Kriteria Mahar Pernikahan yang Ideal, Haruskah Emas dan Mahal?
Mia Della Vita July 09, 2025 10:34 PM

Mahar bisa menjadi penghalang bagi sebagian orang untuk melangsungkan pernikahan. Padahal, sebaik-baiknya mahar adalah yang tidak memberatkan kedua belah pihak.

Mahar yang terlalu tinggi justru bisa menciptakan masalah. Ini berlaku baik dari sisi keuangan maupun mental pasangan yang ingin membina rumah tangga. Oleh karena itu, inilahkriteria mahar pernikahan yang ideal.

Kriteria Mahar Pernikahan yang Ideal

Islam mengajarkan bahwa pernikahan seharusnya menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan malah menjadi beban. Dalam memilih mahar, sebaiknya kita mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

Sunnah tersebut menekankan kesederhanaan dan menghindari sikap berlebihan. Mahar yang ringan dan sesuai kemampuan akan lebih mendekatkan pasangan pada tujuan utama pernikahan. Tujuannya adalah hidup bersama dalam kebahagiaan dan keberkahan.

Dikutip dari NU.or.id, Rabu (9/7/2025), Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan hal ini. Beliau menyatakan bahwa disunahkan untuk meringankan mahar. Selain itu, kita juga tidak dianjurkan untuk memahalkan mas kawin.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Perkawinan yang paling tinggi keberkahannya adalah perkawinan yang paling ringan ongkosnya.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Wanita yang paling tinggi keberkahannya adalah ia yang menetapkan ringan maharnya.” Hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan disahihkan oleh Al-Hakim dari Uqbah bin Amir juga menegaskan, “Mahar terbaik adalah mas kawin yang paling ringan.”

Tujuan utama dari prinsip meringankan mahar ini sangat jelas. Ini adalah untuk memudahkan pernikahan, terutama bagi pemuda. Dengan demikian, mereka tidak terhalang untuk menikah hanya karena mahar yang tinggi.

Mahar yang terlalu mahal bisa menjadi penghalang. Ia bahkan dapat menyebabkan dampak sosial dan moral yang negatif. Salah satunya adalah munculnya perasaan tidak suka atau kebencian di hati suami.

Ini bisa terjadi akibat beban mahar yang berat. Dengan demikian, tujuan utama mengurangi biaya mahar adalah untuk mempermudah dan mempercepat pernikahan. Hal ini juga untuk menghindari dampak buruk jika biaya pernikahan terlalu memberatkan.

Calon suami yang baik dan bertanggung jawab tentu ingin memberikan yang terbaik bagi perempuan yang dipujanya. Namun, ia juga harus mempertimbangkan kenyataan.

Pernikahan adalah perjalanan panjang yang membutuhkan persiapan matang. Persiapan ini meliputi materi maupun emosional. Oleh karena itu, mahar yang wajar dan sesuai kemampuan menjadi simbol keseriusan.

Ini juga tanpa harus membebani salah satu pihak. Jadi, kriteria mahar pernikahan paling ideal adalah bukan yang paling mahal, melainkan yang tidak membebani pihak laki-laki. Artinya, mahar tersebut tidak harus murah.

Namun, ia harus sesuai dengan kemampuan dan tidak memberatkan. Dalam Islam, mahar memang memiliki makna penting. Tetapi, tujuannya bukan untuk menciptakan beban finansial yang berlebihan.

Imbauan untuk Mempermudah Pernikahan

Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Lhokseumawe juga mengimbau warganya. Mereka diminta untuk tidak menjadikan mahalnya mahar dan resepsi sebagai hambatan. Hal ini agar dapat menjalankan sunnah Rasulullah SAW.

Imbauan ini disampaikan oleh Wakil Ketua I MPU Kota Lhokseumawe, Dr. Tgk. M. Rizwan Haji Ali, MA terkait dengan melonjaknya harga emas yang menembus angka enam juta rupiah per mayam. Kondisi ini mulai berdampak pada penyelenggaraan pernikahan di tengah masyarakat.

“Kita mengamati harga emas per mayam yang sudah tembus di atas enam juta rupiah. Ini jelas menjadi beban berat bagi calon pengantin dan keluarganya,” ujar Tgk. Rizwan kepada Serambinews.com.

Menurutnya, mahalnya mahar, resepsi mewah, dan tradisi adat yang kompleks kerap kali menjadi penghalang utama. Ini berlaku bagi pasangan muda untuk menikah. Padahal, pernikahan adalah jalan yang melindungi generasi muda dari pergaulan bebas dan kerusakan moral.

Tgk. Rizwan menegaskan bahwa syariat Islam sudah memberikan pedoman yang jelas. Pedoman ini mengenai mahar dan kemudahan pernikahan. Ia mengutip sabda Rasulullah SAW bahwa sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan.

“Mahar tidak mesti berupa emas. Bisa sesuatu yang bernilai atau bermanfaat,” terang Tgk. Rizwan. “Kalau pun tetap memilih emas, maka jangan dijadikan syarat yang memberatkan,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat Aceh untuk mulai mengevaluasi sejumlah tradisi yang dianggap membebani prosesi pernikahan. Contohnya "uang hangus", "isi kamar", "peuneuwo", hingga resepsi besar-besaran. Tradisi ini tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi sebagian besar keluarga.

“Kalau kita ingin menyelamatkan generasi muda, menyelamatkan keluarga dan masyarakat dari kerusakan, maka kita harus mulai dari mempermudah urusan pernikahan,” tegasnya. MPU Lhokseumawe berharap imbauan ini bisa menjadi bahan renungan. Ini berlaku bagi seluruh elemen masyarakat.

Tujuannya adalah agar semangat membangun keluarga tidak terkendala oleh tekanan ekonomi dan beban sosial yang tidak perlu. Dengan demikian, kriteria mahar pernikahan yang ideal adalah yang sesuai kemampuan, ringan, dan membawa keberkahan. Ini selaras dengan ajaran Islam yang mengutamakan kemudahan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangga.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.