Gaji Terus Dipotong Tiap Bulan, ASN Tak Terima Rumah Cicilan Malah Dilelang, Rekening Diblokir Bank
Mujib Anwar June 24, 2025 02:30 PM

TRIBUNJATIM.COM - Sudah susah-susah mengumpulkan uang yang dipotong tiap bulan dari gaji demi dapat rumah impian, ASN satu ini malah gagal punya rumah.

Nasib apes dialami seorang ASN yang bekerja di kantor pajak, ia akhirnya menggugat pihak bank dengan nominal sebesar Rp 1,1 Miliar.

Bukannya bisa tinggali rumah yang dicicil, ASN ini malah diblokir rekeningnya.

Seorang pegawai kantor pajak yang berstatus sebagai aparatur sipil negara melayangkan gugatan perdata terhadap salah satu bank daerah ke PN Klas 1A Palembang pada Sabtu (21/06/2025). 

‎Dalam gugatan perdata perbuatan melawa hukum (PMH) yang dilayangkan ASN asal Musi Banyuasin itu, dirinya merasa tidak terima rumahnya tetap dilelang oleh bank daerah meski gaji pokoknya juga terus dikuras. 

ASN tersebut yakni MR (48) warga Kecamatan Babat Toman Musi Banyuasin.

Dirinya melayangkan gugatan melalui Tim Hukum LBH Bima Sakti.

Gugatan perdata tersebut terdaftar di PN Klas 1A Palembang dengan nomor 153/Pdt.G/2025/PN.Plg, yang terbit pada Kamis (05/06/2025).

‎Dalam gugatan yang dilayangkan tersebut, salah satu bank daerah sebagai tergugat 1, MR juga menggugat Kantor Cabangnya di Sekayu, KPKNL Palembang, dan OJK Sumsel.

Dimana dalam berkas perkara, total gugatannya sebesar 1.1 miliyar sebagai kerugian yang dialami oleh MR.

Ketika ditemui Sripoku.com seperti dikutip TribunJatim.com dari Tribun Sumsel, Selasa (24/6/2025), direktur LBH Bima Sakti M Novel Suwa SH MM Msi menjelaskan alasan kliennya menggugat lantaran tergugat satu yang hingga kini masih menguras gaji pokok, dan segala macam insentif tunjangannya sebagai pemotongan kredit pinjaman. 

‎Namun, kata novel, meski pihak bank daerah tersebut terus melakukan pemotongan, melelang aset dua bidang tanah beserta bangunan milik kliennya yang merupakan anggunan. 
‎ 
"Tidak hanya dipotong, sekarang rekening penyimpanan gaji pokok klien saya juga diblokir oleh pihak bank. Akibat pemotongan gaji klien kami juga saat ini membuat klien kami juga tak bisa membayar pokok angsuran "jelas Novel.

‎Awalnya, MR mengira dengan pemotongan secara langsung yang dilakukan bank daerah tersebut tak bermasalah, namun tak disangka dia justru menerima surat eksekusi lelang terhadap agunannya. 

GELAPKAN DANA - Ilustrasi uang untuk berita penggelapan dana yang dilakukan seorang warga terhadap warga lainnya di Madiun, Jawa Timur. Penggelapan dana tersebut berujung pengampunan di pengadilan.
GELAPKAN DANA - Ilustrasi uang (Tribunnews.com)

Lanjut Novel, asetnya kliennya itu diketahui dilelang pihak bank setelah pihaknya menerima surat eksekusi lelang dari KPKNL Palembang.

"Hingga saat ini status aset klien kami masih berproses lelang, " katanya. 

‎Pada Senin (23/06/2025), sore Novel mendatangi PN Palembang dalam rangka memenuhi panggilan relaas.

‎"Hari ini kita masukan nomor gugatan kami, dan diagendakan Kamis (26/06/2025) mendatang akan disidangkan, "tutup Novel.

Sementara itu, nasib apes juga dialami oleh penjual perempuan yang tak bisa tinggali rumahnya seniri.

Wanita berinisial AS tersebut merupakan pembeli rumah di Perumahan Ungaran Asri Regency (Punsae).

Meski sudah membeli, ia masih diminta bank untuk membayar lagi Rp80 juta agar bisa menempati rumah.

Alasannya, karena sertifikat rumah tersebut masih diagunkan pengembang yakni PT Agung Citra Khasthara (PT ACK).

Jika tidak dibayar, maka rumah tersebut akan dilelang.

Menyikapi nasibnya, AS tidak tinggal diam, ia melaporkan PT ACK dan Bank Tabungan Negara (BTN) Kantor Cabang Semarang ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang.

AS melalui kuasa hukumnya melakukan pelaporan tersebut atas dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dan permufakatan jahat soal gagalnya proyek Perumahan Punsae di Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Semarang, Agus Sunaryo, membenarkan pelaporan tersebut.

Dia menyebut, pelaporan tersebut telah diterima lembaganya.

"Iya betul, ada aduan itu, saat ini masih dalam tahap ditelaah," katanya saat dihubungi Tribun, Sabtu (31/5/2025).

Sementara itu, kuasa hukum AS, Ricky Ananta mengatakan, laporan kliennya tersebut bermula saat gagal menempati rumah.

Rumah tersebut telah dibelinya dari PT ACK secara lunas sebesar Rp130 juta pada Oktober 2018.

PERUMAHAN BERMASALAH - Direktur Jenderal Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Kementerian PKP, Brigjen Pol Azis Andriansyah dan timnya mengecek lokasi Perumahan Ungaran Asri Regency atau Punsae, Kalongan, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Rabu (30/4/2025).
Direktur Jenderal Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Kementerian PKP, Brigjen Pol Azis Andriansyah, dan timnya mengecek lokasi Perumahan Ungaran Asri Regency atau Punsae, Kalongan, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Rabu (30/4/2025). (TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV)

Pembelian ini telah dibuktikan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sudah dilegalisasi akta di notaris Kabupaten Semarang.

Korban malah tidak bisa menempati rumahnya selepas tiga tahun menunggu, padahal bangunan rumah sudah jadi.

Tak pelak, kini ia tetap harus tinggal di kontrakan karena perkara itu belum tuntas.

"Dampaknya, klien kami harus terus mengontrak rumah," ungkap Ricky.

Sebaliknya, kata Ricky, Bank BTN terus menekan AS untuk tidak menempati rumah tersebut dan harus segera mengosongkannya.

Secara bersamaan, BTN diduga  memaksa AS untuk menembus sertifikat tanah yang dijadikan agunan PT ACK sebesar Rp80 juta agar bisa menempati rumah tersebut.

"Sebelum  bisa menebus sertifikat yang ada di bank BTN maka rumah tidak boleh ditempati karena akan dilelang."

"Kami kasihan ke korban sehingga memilih mendampinginya secara pro bono (gratis)," paparnya.

Alasan lainnya, dalam pelaporan tersebut, Ricky menduga terdapat kerugian negara yang disebabkan oleh Bank BTN dan sebaliknya telah menguntungkan pihak ketiga yakni PT ACK.

Dugaan ini, lanjut dia, karena BTN telah memberikan fasilitas kredit dengan nilai tidak masuk akal yaitu sebesar Rp30 miliar.

Rinciannya, kredit awal dicarikan sebesar Rp21 miliar untuk Fasilitas KYG (Kredit Yasa Griya) yang merupakan fasilitas pembiayaan untuk konstruksi proyek perumahan sebesar Rp18 miliar.

Sisanya sebesar Rp3 miliar Kredit Pemilikan Lahan (KPL).

Ricky tidak menjelaskan secara detail soal sisa uang lainnya sebesar Rp9 miliar.

"Seharusnya dengan nilai uang sebesar itu pembangunan perumahan Punsae sudah jadi 100 persen," jelasnya.

Pada faktanya, Ricky menyebut PT ACK malah wanprestasi.

PT ACK gagal menyelesaikan pembangunan sebanyak 445 unit rumah subsidi.

Ditambah ada kredit macet yang dilakukan PT ACK.

"Oleh karena itu, diduga pencairan kredit dari BTN yang diterima PT ACK tidak digunakan untuk semestinya," ucapnya.

Ilustrasi rumah subsidi
Ilustrasi rumah subsidi (KOMPAS.com/DANI PRABOWO)

Ricky menuturkan, selain PT ACK mengalami macet, terdapat pula permasalahan lainnya seperti pembangunan perumahan mangkrak.

Kemudian ancaman tanah longsor yang diduga akibat kekeliruan kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Belum lagi persoalan dengan konsumen lainnya.

Ricky menambahkan, ada ratusan korban dari kasus Punsae yang terbagi dengan beberapa kelompok sesuai dengan persoalan masing-masing.

Di antaranya yang dialami oleh kliennya yakni sudah lunas membayar tetapi sertifikat ditahan bank.

"Kami juga kantongi bukti adanya akta perubahan dalam waktu selama 2 tahun ada 9 perubahan pimpinan di PT ACK."

"Kurun waktu itu secara bersamaan ada penerimaan uang dari Bank BTN," ungkapnya.

Sesudah membuat laporan ke Kejari Semarang, Ricky berharap supaya permasalahan hukum di perumahan Punsae segera dituntaskan.

"Kami meminta hak korban dipenuhi,"  katanya.

Kasus perumahan Punsae tidak hanya dilaporkan soal kasus tipikornya ke Kejari Semarang.

Melainkan juga dilaporkan kasus perlindungan konsumen ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng.

Dalam laporan tersebut, Polda Jateng telah menangkap satu orang yang disebut sebagai direktur PT ACK.

"Kami sudah menangkap dan menetapkan tersangka atas nama Billy," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng, Kombes Pol Arif Budiman, kepada Tribun Jateng.

Namun, Arif masih belum mengungkapkan detail penangkapan ini karena masih proses penyelidikan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.