TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan masih ada kemungkinan untuk menjerat tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara (Sumut) dalam proyek pembangunan jalan.
Pasalnya, hingga kini, KPK masih mendalami aliran dana pada perkara ini ditujukan kepada siapa saja.
Dalam konferensi pers, KPK memperlihatkan barang bukti berupa uang tunai Rp231 juta dalam kasus tersebut.
Adapun, uang Rp231 juta itu merupakan bagian dari Rp2 miliar yang sebelumnya ditarik oleh pihak swasta, diduga merupakan sebagian atau sisa komitmen fee dari proyek pembangunan jalan itu.
Sementara sisanya Rp769 juta, kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, diketahui telah didistribusikan.
"Saat ini, ada Rp231 juta yang menjadi barang bukti, yang merupakan bagian dari Rp2 miliar. Tentu, kami akan mencari aliran uang yang selebihnya didistribusikan," beber Asep dalam konferensi pers, dikutip dari Tribun-Medan.com, Senin (30/6/2026).
Oleh karena itu, Asep mengatakan, KPK akan menelusuri kemana saja uang tersebut mengalir.
"Tentu, kami saat ini sedang mengikuti kemana aliran uang itu. Kalau nantinya, aliran itu benar adanya kepada siapapun termasuk ke gubernur atau sesama kadis, akan kita panggil. Kita berkoordinasi dengan PPATK," ujarnya.
Dalam hal ini, Asep juga menegaskan, KPK tidak akan membuat pengecualian, termasuk kepada Gubernur Sumut, Bobby Nasution sekalipun.
"Tidak ada yang namanya kita kecualikan. Kalau memang uang itu bergerak ke kepala dinas atau gubernurnya, kita akan panggil. Ditunggu saja," tutur Asep.
Sebelumnya, KPK menyampaikan, 1 dari 6 orang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tersebut masih berstatus sebagai saksi.
Apabila saat pendalaman terbukti yang bersangkutan ikut serta berperan dalam kasus tersebut, maka akan ditetapkan sebagai tersangka, termasuk kepada pihak lain.
"Yang satu orang itu, setelah kita periksa dan dalami, perbuatan-perbuatannya itu belum cukup bukti sebagai pelaku. Kategorinya, saksi. Tetapi, ini baru permulaan."
"Ketika nanti pendalaman, kita juga akan melakukan upaya paksa lainnya; penggeledahan, dan lain-lainnya," ujar Asep.
"Apabila orang ini terbukti ikut melakukan tindakan korupsi ini, maka tidak tertutup kemungkinan sebagai tersangka. Termasuk yang lain juga," terangnya.
Sebelumnya, kata Asep, awal mula kasus terbongkar karena ada penarikan uang Rp2 miliar oleh pihak swasta yang kini menjadi tersangka, yakni M. Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG) dan M. Rayhan Dulasmi Pilang(RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN).
Uang tersebut kemudian telah didistribusikan kepada pihak-pihak yang terkait.
“Kita memonitor bahwa ada penarikan sebesar Rp2 miliar yang dilakukan saudara KIR dan RAY, kemudian dibagi-bagi dan disalurkan ke beberapa tempat. Sisanya, sebesar Rp231 juta, kita temukan di rumah KIR,” jelasnya.
"Ada yang diberikan secara tunai, ada yang transfer. Ini sedang kita ikuti, kalau nanti ke siapa pun, ke atasannya, atau ke sesama kadis (kepala dinas) atau ke gubernur kemana pun, dan kami yakini, kami kerja sama dengan PPATK untuk melihat kemana saja uang itu bergerak, kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan dan bagaimana uang itu bisa sampaikan ke yang bersangkutan," ujar Asep.
Dalam kasus ini, diketahui sudah ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pada dua dinas; Dinas PUPR Sumut dan PJN Wilayah I Sumut.
"Kelima tersangka akan ditahan selama 20 hari sejak tanggal 28 Juni 2025 hingga 17 Juli 2025 di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih," tutur Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (28/6/2025).
Adapun, dua tersangka berasal dari Dinas PUPR Provinsi Sumut, yakni Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Heliyanto (HEL), selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut.
Kemudian, sisanya dari pihak swasta, yakni M. Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG), M. Rayhan Dulasmi Pilang(RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN), dan Topan Obaja Putra selaku Kadis PUPR Sumut.
Atas perbuatan tersebut, Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, total nilai proyek setidaknya ada sebesar Rp231,8 miliar.
"Total nilai proyek setidaknya sejumlah Rp231,8 miliar. KPK masih akan menelusuri dan mendalami proyek-proyek lainnya," kata Asep.
Adapun, dalam giat OTT kali ini, KPK mengungkap dua kasus sekaligus.
Kasus pertama terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, yaitu:
Kemudian, perkara kedua terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut, yaitu:
Beberapa bulan lalu, Asep menyampaikan KPK menerima informasi dari masyarakat yang curiga adanya dugaan tindak pidana korupsi, sebab melihat kualitas jalan yang kurang bagus.
"Sejak beberapa bulan yang lalu itu ada informasi dari masyarakat kepada kami terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi."
"Adanya infrastruktur di wilayah tertentu di Sumatera Utara kualitasnya yang memang kurang bagus," kata Asep.
Karena hal tersebut, masyarakat menduga adanya dugaan korupsi dalam pembangunan jalan itu.
Hingga akhirnya, KPK memutuskan untuk melakukan pemantauan.
"Sekitar awal minggu ini, kami sudah mendapatkan informasi ada penarikan uang sekitar Rp2 miliar dari pihak swasta yang kemungkinan besar uang Rp2 miliar ini akan dibagi-bagikan kepada pihak-pihak tertentu," ujar Asep.
Adapun, pihak tertentu yang dimaksud adalah pejabat pemerintahan di Sumut, salah satunya adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.
"Pihak swasta ini berharap untuk memperoleh proyek terkait dengan pembangunan jalan," kata Asep.
Dalam hal ini, Asep juga meminta masyarakat segera membuat laporan manakala ada menemukan, melihat, dan mendengar adanya dugaan tindak pidana korupsi.
"KPK mengimbau kepada pihak-pihak terkait agar kooperatif dalam proses penegakan hukum tindak pidana korupsi. KPK juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang telah melaporkan perkara ini," terangnya.
"Dan, KPK juga mengimbau masyarakat di daerah lainnya, apabila melihat, mendengar terkait dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi bisa dilaporkan kepada KPK atau aparat penegak hukum lainnya," sambungnya.
"KPK menyadari sektor pengadaan barang dan jasa adalah sektor yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi, maka KPK terus melakukan pendampingan terhadap pemerintah daerah," kata Asep.
(Rifqah/Ilham) (Tribun-Medan.com/Maurits)