TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kabar terbaru saat ini bahwa pasal 2 ayat 1 UU No 13 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 sedang dalam proses uji materiil di Mahkamah Konsitusi.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Nur Alam), Mantan Direktur Utama Perum Perindo (Syahril Japarin) dan Mantan Koordinator Tim Environmental Issues Settlement PT Chevron) yang menilai bahwa pasal yang diajukan sangat memungkinkan dapat digunakan sebagai alat oleh penegak hukum untuk menjerat pedagang kecil yang menggunakan trotoar sebagai tempat jualan dan dimaknai dapat merugikan negara.
Pasal yang dimohonkan memuat “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Menurut Mayank Shekar yang dikutip oleh I Dewa Gede Palguna (hal. 12), terdapat beberapa ketentuan umum dalam penafsiran konstitusi. Pertama, jika kata-kata dalam konstitusi telah jelas dan tidak ambigu, maka kata tersebut harus diberlakukan penuh.
Kedua, konstitusi pun harus dibaca secara penuh. Ketiga, prinsip konstruksi yang harmonis harus diterapkan. Keempat, konstitusi harus ditafsirkan secara luas dan literal.
Kelima, pengadilan (MK) harus memahami semangat konstitusi dari bahasanya. Keenam, penafsiran konstitusi pun dapat menggunakan bantuan internal maupun eksternal. Terakhir, konstitusi lebih tinggi dan mengalahkan UU.
Merujuk kembali pada pasal 2 ayat 1 UU No 13 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 bahwa “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri” ini bersifat universal berdiri sendiri yang cakupannya pada pemenuhan pada subjek hukum dengan melakukan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perkenomian negara.
Jika dilihat dari penggunaan trotoar sebagai tempat jualan jelas memang melanggar ketentuan pada ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ. Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi.
Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h UU Tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, yang salah satunya berupa fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan.
Ini artinya, sebagai salah satu fasilitas pendukung jalan, trotoar juga merupakan perlengkapan jalan. Masih berkaitan dengan trotoar sebagai perlengkapan jalan, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU LLAJ, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.
Jika merujuk pada pendapat Mayank shekar dapat kita gunakan pada penafsiran bahwa pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor frasa “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dapat merugikan keuangan negara” belum jelas dan masih ambigu sehingga tidak dapat diberlakukan penuh pada setiap subjek hukum termasuk pedagang UMKM yang menggunakan trotoar.
Pengenaan Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor bagi UMKM yang menggunakan trotoar sebagai tempat berjualan sangat tidak tepat mengingat ada aturan yang lebih jelas yaitu pada UU LLAJ beserta sanksi yang dikenakan.
Namun memang frasa “setiap orang” pada UU Tipikor cukup bias mengingat tidak ada batasan-batasan khusus yang sangat rentan digunakan oleh penegak hukum untuk melakukan penegakan pada perbuatan-perbuatan lain yang selama menurut penafsiran penegak hukum dapat merugikan negara.
Artinya pedagang UMKM yang meyalahgunakan trotoar sebagai tempat usaha (berjualan) lebih tepat pengenaannya pada UU LLAJ daripada UU Tipikor.
***
*) Oleh : Misbahul Ilham, Masyarakat Pemerhati atau Karyawan Swasta.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.