TRIBUNNEWS.COM - Media pemerintah Iran, IRNA, dalam editorial resminya menuduh Amerika Serikat (AS) dan Israel tengah “bermain api nuklir” di kawasan yang disebutnya sebagai “ladang minyak”.
Pernyataan ini muncul tak lama setelah serangan udara AS terhadap tiga situs nuklir Iran, yang memicu ketegangan lebih lanjut di Timur Tengah.
“Washington dan Tel Aviv sedang bermain api nuklir di tengah ladang minyak,” tulis IRNA dalam tajuknya pada Minggu (22/6/2025) pagi waktu Iran.
Laporan itu juga memperingatkan bahwa Iran akan membalas dengan kekuatan besar.
“Iran akan merespons dalam skala yang belum pernah dibayangkan oleh musuh,” lanjut editorial tersebut, tanpa merinci bentuk atau waktu pembalasan.
Pernyataan IRNA dianggap sebagai sinyal politik keras terhadap Barat, khususnya setelah AS menghantam tiga fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Serangan itu sendiri dilakukan beberapa hari setelah Israel meluncurkan rudal balistik ke wilayah Iran, menandai peningkatan tajam dalam konfrontasi regional.
Analis keamanan Timur Tengah dari RAND Corporation, Michael Knights, menyatakan bahwa retorika IRNA mengindikasikan adanya tekanan domestik bagi pemerintah Iran untuk menunjukkan respons militer yang nyata.
“Jika Iran menggunakan istilah ‘main api nuklir’, itu berarti mereka ingin mengirim pesan langsung ke Washington dan Tel Aviv bahwa ini bisa berujung pada sesuatu yang jauh lebih luas,” ujarnya dikutip dari Bloomberg.
Kekhawatiran internasional juga meningkat menyusul ketegangan ini.
Lokasi serangan berada di sekitar jalur pelayaran penting dan dekat kawasan produsen minyak utama dunia.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menyatakan bahwa situasi ini dapat mengganggu pasokan energi global jika terus bereskalasi.
Sementara itu, Uni Eropa dan PBB menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan mendorong penyelesaian diplomatik.
Rusia dan Tiongkok juga menekankan perlunya sidang darurat Dewan Keamanan PBB guna meredam ketegangan yang berpotensi merambat ke konflik berskala besar.
Dengan kawasan Timur Tengah kembali berada di ambang ketidakpastian.
Para analis memperingatkan bahwa satu langkah salah saja bisa memicu spiral kekerasan baru.
“Ini bukan hanya tentang nuklir, tapi soal hegemoni dan pengaruh global,” ujar Fatemeh Aman, peneliti senior di Middle East Institute.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah AS atas editorial keras IRNA tersebut.
( Andari Wulan Nugrahani)