Industri Tembakau: Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan
GH News July 01, 2025 04:04 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tembakau telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas ekonomi dan budaya Indonesia. Dari kawasan Madura hingga Bima, komoditas ini bukan sekadar tanaman pertanian, melainkan simbol warisan tradisional yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. 

Budaya menanam, memanen, dan mengolah tembakau diwariskan turun-temurun, menjadi elemen penting dalam praktik sosial dan ritual lokal di banyak daerah. 

Dalam konteks ini, tembakau tak hanya dipandang sebagai komoditas dagang, tetapi juga sebagai bagian dari struktur budaya dan kearifan lokal yang memberi makna pada kehidupan sehari-hari petani dan komunitasnya.

Secara ekonomi, industri hasil tembakau (IHT) memainkan peran strategis dalam menyerap tenaga kerja dan menopang pendapatan jutaan keluarga. Dari proses budidaya, panen, pengolahan, hingga distribusi, IHT menciptakan mata rantai ekonomi yang luas dan padat karya. 

Sekitar 99,6% produksi tembakau nasional berasal dari petani rakyat, mencakup sekitar 2,3 juta keluarga yang menggantungkan hidupnya pada tanaman ini. 

Kontribusi Ekonomi Tembakau

Pada tahun 2023, penerimaan negara dari cukai tembakau tercatat mencapai Rp 213,5 triliun, menjadikannya salah satu sumber penerimaan domestik terbesar di luar pajak. Selain itu, ekspor tembakau mentah dan produk turunan lainnya menyumbang sekitar Rp 3,28 triliun, memperkuat posisi komoditas ini sebagai penopang neraca perdagangan nonmigas. 

Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa tembakau tidak hanya penting bagi petani, tetapi juga bagi ketahanan fiskal dan neraca pembayaran nasional. Namun, di balik kontribusi strategis ini, industri tembakau tengah menghadapi tekanan besar, bagaimana mempertahankan ekonomi pertembakauan tanpa mengabaikan isu kesehatan publik dan tuntutan global untuk menurunkan konsumsi rokok.

Ekosistem pertembakauan di Indonesia sangat terintegrasi, melibatkan jutaan individu dari berbagai lini, mulai dari petani, buruh linting, pengusaha kecil-menengah, hingga eksportir. Rantai pasoknya terbentang panjang dari kebun rakyat hingga ke gudang ekspor di pelabuhan. 

Dirjend Industri Agro Kementerian Perindustrian, menyebut bahwa jutaan orang menggantungkan hidup pada sektor ini. Pada tahun 2024, penerimaan cukai kembali melonjak menjadi Rp 216 triliun, sementara nilai ekspor produk tembakau seperti rokok, cerutu, dan komoditas pendukung lainnya meroket ke angka US$1,7 miliar, meningkat 21,7% dari tahun sebelumnya. 

Ketergantungan ekonomi terhadap tembakau, baik di tingkat mikro maupun makro, membuat sektor ini rentan terhadap perubahan kebijakan. Dengan sekitar 99,6% produksi berasal dari petani kecil dan perkebunan rakyat, setiap penyesuaian regulasi, baik yang menyangkut cukai, larangan iklan, maupun pembatasan konsumsi, berpotensi memukul jutaan keluarga. 

Tantangan menjadi semakin kompleks ketika pemerintah harus menyeimbangkan antara kepentingan kesehatan masyarakat dan perlindungan terhadap mata pencaharian petani tembakau. 

Tekanan Iklim dan Perubahan Pasar

Industri tembakau Indonesia kini menghadapi tekanan ganda yang datang dari dua arah utama, yaitu perubahan iklim dan regulasi kesehatan global. Ketidakstabilan iklim telah mempersulit siklus tanam yang selama ini mengandalkan musim kemarau untuk menghasilkan daun tembakau berkualitas tinggi. 

Penelitian dari Universitas Gadjah Mada mencatat bahwa fenomena iklim seperti ENSO (El Niño–Southern Oscillation) dan Indian Ocean Dipole telah menyebabkan hujan deras justru terjadi saat musim kemarau, sehingga memangkas produktivitas tembakau secara drastis. 

Bagi petani tembakau, kondisi ini mengakibatkan kerugian besar karena daun menjadi lembap, sulit dijemur, dan menurunkan mutu panen yang berdampak langsung pada harga jual.

Di sisi regulasi, tekanan datang dari implementasi kerangka kebijakan kesehatan global seperti WHO Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Aturan ini mendorong pemerintah untuk memperketat produksi, promosi, dan konsumsi tembakau, termasuk melalui kenaikan tarif cukai, pembatasan iklan, dan perluasan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). 

Kampanye antirokok yang makin masif, baik di dalam negeri maupun global, turut menurunkan permintaan produk tembakau. Akibatnya, petani menghadapi ketidakpastian pasar. Kekhawatiran mereka bertambah karena biaya produksi terus naik, terutama akibat kenaikan harga pupuk, pestisida, dan ongkos tenaga kerja.

Tambahan tekanan muncul dari pergeseran pasar tembakau dari tren konsumsi masyarakat, terutama munculnya rokok elektrik atau vape. Produk ini berkembang pesat di kalangan anak muda dan digadang-gadang sebagai alternatif ‘lebih aman’ dari rokok konvensional. 

Padahal, laporan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menunjukkan risiko serius dari vaping, seperti penyakit paru EVALI (E-cigarette or Vaping Product Use-Associated Lung Injury), serta kecanduan nikotin yang lebih tinggi karena konsentrasi zat dalam cairan vape lebih pekat. 

Di Indonesia, regulasi terhadap vape masih longgar sehingga celah untuk distribusi ilegal sangat besar. Pergeseran konsumsi dari rokok ke vape ini bukan hanya mengancam permintaan terhadap tembakau baku, tetapi juga menimbulkan tantangan kesehatan baru yang sama seriusnya.

Diperlukan pendekatan kebijakan tembakau yang lebih adil, adaptif, dan berjangka panjang. Solusi yang hanya menekankan pembatasan konsumsi tanpa memikirkan keberlanjutan ekonomi petani akan menimbulkan resistensi dan ketimpangan. 

Sebaliknya, mempertahankan industri tembakau tanpa reformasi akan memperburuk krisis kesehatan. Pemerintah perlu merumuskan strategi transisi yang bijak, seperti mendorong diversifikasi pertanian di daerah sentra tembakau, memberi insentif inovasi produk tembakau non-konsumsi, serta mengatur pasar vape secara ketat agar tidak menjadi ancaman baru. 

Hilirisasi dan Diversivikasi Produk

Potensi hilirisasi dan diversifikasi tembakau harus menjadi agenda strategis nasional di tengah tekanan terhadap industri rokok. Tanaman ini menyimpan beragam senyawa bioaktif, seperti nikotin dan alkaloid, yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan non-konsumsi. 

Nikotin, misalnya, telah lama digunakan dalam terapi pengganti bagi perokok yang ingin berhenti, dan kini para ilmuwan meneliti potensi senyawa tembakau untuk pengobatan penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson. 

Tembakau juga menyumbang solusi pertanian berkelanjutan, kandungan insektisida alaminya dapat dikembangkan sebagai pestisida nabati ramah lingkungan. 

Di lapangan, inovasi terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Pemanis dan Serat (dulu bernama Balittas), Kementerian Pertanian, telah merilis varietas unggul seperti Prancak T1 dan T2 yang lebih produktif dan tahan penyakit, sejalan dengan penerapan teknik budidaya ramah lingkungan seperti vermikompos dan mulsa organik. 

Tak hanya di sektor hulu, peran sektor industri juga penting di hilir. Sebuah industri rokok nasional telah menggagas program kemitraan bina petani di Jawa Tengah yang berhasil meningkatkan pendapatan petani. 

Model kolaborasi antara pemerintah, industri, dan petani ini membuktikan bahwa peningkatan kesejahteraan petani bisa berjalan beriringan dengan peningkatan kualitas produksi. 

Penyusunan peta jalan industri tembakau nasional menjadi langkah mendesak, agar arah pembangunan tidak semata berfokus pada pembatasan konsumsi. Kebijakan insentif untuk riset dan inovasi hilirisasi, pemanfaatan pupuk organik, serta pembibitan modern perlu diperkuat.  

Di titik inilah visi tembakau berkelanjutan diuji, bukan sekadar menjaga produksi, tetapi menciptakan sistem yang inklusif, di mana petani diberdayakan, industri diarahkan pada nilai tambah, dan kesehatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.

***

*) Oleh : Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat BRMP Perkebunan, Kementerian Pertanian.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.