Sultan Ground Dikuasai Sepihak, Keraton DIY Siap Tertibkan Bangunan Ilegal di Pantai Sanglen
GH News June 30, 2025 10:04 PM

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTAKeraton Ngayogyakarto Hadiningrat melalui Kawedanan Panitikismo akan melakukan penertiban terhadap puluhan bangunan liar yang berdiri di atas tanah Kasultanan (Sultan Ground/SG) dan tanah Kalurahan di kawasan Pantai Sanglen, Kalurahan Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, Gunungkidul.

Aksi tegas ini dijadwalkan berlangsung dalam dua pekan ke depan, menyusul terus bertambahnya bangunan ilegal yang tidak memiliki dasar hukum.

Langkah ini merupakan bagian dari penataan wilayah pesisir selatan DIY untuk memastikan pemanfaatan lahan berjalan sesuai peraturan yang berlaku.

“Kami tidak bisa membiarkan pelanggaran ini terus berlanjut. Penertiban akan dilaksanakan agar tata kelola kawasan bisa kembali tertib,” tegas KRT Suryo Satriyanto, Penghageng II Kawedanan Panitikismo dalam siaran pers, Senin (30/6/2025).

Bangunan Liar Tumbuh Subur Meski Sudah Diimbau

Penataan kawasan Pantai Sanglen sejatinya telah dimulai sejak 2021. Kala itu, Keraton bersama kepolisian menindak tegas transaksi ilegal dan pemasangan patok liar di kawasan Gunung Sanglen. Puncaknya, pada Juni 2022, Keraton resmi memberikan Surat Palilah kepada PT Biru Bianti Indonesia sebagai pengelola kawasan, disusul nota kesepahaman dengan Kalurahan Kemadang yang menjamin keterlibatan warga lokal.

Namun, pada akhir 2024, muncul kelompok bernama Paguyuban Sanglen Berdaulat yang secara sepihak membangun lebih dari 50 bangunan tanpa izin, meski telah ditolak dan diimbau untuk menghentikan aktivitas. “Mediasi yang dijadwalkan hari ini batal karena pihak paguyuban tidak hadir. Maka forum dialihkan menjadi rapat koordinasi untuk menyusun strategi penertiban,” terang KRT Suryo.

Lahan Legal, Tapi Dikuasai Sepihak

Keraton menegaskan bahwa dua jenis lahan yang akan ditertibkan adalah Tanah Kasultanan dan Tanah Kalurahan. Surat izin resmi telah diterbitkan, baik melalui Surat Palilah (SG) maupun SK Gubernur DIY No. 72/IZ/2025 untuk tanah desa seluas 30.000 m². Pemerintah Kalurahan Kemadang juga memastikan lahan desa tidak dalam sengketa, sedangkan yang dikuasai oleh paguyuban adalah tanah Kasultanan tanpa dasar hukum.

“Sebagian besar anggota paguyuban bukan warga lokal. Verifikasi sedang dilakukan, dan jika ada warga asli yang belum terakomodasi sebelumnya, akan dipertimbangkan sesuai kuota,” jelas Lurah Kemadang dalam kesempatan yang sama.

Penertiban Sesuai Aturan, Masyarakat Lokal Tetap Diakomodasi

Proses penertiban akan dimulai dari surat imbauan, dilanjutkan dengan surat teguran, hingga tindakan lapangan jika tidak ada respons. Penertiban ini juga menjadi implementasi prinsip Tertib Administrasi Pertanahan sebagaimana tertuang dalam Perdais No. 1 Tahun 2017, serta Pergub DIY No. 33/2017, No. 49/2018, dan No. 24/2024.

Keraton juga menegaskan bahwa warga lokal yang telah menjalankan usaha secara sah, termasuk melalui BUMKal dan Pokdarwis, akan tetap diikutsertakan dalam pengembangan kawasan.

“Siapa pun yang ingin memanfaatkan tanah SG maupun tanah desa, selesaikan dulu urusannya secara administratif. Ini demi ketertiban bersama,” tegas KRT Suryo.

Dalam rapat koordinasi yang membahas tanah SG di Gunungkdul, turut dihadiri oleh perwakilan Kapolres Gunungkidul, Kapolsek Tanjungsari, Tim Hukum Kasultanan, Satpol PP, serta Dinas Pertanahan DIY dan Kabupaten Gunungkidul, serta pihak pengelola PT Biru Bianti Indonesia. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.