3 Ritual Warga Lokal di Gunung Rinjani: Menyembe, Wetu Telu, dan Pakelem yang Sarat Makna
Tiara Shelavie June 28, 2025 06:32 PM

TRIBUNNEWS.COM - Gunung Rinjani, gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia, bukan hanya menjadi tujuan para pendaki, tetapi juga menyimpan kekayaan budaya dan spiritual masyarakat setempat, khususnya suku Sasak dan Bali. 

Gunung yang menjulang setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut ini dianggap sebagai tempat suci, istana para dewa, dan menjadi pusat kosmologi masyarakat Lombok.

Bagi masyarakat sekitar, terutama suku Sasak dan Bali, Gunung Rinjani bukan sekadar gunung, tetapi juga dianggap sebagai tempat suci, istana para dewa, dan pusat kekuatan spiritual.

Di balik pesona alamnya, tersimpan berbagai ritual adat yang hingga kini masih dijalankan oleh masyarakat lokal. 

Tiga di antaranya yang paling dikenal adalah Menyembe, Wetu Telu, dan Pakelem.

Berikut adalah penjelasannya, dikutip dari laman Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen):

1. Ritual Menyembe: Izin Kepada Penjaga Gunung

Sebelum mendaki Gunung Rinjani, masyarakat lokal maupun pendaki dari luar biasanya mengikuti ritual adat yang disebut Menyembe. 

Ritual ini adalah bentuk penghormatan dan permohonan izin kepada roh penjaga Gunung Rinjani, khususnya kepada Dewi Anjani, yang diyakini sebagai ratu jin penghuni gunung tersebut.

Menyembe dilakukan dengan cara memberikan tanda khusus di dahi.

Tanda ini dimaksudkan agar para pendaki tidak tertukar atau tersesat di dunia gaib yang dipercaya juga menghuni kawasan Rinjani. 

Ritual ini diyakini mampu menjaga keselamatan selama perjalanan di gunung dan sebagai bentuk kesopanan kepada alam serta penghuninya yang tidak kasat mata.

2. Falsafah Wetu Telu: Harmoni Tiga Unsur Kehidupan

Masyarakat adat Bayan di sekitar Gunung Rinjani masih memegang teguh falsafah Wetu Telu. 

Filosofi ini mengajarkan tentang keseimbangan tiga unsur penting dalam kehidupan, yaitu:

  • Hubungan manusia dengan Tuhan, yang diwakili oleh para kiai atau tokoh agama.
  • Hubungan manusia dengan sesama manusia, yang dijaga oleh sesepuh adat dan pranata sosial.
  • Hubungan manusia dengan alam, yang dirawat dan dijaga oleh para tetua atau tokoh adat lingkungan.

Wetu Telu adalah perpaduan ajaran Islam yang masuk ke Lombok dengan ajaran Siwa-Buddha yang lebih dulu ada. 

Filosofi ini mencerminkan bagaimana masyarakat Lombok menjaga keharmonisan spiritual, sosial, dan ekologis. 

3. Upacara Pakelem: Persembahan untuk Memohon Hujan

Ritual adat lainnya adalah Pakelem, sebuah upacara persembahan yang biasanya dilaksanakan pada malam bulan purnama. 

Upacara ini dilakukan oleh masyarakat Hindu Lombok dan sebagian masyarakat Sasak untuk memohon hujan serta keselamatan alam.

Pakelem berkaitan erat dengan mitologi Dewi Anjani. 

Dalam kisahnya, sang ratu jin membantu kerajaan Selaparang yang tengah dilanda kekeringan dengan menurunkan hujan. 

Oleh sebab itu, hingga kini, masyarakat masih percaya bahwa melakukan persembahan di kawasan Rinjani dapat mendatangkan berkah, hujan, dan kesuburan bagi lahan pertanian mereka.

(Widya)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.