Populer: Qatar Ingatkan Pasokan Gas Seret; APBN Bisa Jebol karena AS Serang Iran
kumparanBISNIS June 23, 2025 06:20 AM
Qatar tengah melakukan serangkaian pembicaraan darurat dengan sejumlah perusahaan energi besar dunia menyusul serangan Israel terhadap ladang gas milik Iran, yang juga menjadi proyek bersama dengan Qatar, menjadi salah satu berita populer di kumparanBisnis, Minggu (22/6).
Selain itu, berita mengenai serangan militer Amerika Serikat ke fasilitas nuklir Iran memicu kekhawatiran serius terhadap stabilitas fiskal Indonesia, juga ramai dibaca. Berikut rangkumannya.
Qatar Siaga Perang, Pasokan Gas Dunia Terancam Akibat Ketegangan Israel-Iran
Menteri Energi Qatar sekaligus CEO QatarEnergy, Saad Al Kaabi, disebut telah meminta para perusahaan mitra untuk segera mengingatkan pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa terkait risiko besar terhadap ekspor gas dari Qatar akibat konflik yang semakin memanas. Ketegangan ini dinilai bisa mengancam ketahanan pasokan energi global.
Jika ekspor LNG Qatar terganggu, sekitar 20 persen pasokan gas dunia berpotensi terhenti. Qatar saat ini merupakan eksportir LNG terbesar di dunia, yang menyalurkan gas dari cadangan gas terbesar global.
"QatarEnergy memastikan bahwa pemerintah asing sepenuhnya menyadari implikasi dan dampak situasi serta eskalasi lebih lanjut yang ditimbulkan terhadap produksi gas dari Qatar," ujar seorang diplomat yang enggan disebutkan namanya karena isu ini bersifat sensitif, dikutip Reuters, Minggu (22/6).
Perbesar
Ilustrasi tanker LNG. Foto: Stefan Dinse/Shutterstock
Sementara itu, QatarEnergy belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari media. Namun, Kaabi dilaporkan telah menemui sejumlah duta besar negara-negara yang perusahaannya terlibat dalam proyek ekspansi Lapangan Utara QatarEnergy. Proyek ini akan mendongkrak kapasitas ekspor LNG Qatar sebesar 82 persen dalam beberapa tahun mendatang. Saat ini, Qatar memproduksi sekitar 77 juta ton LNG per tahun.
Serangan AS ke Iran Bisa Bikin APBN Jebol karena Harga Minyak Melonjak
Lonjakan harga minyak mentah dunia sebagai imbas dari konflik ini berisiko mengoyak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang disusun dengan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) hanya sebesar USD 82 per barel.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan jika konflik terus memanas, harga minyak bisa menembus USD 100 per barel. Bahkan berisiko mencapai USD 130 apabila Iran memutuskan menutup Selat Hormuz yakni jalur strategis yang mengalirkan sekitar 20 persen pasokan minyak global.
Alhasil, dampaknya ke APBN bisa sangat signifikan. Josua menyebut, setiap kenaikan USD 1 di atas asumsi APBN 2025 diperkirakan menambah beban belanja negara hingga Rp 10 triliun, sementara tambahan penerimaan dari sektor migas hanya sekitar Rp 3 triliun. Artinya, untuk setiap USD 1 kenaikan harga minyak, defisit anggaran melebar Rp 7 triliun. Jika harga menyentuh USD 130, total pelebaran defisit bisa mencapai lebih dari Rp 330 triliun dari baseline.
Pemerintah, menurut dia, perlu menyiapkan opsi respons fiskal, termasuk kemungkinan revisi APBN, peningkatan pembiayaan defisit, atau pemotongan belanja lain yang bersifat tidak prioritas. Dengan tekanan harga energi yang tinggi, subsidi energi juga bisa membengkak dan mempersempit ruang fiskal untuk program pembangunan lain.