TRIBUNJATIM.COM - Seorang warga pekerja serabutan mengeluh tak pernah dapat bansos padahal sangat miskin.
Keluhan itu disampaikannya terkait bantuan sosial dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) atau Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Warga di Kebumen, Jawa Tengah ini sudah lama menantikan bantuan tersebut.
Apalagi keluarga mereka telah berkali-kali disurvei oleh petugas.
Dalam aduannya pada Jumat (27/6/2025) malam, warga tersebut menceritakan kondisi keluarganya.
Sang suami yang berusia 48 tahun hanya bekerja serabutan di desa.
Ia mengaku, keluarganya belum pernah sekalipun menerima bantuan sosial.
Padahal, petugas survei sudah sering datang ke rumahnya.
"Terakhir kemarin disurvei katanya dari PKH, tapi sampai sekarang belum ada kabar," tulisnya, melansir dari TribunBanyumas.
Karena terus menunggu tanpa kepastian, ia pun bertanya, "Bagaimana caranya agar bisa mendapatkan bantuan PKH atau BPNT?"
Pertanyaan warga ini dijawab langsung oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Kebumen.
Setelah melakukan pengecekan data, Dinsos P3A memberikan sebuah kabar penting.
"Hasil pengecekan masuk Desil 1," tulis Dinsos P3A dalam jawaban resminya.
Perlu diketahui, Desil 1 adalah kategori yang menunjukkan tingkat kesejahteraan paling rendah.
Artinya, keluarga ini tergolong sangat miskin dan menjadi prioritas utama untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Meskipun sudah dipastikan sangat layak menerima bantuan, Dinsos P3A belum bisa memberikan tanggal pasti kapan bantuan tersebut akan cair.
Alasannya, pencairan saat ini masih difokuskan untuk para penerima lama.
"Saat ini yang sudah cair adalah penerima existing yang sudah memiliki rekening bansos," jelas Dinsos.
Bagi para calon penerima baru yang sudah masuk data Desil 1 seperti keluarga ini, Dinsos P3A meminta untuk kembali bersabar.
"Mohon untuk ditunggu nggih Pak/Bu," tutup pernyataan tersebut.
Sementara itu, keadilan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Banyumas kembali dipertanyakan.
Sebuah suara keprihatinan dari warga RT 03 RW 09, Kelurahan Arcawinangun, Purwokerto Timur, pada Sabtu (21/6/2025), menyorot sebuah ironi yang menyakitkan: saat lansia yang renta disingkirkan, bantuan justru diduga dinikmati oleh mereka yang tak berhak.
Laporan warga tersebut menguliti dugaan carut-marut dalam proses pemutakhiran data penerima bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Logika seolah terbalik, di mana warga lanjut usia yang sudah tidak produktif dan tak lagi bisa mencari nafkah, namanya justru terlempar dari daftar penerima.
"Di tempat kami, banyak manula yang sudah tidak bisa bekerja malah dicoret dari daftar bantuan," ungkap pelapor.
Kondisi ini terasa semakin janggal ketika dibandingkan dengan fakta di lapangan.
Menurutnya, ada penerima lain yang usianya jauh lebih muda, masih produktif, dan dinilai lebih mampu secara ekonomi, namun anehnya nama mereka tetap aman dalam daftar penerima bantuan.
Puncak dari kejanggalan ini adalah sebuah tudingan serius yang dialamatkan kepada aparatur pemerintah tingkat bawah.
Pelapor menyebut ada indikasi kuat salah satu penerima bantuan justru merupakan seorang pegawai kelurahan setempat.
"Termasuk ada pegawai kelurahan yang mendapat bantuan," tegasnya.
Temuan ini sontak menimbulkan keraguan besar terhadap integritas dan akurasi proses verifikasi data yang selama ini dijalankan.
Atas dasar serangkaian kejanggalan tersebut, warga memohon dengan sangat agar pihak berwenang segera melakukan peninjauan kembali dan audit menyeluruh terhadap data penerima di wilayah mereka.
Harapannya, bantuan dapat kembali ke tujuan mulianya, yakni menopang hidup mereka yang paling membutuhkan.
Keluhan serupa dilaporkan seorang ibu hamil.
Di saat perutnya semakin membesar, seorang ibu hamil di Kabupaten Banyumas justru harus menelan pil pahit.
Namanya tiba-tiba dicoret dari daftar penerima Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sosial yang selama ini menjadi salah satu penopang hidup keluarganya.
Melalui sebuah aduan publik pada Rabu (18/6/2025), ia menyuarakan protesnya yang berlandaskan rasa keadilan.
Kekecewaannya memuncak saat ia membandingkan nasibnya dengan para penerima bantuan lain di lingkungannya yang ia nilai jauh lebih sejahtera.
"Berbanding terbalik dengan yang lain, rumahnya bagus-bagus, emas pada pakai, punya tanah, punya sawah, tapi mereka masih menerima," tulisnya dalam aduan tersebut.
Ia pun memaparkan kondisinya yang menurutnya sangat layak dibantu.
Saat ini, ia tidak hanya sedang mengandung, tetapi juga masih menanggung dua anak kecil yang membutuhkan biaya sekolah dan bahkan belum memiliki rumah sendiri.
"Padahal saya lagi hamil dan mempunyai dua anak lagi, rumah saja saya belum punya, anak masih kecil-kecil dan masih membutuhkan biaya buat sekolah," ratapnya.
Penghentian bantuan yang tiba-tiba ini menimbulkan pertanyaan besar tentang akurasi data dan proses verifikasi penerima bansos di lapangan.
Merasa diperlakukan tidak adil, sang ibu memberanikan diri untuk bersuara dan memohon perhatian dari pemerintah daerah.
"Apakah adil...????? Mohon bantuannya pemerintah Banyumas," tutupnya.