TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan komitmennya dalam mendorong tata kelola kecerdasan artifisial (AI) yang etis, inklusif, dan berpihak pada kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Dalam 3rd UNESCO Global Forum on the Ethics of Artificial Intelligence yang digelar di Bangkok, Thailand, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menekankan pentingnya kolaborasi internasional dan regional untuk memastikan pengembangan AI membawa manfaat bersama, terutama bagi negara-negara berkembang di kawasan Global South.
“Kolaborasi internasional sangat penting agar pengembangan AI tidak hanya mengedepankan inovasi, tetapi juga menjamin keadilan, keterjangkauan, dan manfaat kolektif, khususnya bagi Global South,” ujar Nezar, Rabu (25/6/2025).
Dalam forum bergengsi ini, Nezar menyampaikan tiga usulan langkah kolektif yang dapat menjadi agenda bersama komunitas global:
Pembentukan platform multistakeholder untuk harmonisasi standar etika dan kebijakan tata kelola AI.
Penguatan kerangka kerja south-south cooperation, yaitu kerja sama negara-negara berkembang dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Penerapan penilaian dampak etika dalam setiap inisiatif AI lintas negara, agar teknologi ini tetap sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
Di tingkat domestik, Nezar menyebut bahwa Indonesia telah mengembangkan Strategi Nasional AI sejak 2020, dengan pendekatan partisipatif melibatkan para pemangku kepentingan. Pemerintah juga tengah fokus mencetak sembilan juta talenta digital, termasuk profesional AI hingga tahun 2030.
Langkah lain yang sedang dilakukan adalah pembaruan kurikulum pendidikan untuk menyertakan literasi digital dan etika AI dalam rangka menyiapkan generasi yang tanggap dan bertanggung jawab dalam pemanfaatan teknologi canggih ini.
“Kami ingin memastikan bahwa transformasi digital berlangsung secara adil, bertanggung jawab, dan berkelanjutan,” kata Nezar.
Forum UNESCO ini dihadiri para pemimpin negara dari berbagai kawasan termasuk Malaysia, Kolombia, Prancis, Afrika Selatan, Uruguay, dan Uni Eropa. Sesi utama forum bertema "Fostering Global Dialogue on AI for a Collective Future" dipandu oleh Dafna Feinholz, Direktur Divisi Riset, Etika, dan Inklusi UNESCO.
Partisipasi aktif Indonesia mencerminkan peran strategis negara dalam mendorong tata kelola global yang berakar pada etika universal, namun tetap kontekstual terhadap budaya dan kebutuhan lokal.
“Tata kelola AI harus responsif terhadap tantangan lokal dan tidak meninggalkan siapa pun di belakang,” tutup Nezar.(*)