMKM pada tahun 2025. Artinya, sebagian besar UMKM masih tergolong “tak terhubung” secara fungsional meskipun tampak hadir secara visual.

Pakar transformasi digital UMKM, Nazmi Wahida, menyebutkan ada lima kendala utama yang menyebabkan sistem informasi bisnis belum digunakan secara luas: keterbatasan anggaran, rendahnya literasi digital, keterbatasan SDM, infrastruktur digital yang belum merata, dan kekhawatiran terhadap keamanan data. 

Alhasil, banyak pelaku usaha mikro hanya menggunakan satu-dua aplikasi ringan tanpa sinkronisasi data seperti mencatat stok secara manual, atau membalas pesanan hanya melalui chat, tanpa sistem pencatatan penjualan atau riwayat transaksi.

Contoh menarik datang dari platform iSeller, yang sejak tahun 2022 melaporkan telah membantu mitra UMKM meningkatkan omzet hingga 163%. Peningkatan ini dicapai melalui penggunaan sistem terintegrasi meliputi website, sistem point of sale (POS), manajemen inventori, dan pelacakan pembayaran berbasis cloud. 

Salah satu UMKM fesyen, Lakoo, berhasil mengurangi kehilangan data penjualan dan melipatgandakan jumlah pelanggan setia setelah menerapkan sistem informasi ini secara menyeluruh.

Senada dengan itu, platform Qasir, yang dikenal sebagai sistem POS berbasis aplikasi, telah mencatat lebih dari 1 juta pengguna UMKM dari 514 kota di Indonesia, dengan nilai transaksi harian mencapai Rp30 triliun. 

Co-founder Qasir, Rachmat Anggara, menyatakan bahwa UMKM dengan pencatatan transaksi yang rapi mampu memperluas akses permodalan, menghindari kerugian stok, dan membuka peluang ekspansi usaha. Sistem informasi yang dikelola dengan baik menjadi pintu masuk menuju skala usaha yang lebih tinggi.

Sayangnya, masih banyak pelaku UMKM yang hanya memaksimalkan aspek “tampil” digital tanpa mengoptimalkan sisi sistemnya. Banyak akun di marketplace seperti Shopee atau Tokopedia terlihat aktif, namun saat ditelusuri lebih dalam, informasi stok tidak diperbarui, harga tidak sinkron, dan tidak ada fitur pelacakan transaksi. 

Dalam laporan Kominfo 2023, hanya sekitar 21 juta UMKM yang memiliki literasi digital dasar, seperti penggunaan dashboard, pelacakan pesanan, atau strategi promosi berbasis data.

Fenomena UMKM 404 juga terjadi akibat minimnya pelatihan sistematis dalam implementasi sistem informasi bisnis. Menurut survei dari Bank Indonesia, UMKM berbasis budaya seperti pengrajin batik, pelaku kuliner tradisional, dan usaha kreatif lokal banyak yang gagal beradaptasi dengan sistem digital karena keterbatasan sumber daya manusia dan rendahnya akses terhadap pelatihan bisnis berbasis teknologi.

Pemerintah sendiri telah mendorong inisiatif seperti PaDi UMKM, Katalog Digital, dan integrasi UMKM ke e-katalog LKPP. Namun, inisiatif ini baru bisa optimal bila pelaku UMKM tidak hanya hadir di platform, tetapi juga memiliki sistem informasi internal yang mencatat dan mengelola seluruh proses bisnis: mulai dari input bahan baku, pengelolaan produksi, hingga pelaporan keuangan dan promosi berbasis data.

Pendekatan paling realistis untuk memulai transformasi adalah melalui sistem modular. Banyak startup teknologi lokal seperti SIRCLO, iSeller, dan Qasir menyediakan platform dengan biaya rendah, bahkan gratis untuk fitur dasar.

Mereka menawarkan integrasi yang sederhana namun cukup untuk memulai: laporan penjualan otomatis, stok real-time, pengelolaan katalog produk, hingga sinkronisasi dengan marketplace. 

Dalam riset konsumen yang dilakukan oleh tim internal SIRCLO pada 2023, disebutkan bahwa sekitar 38,6% konsumen digital belanja 1–3 kali per bulan dengan pengeluaran rata-rata Rp250.000 per transaksi. Angka ini adalah peluang besar jika UMKM memiliki sistem yang sanggup membaca dan menindaklanjuti pola belanja konsumen secara real time.

Istilah UMKM 404 sejatinya bukan tuduhan, tetapi ajakan reflektif. Apakah UMKM hanya ingin “kelihatan” di luar, atau benar-benar ingin tumbuh secara sistemik? 

Dalam dunia bisnis digital, tidak tercatat berarti tidak diakui. Akses permodalan, kepercayaan pelanggan, hingga peluang ekspor tidak akan bisa diraih jika data usaha tidak tersedia atau sulit diverifikasi. Sistem informasi bukan hanya alat bantu, melainkan “otak” dari proses pengambilan keputusan dalam usaha kecil.

Pemerintah daerah, inkubator bisnis, dan lembaga pendamping harus mulai merancang pelatihan berbasis kasus nyata. Pelatihan yang terlalu umum atau normatif tidak cukup. 

Pelaku UMKM perlu disodorkan simulasi nyata: bagaimana satu dashboard bisa membantu menghitung margin keuntungan, menghindari kerugian dari promosi tak tepat sasaran, atau mempercepat siklus pengiriman barang.

UMKM yang ingin bertahan di era ekonomi digital harus meninggalkan pendekatan instan. Menjual lewat TikTok Live atau WhatsApp Story memang bisa menaikkan traffic, tapi tanpa sistem pencatatan dan manajemen stok, pertumbuhan usaha akan stagnan. 

Sistem informasi bisnis tidak harus mahal atau rumit. Ia hanya perlu konsisten, sederhana, dan sesuai dengan kapasitas pelaku usaha. Dengan itu, UMKM bisa melompat dari sekadar “ada di layar” menjadi “ada di pasar”. (*)

***

*) Oleh : Rosyid Nurrohman, S.M., M.AB., Dosen Administrasi Bisnis, Universitas Mulawarman.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.