TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Iran mengutuk Amerika Serikat (AS) atas serangan baru-baru ini terhadap fasilitas nuklir Teheran.
Iran menolak dalih AS soal Pasal 51 Piagam PBB (hak bela diri) dan memperingatkan adanya preseden yang berbahaya.
Dalam surat tertanggal 25 Juni 2025, perwakilan Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Amir-Saeid Iravani menolak klaim AS selama pertemuan Dewan Keamanan PBB pada 24 Juni tentang non-proliferasi.
Dilansir dari Tasnim News, dalam pertemuan itu, AS telah mengutip Pasal 51 Piagam PBB untuk membenarkan serangannya terhadap fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6/2025) sebagai tindakan membela diri.
Iran mengecam penjelasan tersebut sebagai “penyimpangan secara terang-terangan” terhadap hukum internasional dan Piagam PBB.
Iran menyatakan serangan tersebut melanggar kedaulatannya dan prinsip-prinsip yang mengatur penggunaan energi nuklir secara damai.
"Situs nuklir Iran berada di bawah perlindungan penuh IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional) dan telah berulang kali dikonfirmasi sebagai lokasi damai,” tulis surat itu dilansir dari Tasnim News, Kamis (26/6/2025).
Surat itu juga mengutip Resolusi Majelis Umum PBB nomor 3314 dan putusan Mahkamah Internasional, termasuk kasus Nikaragua tahun 1986 dan kasus Anjungan Minyak tahun 2003, untuk menyatakan penggunaan kekuatan preemtif tidak dapat dianggap sebagai pembelaan diri yang sah.
Iran juga menepis tuduhan ancaman nuklir yang akan segera terjadi dan menyebutnya tidak berdasar dengan merujuk pada laporan IAEA baru-baru ini serta penilaian intelijen AS yang tidak menunjukkan bukti pengembangan senjata.
Resolusi Dewan Keamanan PBB 487 (1981) dan Resolusi Konferensi Umum IAEA GC(XXIX)/RES/444 dan GC(XXXIV)/RES/533 juga dirujuk untuk menegaskan larangan serangan terhadap fasilitas nuklir damai berdasarkan hukum internasional.
Surat itu juga mengutuk AS dan Israel karena menggunakan dalih palsu untuk melakukan agresi yang melanggar hukum dan memperingatkan bahwa tindakan tersebut sangat merusak kewenangan dan kredibilitas Dewan Keamanan serta Perjanjian Non-Proliferasi dan perlindungan nuklir global.
Iran juga mendesak anggota Dewan Keamanan untuk menolak doktrin pembelaan diri preemtif dan mengutuk AS dan Israel karena melanggar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan norma-norma perilaku internasional.
Iran juga meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk melaporkan pelaksanaan Resolusi 487, khususnya mengenai pelanggaran rezim Israel dan penargetan situs dan fasilitas nuklir damai di bawah perlindungan IAEA.
"Iran meminta agar surat itu diedarkan sebagai dokumen Dewan Keamanan," dilansir dari Tasnim News.
Terkini, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelumnya mengumumkan Israel dan Iran menyepakati gencatan senjata total pada Selasa (24/6/2025) kemarin.
Pengumuman itu disampaikan setelah perang terbuka Israel dan Iran selama 12 hari sejak Israel menyerang Iran pada Jumat (13/6/2025) lalu dan AS menyerang tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6/2025) lalu.
Kedua pihak, baik Israel dan Iran juga dilaporkan menyetujui kesepakatan gencatan senjata itu.
Namun gencatan senjata itu dilaporkan masih rapuh.