​Kami dari Kementerian HAM, sebagai bagian dari pemerintah, ya, tentu saja akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum terkait masukan-masukan yang ada di masyarakat dan akan terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Komisi III

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri (Wamen) HAM Mugiyanto mengatakan sudah tepat jika revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dilakukan secara cepat, tetapi tidak terburu-buru, karena mengingat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru akan segera berlaku.

“KUHP itu akan mulai berfungsi efektif tanggal 2 Januari 2026. Ini juga harus diimbangi oleh KUHAP yang juga harus ada penyesuaian. Menurut saya, sudah tepat ketika semangatnya adalah revisi ini dilakukan secara cepat, tapi tidak buru-buru,” katanya dalam diskusi bertajuk Revisi KUHAP dan Jaminan HAM di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, cepat dan tidak terburu-buru mencerminkan ada langkah kehati-hatian. Hal ini untuk memastikan bahwa revisi tersebut betul-betul menuju perbaikan, sekaligus memastikan aspirasi yang berkembang di masyarakat dapat diakomodasi.

Kementerian HAM, imbuh Mugiyanto, juga mempunyai kepentingan dalam RKUHAP. Ia menyebut kementeriannya bertanggung jawab untuk memastikan terpenuhinya aspek pemajuan, penghormatan, pelindungan, penegakan, dan penghormatan (P5) HAM.

“Artinya, regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah itu harus berpegangan pada lima ‘P’ tadi. Kalau dalam konteks yang kita bicarakan, ya, ada perlindungan HAM terhadap saksi, tersangka, dan sebagainya,” ucap dia.

Bagi Mugiyanto, RKUHAP sebagai penyempurnaan dari KUHAP lama yang sudah berlaku 44 tahun itu disusun untuk mencari titik keseimbangan antara ketertiban hukum dan pelindungan HAM. Meskipun sulit, dia tetap optimistis hal itu dapat dicapai.

Dia menyebut pelindungan HAM terhadap masyarakat sudah diakomodasi dalam RKUHAP yang sedang bergulir di Komisi III DPR RI, karena secara eksplisit, saksi sudah dibolehkan untuk didampingi advokat sejak tahapan penyelidikan.

Kendati begitu, Mugiyanto menegaskan masih ada ruang untuk perbaikan lebih lanjut. Dalam hal ini, dia mendorong pemerintah dan DPR untuk menelaah masukan dan kritik dari kelompok masyarakat sipil.

Ia turut menekankan pentingnya penerapan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diamanatkan Mahkamah Konstitusi dan sudah menjadi kesepakatan global dalam proses legislasi.

Meaningful participation itu tidak hanya didengarkan atau dihadirkan, tapi lebih dari itu. Jadi, memastikan masukannya didengar, dimasukkan atau tidak; dan kalau tidak, kenapa? Jadi ada proses engagement (keterlibatan), dialog, seperti itu sehingga semua pihak bisa menerima,” tuturnya.

Mugiyanto menegaskan Kementerian HAM terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait maupun parlemen demi memastikan tercapainya partisipasi bermakna tersebut.

“​Kami dari Kementerian HAM, sebagai bagian dari pemerintah, ya, tentu saja akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum terkait masukan-masukan yang ada di masyarakat dan akan terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Komisi III,” ucapnya.