Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin meminta Kementerian Dalam Negeri menindaklanjuti temuan dugaan keterlibatan pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil oleh Polri dalam sindikasi penjualan bayi yang terjadi di Bandung, Jawa Barat.
"Kami minta Kementerian Dalam Negeri responsif dan aktif dalam kasus dugaan keterlibatan oknum pegawai Dukcapil dalam kasus sindikasi penjualan bayi," kata Khozin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan perbuatan tersebut merupakan pelanggaran serius karena melanggar Pasal 77 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dalam hal manipulasi data kependudukan sehingga Kemendagri perlu segera melakukan audit di internal Dukcapil.
"Audit di internal Dukcapil harus segera dilakukan," ujarnya.
Menurut dia, kasus itu bukan kali pertama terjadi sebab sebelumnya juga pernah terjadi pemalsuan dokumen, terdiri atas dokumen kartu keluarga (KK), akta kelahiran, kartu tanda penduduk (KTP), dan paspor.
"Keterlibatan oknum Dukcapil ini kan bukan sekarang saja, sebelumnya dalam kasus serupa juga terjadi. Ini mestinya jadi alarm serius bagi Kemendagri. Ada persoalan dalam tata kelola adminduk kita," tuturnya.
Oleh sebab itu, dia meminta Kemendagri segera memetakan masalah terkait pemalsuan dokumen kependudukan tersebut.
"Kemendagri mestinya telah memiliki pemetaan masalah terkait pemalsuan dokumen kependudukan ini. Apalagi telah dilakukan digitalisasi data adminduk, tapi mengapa masih ada celah terjadi tindakan pemalsuan dokumen?" ucapnya.
Khozin menyoroti pula lemahnya sistem keamanan di internal Dukcapil yang berpotensi membuka ruang manipulasi dokumen lebih banyak lagi.
"Ini soal keamanan di internal Dukcapil yang rapuh, masih ada ruang manipulasi dokumen," katanya.
Khozin mendesak Kemendagri untuk meningkatkan mekanisme pengawasan di berbagai tingkatan Dukcapil dan tidak menganggap kasus tersebut sebagai masalah biasa.
Dia mengatakan penelusuran tuntas perlu dilakukan agar tidak persoalan serupa tidak kembali muncul di kemudian hari.
Sebelumnya, pada Kamis (17/7), Kepolisian Daerah Jawa Barat mengungkap pelaku perdagangan bayi ke Singapura memalsukan sejumlah dokumen kependudukan demi meloloskan bayi ke luar negeri.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Surawan mengatakan dokumen yang dipalsukan mencakup akta kelahiran, kartu keluarga (KK), identitas pelaku, hingga paspor.
"Dalam akta itu disampaikan bahwa orangtua kandungnya adalah yang ada dalam KK sehingga ini sudah ada unsur pemalsuannya," kata Surawan.
Surawan menyebut setelah akta dan dokumen lainnya selesai dipalsukan, bayi-bayi tersebut lalu diuruskan paspornya dan diberangkatkan ke Singapura melalui Jakarta.