TRIBUNJATIM.COM - Seorang investor ditipu pengusaha skincare di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Korban inisial SN (25) mengatakan, dirinya mengalami kerugian hingga setengah miliar rupiah.
Oleh pelaku, SN dijanjikan keuntungan rutin setelah menjalin kerja sama usaha.
Kejadian bermula pada 21 Desember 2023, ketika seorang pengusaha inisial MA datang menawarkan kerja sama bisnis skincare.
Ia mengiming-iming keuntungan bulanan yang didapat sebesar Rp30 juta.
Tertarik dengan tawaran tersebut, korban mentransfer dana sebesar Rp240 juta dalam kurun waktu 21 hingga 26 Desember 2023.
Namun, keuntungan yang dijanjikan tidak pernah terealisasi.
"Di akhir Desember, saya hanya menerima Rp20 juta, jauh dari janji awal," katanya kepada TribunnewsSultra.com, pada Jumat (4/7/2025) lalu.
Tak lama berselang, pada Januari 2024, MA kembali meminta tambahan modal sebesar Rp250 juta.
Padahal, keuntungan dari investasi sebelumnya belum sepenuhnya dibayarkan.
Korban mengaku masih memberikan dana tambahan karena percaya pada komitmen MA.
Lalu pada 22 Februari 2024, MA kembali meminjam dana sebesar Rp50 juta.
Saat itu, ia berjanji akan mengembalikannya dalam waktu satu bulan.
Maka total dana yang telah diserahkan korban mencapai Rp540 juta.
Namun hingga saat ini, dana tersebut belum juga dikembalikan sepenuhnya.
Bahkan, sejak Januari 2025, korban mengaku tidak lagi menerima keuntungan sama sekali.
"Komunikasi dengan MA pun menjadi sangat sulit. Suaminya juga sulit dihubungi," jelas SN.
Korban sempat menghubungi suami MA untuk menagih pengembalian dana.
Dalam pesan WhatsApp tertanggal 22 November 2024, suami MA menyampaikan permohonan maaf.
Ia meminta waktu hingga tahun 2025 dengan alasan sedang menunggu penyambungan kembali dengan pihak bank.
"Dia bilang uang saya akan dikembalikan, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan."
"Malah nomor saya diblokir, baik oleh MA maupun suaminya," jelasnya.
Lebih lanjut, korban mengaku telah mendengar seluruh aset milik MA telah disita oleh pihak bank di Kota Baubau.
Hingga kini, keberadaan pasangan suami istri tersebut tidak diketahui SN.
Namun, alih-alih mendapatkan keadilan, korban justru dilibatkan dalam proses hukum sebagai saksi atas pengaduan dari suami MA, AA, terkait dugaan tindak pidana pencurian dan pemberatan.
Korban dipanggil setelah mengambil sejumlah barang dari rumah MA, sebagai jaminan pengembalian berdasarkan kuitansi yang telah disepakati.
Namun, suami MA tidak terima dan melaporkan SN ke Polres Baubau.
Korban mengaku menerima undangan klarifikasi dari pihak Polres Baubau pada 8 Mei 2025, untuk hadir pada 10 Mei 2025.
Meski telah memberikan keterangan, permintaan korban agar saksi yang diajukannya turut diperiksa, belum mendapat tindak lanjut dari penyidik.
"Pada 26 Juni, saya kembali menerima surat panggilan sebagai saksi pertama dan pemberitahuan dimulainya penyidikan. Saya sangat keberatan karena saksi yang saya ajukan belum diperiksa," jelasnya.
Korban tetap memenuhi panggilan tersebut dan memberikan keterangan sebagai saksi pada 1 Juli 2024.
Ia berharap pihak kepolisian dapat memproses kasus ini secara adil dan transparan.
"Saya hanya ingin keadilan dan dana saya dikembalikan."
"Jangan sampai korban justru diperlakukan seperti pelaku," ujarnya.
Sementara pihaknya juga telah melaporkan kasus ini di Polda Sultra pada 21 Maret 2025, terkait kasus penipuan dan penggelapan.
"Saya sudah laporkan di Polda Sultra, semoga bisa ditindak lanjuti," ujarnya.
TribunnewsSultra.com juga berupaya menghubungi pihak MA melalui telepon WhatsApp terkait hal ini.
Status telepon berdering, namun tidak ada respons.
Sementara itu di Jawa Timur, polisi Kabupaten Bangkalan dan istrinya tengah diperiksa Propam Polres Bangkalan karena menipu wanita penyandang disabilitas fisik.
Oknum polisi berinisial MH bersama istrinya, MF, terlibat kasus dugaan penggelapan uang terhadap Sumini (47), warga Desa Paseseh, Kecamatan Tanjung Bumi.
Kasus bermula saat MH dan MF mendatangi Sumini yang juga tetangganya.
Pasangan suami istri ini awalnya mengajak Sumini menginvestasikan uangnya di sebuah koperasi yang ada di instansi MH.
Tak hanya itu, Sumini juga diiming-imingi akan mendapatkan bunga yang tinggi dari hasil investasi tersebut.
"Jadi Bu Sumini itu diminta menyetorkan uang Rp60 juta ke oknum ini dan dijanjikan akan mendapatkan penghasilan Rp800.000 per bulan," ujar kuasa hukum Sumini, Hendrayanto, Selasa (20/5/2025).
Tak hanya itu, Sumini yang merupakan perempuan penyandang disabilitas fisik juga dijanjikan akan mendapatkan uangnya kembali setelah menginvestasikan uang Rp60 juta tersebut selama satu tahun.
"Karena iming-iming itu, Bu Sumini menyerahkan uangnya mulai Januari 2023 dan seharusnya uang itu dikembalikan Januari 2024," ungkap Hendrayanto.
Namun, setelah lewat satu tahun, Sumini tak mendapatkan uangnya kembali.
Bahkan, Sumini menunggu sampai satu tahun kemudian hingga 2025, tapi MH tak kunjung mengembalikan uangnya.
"Maka kami ke Propam Polres Bangkalan pada bulan Februari itu untuk meminta pertanggungjawaban dari oknum itu," imbuh Hendrayanto.
Hendra mengatakan, dari laporan ini terbukti bahwa uang milik Sumini tak pernah disimpan di koperasi instansi MH.
Diduga, uang tersebut malah digunakan sendiri oleh MH dan keluarganya.
Setelah laporan tersebut dibuat, MH sempat mengajukan mediasi dengan membuat pernyataan akan mengembalikan uang milik Sumini.
Namun, setelah batas waktu yang telah ditentukan, Sumini juga masih tak menerima uang tersebut.
"Untuk kasusnya masih terus berjalan. Kamis lalu, Bu Sumini diperiksa sebagai saksi di Propam. Jadi perkaranya terus berjalan," tutur Hendrayanto, dilansir dari Kompas.com.
Sementara itu, Kasi Propam Polres Bangkalan, Sucipto mengaku, saat ini pihaknya terus memproses kasus yang diduga melibatkan oknum anggota kepolisian tersebut.
Kasus tersebut saat ini sudah naik ke tahap penyidikan.
"Untuk MH sudah cukup bukti adanya pelanggaran, sehingga saat ini sudah dibuatkan laporan polisi (LP) dan statusnya naik penyidikan," ungkapnya.
Menurut Sucipto, MH tak menyanggupi pernyataan kesanggupan pengembalian uang terhadap korban.
Akibatnya, MH dinilai melakukan pelanggaran kode etik sehingga kasus itu terus berlanjut.
"Sesuai pernyataan, bersangkutan tidak memenuhi janjinya. Soal pengembalian sanggup atau tidak, kita tidak masuk ranah itu. Namun, kami masuk ranah pelanggarannya karena tidak mengembalikan sesuai pernyataan," pungkasnya.