Qatar Siaga Perang, Pasokan Gas Dunia Terancam Akibat Ketegangan Israel-Iran
kumparanBISNIS June 22, 2025 12:40 PM
Qatar tengah melakukan serangkaian pembicaraan darurat dengan sejumlah perusahaan energi besar dunia menyusul serangan Israel terhadap ladang gas milik Iran, yang juga menjadi proyek bersama dengan Qatar. Informasi ini diungkapkan oleh sumber diplomatik dan industri kawasan kepada Reuters.
Saad Al Kaabi, Menteri Energi Qatar sekaligus CEO QatarEnergy, disebut telah meminta para perusahaan mitra untuk segera mengingatkan pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa terkait risiko besar terhadap ekspor gas dari Qatar akibat konflik yang semakin memanas. Ketegangan ini dinilai bisa mengancam ketahanan pasokan energi global.
Jika ekspor LNG Qatar terganggu, sekitar 20 persen pasokan gas dunia berpotensi terhenti. Qatar saat ini merupakan eksportir LNG terbesar di dunia, yang menyalurkan gas dari cadangan gas terbesar global.
"QatarEnergy memastikan bahwa pemerintah asing sepenuhnya menyadari implikasi dan dampak situasi serta eskalasi lebih lanjut yang ditimbulkan terhadap produksi gas dari Qatar," ujar seorang diplomat yang enggan disebutkan namanya karena isu ini bersifat sensitif, dikutip Reuters, Minggu (22/6).
Perbesar
LNG Tanker Qatar Foto: REUTERS/Stringer
Sementara itu, QatarEnergy belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari media. Namun, Kaabi dilaporkan telah menemui sejumlah duta besar negara-negara yang perusahaannya terlibat dalam proyek ekspansi Lapangan Utara QatarEnergy. Proyek ini akan mendongkrak kapasitas ekspor LNG Qatar sebesar 82 persen dalam beberapa tahun mendatang. Saat ini, Qatar memproduksi sekitar 77 juta ton LNG per tahun.
Beberapa perusahaan energi global yang terlibat dalam proyek tersebut antara lain ExxonMobil dan ConocoPhillips dari AS, Shell dari Inggris, Eni dari Italia, serta TotalEnergies dari Prancis.
Untuk saat ini, ekspor LNG dari Qatar masih berlangsung normal dan kargo dikirim sesuai jadwal.
Ketegangan melonjak sejak Israel menyerang Iran pada Jumat lalu, dengan alasan bahwa Iran hampir memiliki senjata nuklir. Sebagai tanggapan, Iran membalas dengan serangan rudal dan drone ke wilayah Israel. Iran bersikukuh bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan damai.
Pemerintah AS melalui Gedung Putih menyatakan bahwa Presiden Donald Trump akan menentukan sikap keterlibatan negaranya dalam konflik tersebut dalam waktu dua minggu ke depan.
Risiko Kompleks dan Efek Domino Global
Konflik berskala besar antara Israel dan Iran ini menimbulkan ancaman serius bagi operasi QatarEnergy. Serangan Israel ke wilayah ladang gas Iran yang juga berada sekitar 200 km dari instalasi gas Qatar dinilai membahayakan keamanan di kawasan.
"Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di ladang tersebut bersifat internasional, dan ada kehadiran global, terutama di Lapangan Utara," kata Majed Al Ansari, juru bicara kementerian luar negeri Qatar, kepada wartawan.
Perbesar
Petugas darurat bekerja di lokasi kejadian setelah serangan rudal dari Iran ke Israel, di Ramat Gan, Israel, Kamis (19/6/2025). Foto: Ammar Awad/REUTERS
Serangan lanjutan dari Israel dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan pekerja di fasilitas lepas pantai Qatar dan bahkan berpotensi menghentikan seluruh aktivitas operasional. Risiko kontaminasi dari potensi serangan ke reaktor nuklir Iran di Bushehr pun menjadi perhatian utama, mengingat air laut yang tercemar akan menghalangi akses ke rig Qatar di Teluk.
Jika Iran memutuskan untuk memblokir Selat Hormuz, sebuah jalur penting yang dilalui hampir seluruh ekspor LNG Qatar, gangguan pasokan pun tidak dapat dihindari. Dua sumber Reuters menyebut QatarEnergy telah menginstruksikan kapal tanker untuk menunggu di luar Selat Hormuz dan hanya masuk ke Teluk sehari sebelum proses pemuatan.
Asia menjadi wilayah yang paling rentan terhadap gangguan ini. Negara-negara pembeli di kawasan tersebut kemungkinan harus bersaing dengan Eropa dan membayar lebih mahal untuk menarik pasokan dari cekungan Atlantik.
Kekhawatiran pasar terhadap terganggunya pasokan ini telah mendorong lonjakan harga LNG spot di Asia. Pada Jumat lalu, harga mencapai USD 14,00 per juta British thermal unit (mmBtu), naik 11 persen dibandingkan minggu sebelumnya, menurut laporan penilaian Reuters.