Lestari Moerdijat: Jalankan Amanah Konstitusi UUD 1945 dalam Menyikapi Konflik Antarnegara
Content Writer June 25, 2025 08:32 PM

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti konflik Iran-Isael saat menghadiri diskusi daring bertema 'Senjata Nuklir atau Pergantian Rezim? Perkembangan Perang Israel-Iran', yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (25/6/2025). 

Menurut Lestari, amanah konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta ikut mewujudkan perdamaian dunia harus mampu direalisasikan dalam menyikapi konflik yang tengah terjadi antar negara di dunia.

"Dalam menyikapi sejumlah konflik yang terjadi saat ini, konstitusi kita telah mengamanatkan agar pemerintah Indonesia harus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya.

Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR) ini menghadirkan Dian Wirengjurit (Duta Besar RI untuk Iran Periode 2012-2016), Jaleswary Pramodhawardani (Pengamat Militer), dan Pieter Pandie (Peneliti Centre for Strategic and International Studies/CSIS) sebagai narasumber, juga Broto Wardoyo, Ph.D (Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia) sebagai penanggap. 

Lestari menambahkan, UUD 1945 juga menekankan bahwa sebagai bagian dari tujuan bernegara Indonesia harus ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 

Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan dan secara langsung maupun tidak langsung juga berdampak pada sejumlah sektor seperti ekonomi dan politik di Indonesia. 

Karenanya, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, berharap para pemangku kebijakan di Indonesia dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menyikapi sejumlah konflik di dunia, dengan tetap mengedepankan upaya untuk mewujudkan perdamaian dunia. 

Pengamat Militer, Jaleswary Pramodhawardani berpendapat, serangan Israel ke Iran pada 13 Juni 2025 lalu bukan insiden biasa. Peristiwa tersebut menggeser dinamika kawasan global secara fundamental dengan terlibatnya Amerika dalam konflik Israel-Iran. 

Ia menjelaskan, respons dunia terhadap campur tangan Amerika Serikat dalam konflik tersebut sangat beragam. Maka dari itu, dalam waktu dekat eskalasi konflik ini akan berdampak pada ekonomi global dalam bentuk disrupsi pada perdagangan minyak dunia. 

"Indonesia harus mampu menyiapkan langkah strategis untuk merespons dampak disrupsi ekonomi tersebut," ujarnya. 

Jaleswary menilai, berdasarkan dinamika yang terjadi,  konflik Israel-Iran diperkirakan akan mengarah pada meluasnya perang di kawasan. Ia pun mendorong adanya upaya dialog dan de-eskalasi konflik tersebut melalui berbagai saluran diplomatik, baik multilateral dan bilateral. 

"Segera desain strategi cepat jangka pendek untuk merespons dampak negatif konflik Iran-Israel," tegas Jaleswary. 

Duta Besar RI untuk Iran Periode 2012-2016, Dian Wirengjurit berpendapat, yang memulai konflik antara Israel dan Iran, sejatinya adalah Israel. Menurut Dian, serangan Israel ke Iran pada 13 Juni 2025 lalu terjadi di tengah perundingan terkait pembatasan persenjataan nuklir yang sedang berlangsung antara Iran dan Amerika Serikat sejak 10 Juni 2025.

Dian menilai Israel dan Amerika dalam konteks konflik ini adalah dua negara yang tidak bisa dipercaya.

"Israel tidak mampu melakukan perang jangka panjang sehingga perlu meminta bantuan Amerika Serikat. Daya tahan energi Israel, hanya mampu berperang untuk 29 hari saja saat ini," ujar Dian.

Dian pun menambahkan, upaya Indonesia untuk menjadi penengah pada konflik tersebut akan sia-sia, karena Israel mensyaratkan agar Indonesia mengakui Israel sebagai negara, bila ingin menjadi penengah. 

Sementara itu, Peneliti CSIS, Pieter Pandie mengatakan, perkembangan konflik Israel-Iran yang terjadi saat ini masih terlalu dini untuk bisa diperkirakan kondisi akhirnya. Menurutnya, kondisi gencatan senjata pada konflik Israel-Iran saat ini masih berpotensi diabaikan oleh kedua belah pihak. 

"Jadi masih sulit untuk memperkirakan konflik ini akan berakhir," ujarnya. 

Konflik Israel-Iran, menurut Pieter, merupakan salah satu ujian bagi sejumlah institusi dunia, seperti Dewan Keamanan PBB, dalam menjalankan perannya. Diakui Pieter, upaya diplomasi masih memungkinkan ditempuh untuk mengatasi konflik, bila negara-negara di dunia mengedepankan komitmennya untuk mewujudkan perdamaian dunia.

Namun, ujar Pieter, cenderung lemahnya peran lembaga dunia untuk mewujudkan perdamaian, mendorong sejumlah negara untuk memiliki senjata nuklir, sebagai bagian upaya meningkatkan nilai tawar dalam melindungi negara mereka masing-masing. Kondisi tersebut, ujar dia, justru meningkatkan ancaman bagi perdamaian dunia. 

Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Broto Wardoyo berpendapat, catatan dari sejumlah konflik yang terjadi di Timur Tengah biasanya direspons dengan segera oleh masyarakat Indonesia. Seperti pada serangan Israel ke Palestina yang menghancurkan Gaza, yang disikapi dengan sejumlah gerakan kemanusiaan di tanah air. 

Dalam konteks konflik di Israel-Iran, Broto menilai, dibutuhkan transparansi dan kepercayaan dari sejumlah pihak untuk memberi solusi dalam upaya mengatasi konflik tersebut. 

"Indonesia sebagai sebuah negara memiliki mekanisme untuk membangun kepercayaan itu. Di tengah keterbatasannya, Indonesia memiliki banyak teman sehingga banyak peluang untuk membangun kepercayaan," ujar Broto. 

Selain itu, transparansi terhadap sejumlah isu yang dipermasalahkan pihak-pihak yang berkonflik harus mampu diwujudkan, agar mampu menumbuhkan kepercayaan dalam proses mengatasi konflik dengan solusi yang tepat.(*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.