TRIBUNJATIM.COM - Terungkap kronologi lengkap terkait kasus siswi dikeluarkan karena baju renang saat lomba.
Diketahui, siswi itu adalah pelajar MAN 1 Tegal, Jawa Tengah.
Siswi berinisial DPU (17) itu meraih juara umum di ajang Pekan Olahraga Pelajar Daerah atau Popda Jawa Tengah 2024.
Namun, orangtua DPU menyebut anaknya malah dikeluarkan dari sekolah karena masalah baju renang.
Sebelumnya, orangtua DPU, melalui akun X akun @_priut, menyampaikan keluh kesah serta kronologi singkat mengenai putrinya yang disebut diberhentikan secara tidak adil oleh pihak sekolah.
Tak hanya itu, akun tersebut juga mengunggah surat terbuka yang ditujukan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) dan Kemenag Jawa Tengah.
Isi surat tersebut menuntut keadilan dan klarifikasi atas keputusan sekolah terhadap putrinya.
"Putri saya siswi MAN 1 Tegal baru saja dikeluarkan dari sekolahnya, hanya karena tidak mengikuti imbauan berbusana (baju renang) sesuai standar sekolah pada saat lomba renang berlangsung," tulis akun @_priut, melansir dari TribunJateng.
Dari keterangan tersebut, putrinya diizinkan mengikuti lomba dengan syarat mengenakan pakaian renang sesuai syariat Islam.
Namun, dalam berlangsungnya perlombaan, dia mengeklaim putrinya berinisiatif menggunakan baju renang umum seperti peserta lainnya.
Hal itu dilakukan karena anaknya mengenal betul peserta lain yang menjadi lawannya mempunyai kemampuan bagus.
"Maka anak saya berinisiatif memakai baju renang umum (bukan standar sekolahnya) karena akan sulit baginya untuk mengimbangi kecepatan renang peserta lain.
Jika memakai baju renang yang panjang dan berkerudung akan memperlambat gerakan renang," tulis akun tersebut lagi.
Aksi sang anak diketahui oleh guru pendamping yang merupakan Wakil Kepala MAN 1 Tegal.
Selepas peristiwa itu, orangtua dan siswi tersebut dipanggil ke madrasah untuk dimintai keterangan.
Disebutkan, dalam kesempatan itu orangtua sudah menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut.
Namun, keputusan madrasah disebutnya telah mengeluarkan putrinya.
Dia menyebut keputusan madrasah mengeluarkan anaknya tidak adil.
Menurutnya, putrinya telah membawa prestasi bagi sekolah harus mendapat apresiasi.
"Kemarin, pada 17 Juni 2025, sekolah memanggil orangtua siswi untuk mendengarkan keputusan sekolah dengan hasil anak saya dikeluarkan dari sekolah," ujarnya.
Dia bercerita imbas dari permasalahan yang viral anaknya berubah menjadi sosok lebih pendiam padahal sebelumnya sang anak dikenal aktif dan sangat ceria.
Bahkan kegiatan renang sejak pelaksanaan Popda tahun kemarin sudah tidak dilakukan lagi.
Sebagai orangtua ingin menjaga mental sang anak agar tidak berdampak ke depannya.
"Kami sebagai orangtua sudah memberikan yang terbaik dan memberi dukungan sepenuhnya kepada anak untuk meraih prestasi tapi dipatahkan begitu saja.
Itu yang membuat kami sedih dan belum bisa menerima," ujarnya.
Orangtua menegaskan sebelum pelaksanaan Popda cabang olahraga renang, anaknya tidak memiliki masalah apapun di sekolah dan tergolong aktif mengikuti kegiatan sekolah.
Sang anak merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan saat ini berusia 17 tahun.
Anak ini sudah aktif dan berprestasi di cabang oalahraga renang sejak kecil sampai sekarang kelas XII.
Alasan mengapa pada akhirnya membuat postingan di akun X karena sejak dulu aktif bermain media sosial dan ingin supaya mendapat keadilan untuk sang anak.
Dari sisi orangtua sudah siap ketika postingan tersebut menjadi ramai dan menjadi perbincangan karena tujuannya hanya ingin mendapat keadilan untuk sang anak.
"Kenapa sampai speakup dan membuat postingan di akun X karena ingin meminta keadilan untuk anak saya. Terkait keputusan sekolah sebetulnya saya tidak terima. Intinya saya berharap anak saya mendapat keadilan," katanya.
Terpisah, Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Jateng Ahmad Faridi membantah bahwa pihak MAN 1 Tegal telah mengeluarkan siswi tersebut.
"Jadi kejadian itu sebenarnya tidak tepat, tidak pas. Sampai saat ini adinda tersebut masih siswi MAN 1 Tegal.
Belum ada istilahnya surat pemberhentian, belum ada surat pengeluaran," kata Faridi saat dikonfirmasi via telepon.
Faridi menjelaskan peristiwa itu bermula saat DPU diutus mengikuti cabang olahraga renang dalam ajang Popda Jateng pada September 2024.
Meski MAN 1 Tegal tidak memiliki ekstrakurikuler renang, pihak sekolah mengizinkan keikutsertaan siswi tersebut dengan syarat mengenakan pakaian renang yang menutup aurat.
“Waktu itu anak setuju, orangtua juga setuju.
Namun, saat lomba, anaknya menggunakan pakaian renang biasa.
Celana pendek di atas lutut dan bagian belakangnya terbuka. Ini mengejutkan guru pendamping,” ujarnya.
Menurut Faridi, kejadian tersebut kemudian dibahas dalam pertemuan dengan orangtua.
Kata dia, orangtua beralasan bahwa pakaian renang sesuai syariat Islam akan menghambat pergerakan renang anaknya.
Padahal, menurutnya, rekan sesama atlet yang mengenakan pakaian sesuai syariat justru berhasil meraih juara.
Akibat pelanggaran kesepakatan, pihak madrasah memberikan poin pelanggaran kepada siswi tersebut.
Dalam sistem penilaian tata tertib MAN 1 Tegal, batas maksimal pelanggaran adalah 250 poin.
Jika terlampaui, siswa bisa dikeluarkan.
“Orangtua meminta waktu sampai akhir semester. Oleh madrasah diberi kesempatan sampai kenaikan kelas,” ujar Faridi.
Sementara itu terbaru, Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Jawa Tengah 2025 jenjang SMA/sederajat resmi berakhir pada Kamis (19/6/2025). Kota Semarang keluar sebagai juara umum setelah memborong 54 medali dari total 21 cabang olahraga yang dipertandingkan.
Wakil Ketua II KONI Jawa Tengah, Soedjatmiko menyampaikan harapannya agar Popda menjadi batu loncatan para atlet muda untuk menembus level nasional dan internasional.
"Popda ini merupakan tingkat awal, sehingga diharapkan kesinambungan pembinaan tidak berhenti dan bisa berlanjut agar prestasi meningkat di level yang lebih tinggi," ujar Soedjatmiko dalam keterangan tertulis, Kamis (19/6/2025).
Ia menekankan pentingnya sinergi antara KONI dan Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Jateng dalam menciptakan iklim yang mendukung pembibitan atlet.
“Kita perlu menyelenggarakan event-event olahraga secara rutin agar para atlet tetap termotivasi untuk berlatih dan berprestasi,” lanjutnya.
Pada gelaran Popda 2025, Kota Semarang menduduki peringkat teratas klasemen akhir, dengan raihan total 54 medali yang terdiri dari 24 emas, 16 perak, dan 14 perunggu.
Peringkat kedua ditempati Kota Surakarta dengan 31 medali (11 emas, 7 perak, 13 perunggu).
Sementara itu, Kabupaten Blora menyusul di peringkat ketiga dengan 25 medali (11 emas, 6 perak, 8 perunggu).