Jakarta (ANTARA) - Kaops Satgas Damai Cartenz Brigjen Pol. Faizal Ramadhani mengatakan bahwa pihaknya menggunakan pendekatan kultural dan hukum dalam menangani kelompok kriminal bersenjata (KKB) dan kelompok kriminal politik (KKP).
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, Brigjen Pol. Faizal menerangkan bahwa ancaman situasi keamanan di Papua tidak hanya KKB, tetapi juga melalui gerakan ideologis yang terstruktur melalui KKP.
KKB, kata dia, selama ini dikenal dengan aksi brutal, menggunakan senjata api dan kekerasan untuk menciptakan gangguan keamanan, dan menyasar aparat serta masyarakat sipil.
Sementara itu, KKP justru bergerak lebih halus dengan menyusup lewat jalur intelektual, aksi massa, dan propaganda digital dengan tujuan akhir memisahkan Papua dari NKRI.
“Ini justru lebih berbahaya dalam jangka panjang karena dilakukan melalui proses kaderisasi, agitasi intelektual, dan pembentukan narasi tandingan terhadap negara,” katanya.
Brigjen Pol. Faisal mengungkapkan bahwa KKP memiliki struktur dan jaringan yang luas, baik di dalam maupun luar negeri.
Organisasi seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi garda depan dalam menyuarakan agenda separatisme, termasuk melalui lobi internasional dan pemanfaatan diaspora mahasiswa Papua di luar negeri.
Sedangkan di dalam negeri, kelompok ini menyusup melalui jaringan mahasiswa seperti Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang tersebar di berbagai kota studi.
“Kami mencatat banyak disinformasi dan narasi provokatif beredar di media sosial yang menyebut program-program pemerintah sebagai bentuk penjajahan baru. Padahal, program tersebut bertujuan menyejahterakan masyarakat Papua,” ucapnya.
Satgas Ops Damai Cartenz pun terus mengedepankan pendekatan hukum yang adaptif terhadap konteks sosial budaya Papua guna menangani masalah KKB dan KKP.
“Banyak warga yang secara adat merasa berkewajiban membantu saudaranya di KKB ataupun KKP meskipun tidak mendukung secara ideologis. Di sinilah kami melakukan pendekatan yang persuasif dan humanis. Pelaku utama tetap kami proses hukum, tetapi terhadap simpatisan, pendekatan antropologis menjadi kunci,” tuturnya.
Di sisi lain. Satgas Ops Damai Cartenz juga menghadapi tantangan berat. Hampir setiap tahun ada personel yang gugur dalam tugas.
Selain itu, keterbatasan infrastruktur, dukungan anggaran, dan sistem penghargaan yang belum optimal masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri.
Menurut Brigjen Pol. Faisal, secara eksternal, regulasi yang ada masih belum cukup kuat untuk menangani KKB dan KKP, utamanya dalam hal penanganan propaganda digital.
Jenderal polisi bintang satu itu pun mendorong agar adanya sinergisitas secara keseluruhan antarpemangku kepentingan guna menjaga stabilitas keamanan di Papua.
“Masalah Papua tidak bisa hanya dibebankan ke TNI-Polri. Penyelesaian di hulu seperti pendidikan, pembangunan, dan penguatan institusi adat harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh kementerian/lembaga. Kami butuh sinergi yang holistik,” ujarnya.