TIMESINDONESIA, ISTANBUL – Malam Senin, 23 Juni 2025 menjadi momentum bersejarah bagi lebih dari 80 peserta yang terdaftar dalam program Dauroh Ilmiyah bertajuk “Penguatan Ilmu Hadits-Aswaja”. Acara yang diselenggarakan oleh Awwamah Center Indonesia (ACI) ini berlangsung secara daring melalui Zoom dan disiarkan langsung dari Istanbul, Turki.
Pembukaan resmi dilangsungkan tepat pukul 19.30 WIB oleh Ustadz Abdul Fathir Kautsar, Lc., M.A., sebagai perwakilan dari ACI. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa program ini merupakan kelanjutan dari kunjungan Prof. Dr. Syekh Muhyiddin Awwamah ke Indonesia awal 2025.
“Program ini adalah bentuk nyata komitmen kami menyebarluaskan manhaj Syekh Muhammad Awwamah dalam membangun generasi ahli hadis berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah,” tegas Ustadz Fathir.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Ustadz Ainur Rofiq, S.Kom., yang menghadirkan suasana khidmat dan penuh kekhusyukan.
Selanjutnya, Al-Habib Mujtaba bin Syihab, Ketua Majelis Muwasholah Baina Ulama Indonesia, memberikan sambutan yang menggugah. Ia menekankan pentingnya belajar dari guru yang kompeten, bukan sekadar belajar otodidak. Habib Mujtaba mengutip perkataan Imam Ibnu Sirrin, “Transmisi sanad keilmuan adalah bagian dari agama, maka berhati-hatilah dari siapa kalian mengambil ilmu.”
Acara yang dinanti-nanti pun tiba. Syeikh Muhyiddin Awwamah menyampaikan nasihat dan doanya secara langsung dari Istanbul. Dalam tausiyahnya, beliau menyampaikan delapan pesan penting yang menyentuh hati para peserta, terutama para santri.
Pertama, kata Syeikh Awwamah, kunci sukses menuntut ilmu ada tiga. “Pertama, talaqqi—belajar langsung dari ulama, bukan otodidak. Kedua, belajar dalam waktu lama, lima sampai tujuh tahun. Ketiga, berkelana menuntut ilmu ke luar daerah,” tuturnya.
Kedua, beliau mengingatkan bahwa musibah besar menanti jika umat ini gagal menyiapkan kader penerus ulama terdahulu.
Ketiga, beliau menekankan urgensi menghidupkan kajian hadis karena seluruh ilmu syariah bersandar pada sunnah Nabi.
Keempat, setiap cabang ilmu harus memiliki ahlinya. “Kalau tidak ada yang mutakhassis, maka umat ini dalam keadaan kekurangan. Ini termasuk fardlu kifayah,” tegasnya.
Kelima, beliau menganjurkan agar majelis-majelis ilmu dihiasi dengan kisah-kisah para ulama.
Keenam, santri harus terus belajar meski sudah tamat dari pesantren atau universitas. “Banyak yang ilmunya hilang karena berhenti belajar akibat himpitan ekonomi,” jelasnya.
Ketujuh, dengan rendah hati beliau mengatakan, “Jangan panggil saya dengan gelar-gelar seperti ‘Al-Muhaddis’ atau ‘Al-Allamah’. Saya hanyalah santri, seorang penuntut ilmu.”
Terakhir, Syeikh Awwamah mengajak para santri memperbanyak doa, terutama di pagi hari, sembari membaca doa yang berbunyi:
اللهمَّ إنى أسألُك علمًا نافعًا ورزقًا طيبًا وعملًا متقبلًا
(Ya Allah, aku memohon ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.)
Acara ditutup pada pukul 22.00 WIB dengan pembacaan doa oleh beliau. Meski digelar secara daring, antusiasme peserta luar biasa. Tercatat lebih dari 180 orang mengikuti melalui Zoom dan ribuan lainnya menyimak melalui live streaming di laman Facebook resmi beliau, “فضيلة الشيخ العلامة محمد عوامة”.
Dauroh ini bukan sekadar kajian ilmiah, namun menjadi pengingat akan pentingnya menjaga warisan keilmuan para ulama. Pesan-pesan Syeikh Awwamah dari Istanbul kini menjadi cahaya baru bagi para santri di tanah air untuk terus menuntut ilmu, menjaga sanad, dan mewarisi ilmu hadis dengan penuh tanggung jawab. (*)