Di situs Karangsambung, yang sekarang bagian dari Geopark Kebumen, kita akan melihat bagaimana proses terbentuknya Pulau Jawa.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Tak banyak yang tahu bahwa di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, terdapat sebuah situs geologi yang sudah diakui dunia. Itu adalah situs geologi Karangsambung, yang sekarang dikenal sebagai bagian dari Geopark Kebumen.
Di Karangsambung kita akan belajar dan mengetahui lebih jauh bagaimana bentuk batuan dasar yang membentu Pulau Jawa. "Kawasan cagar alam geologi seluas sekitar 22 ribu hektar itu layaknya kota hitam (black box) bagi segala proses alam semesta," tulis Gregorius Magnus Fineso dalam artikelnya Memahami Semesta di Karangsambung yang tayang di Kompas.com pada 12 November 2012 lalu.
Situs Karangsambung adalah sebuah area perbukitan yang letaknya sekitar 19 km sebelah utara pusat kota Kebumen. Masih menurut Gregorius, beberapa pakar geologi menyebut Situs Karangsambung sebagai Yellowstone National Park-nya Indonesia.
Di situs tersebut ada berbagai monumen geologi yang unik. Katanya, wilayah ini dulunya, sekitar 120 juta tahun yang lalu, merupakan dasar laut dan menjadi pertemuan lempeng benua dan samudera yang membuatnya terangkat. Proses subduksi selama ratusan juta tahun menyebabkan batu-batuan purba itu tersingkap ke permukaan.
Mengutip Kompas.ID, pada 30 November 2018, Geopark Karangsambung-Karangbolong yang memiliki luas 543.599 kilometer persegi ditetap sebagai geopark nasional. "Kawasan yang punya beragam morfologi, mulai dari perbukitan, lembah, dataran, hingga pantai, ini mencakup 117 desa di 12 kecamatan di Kebumen," tulisMegandika Wicaksono dalam artikel berjudul "Merengkuh Lantai Samudra yang Tersingkap di Kebumen".
Di geopark itu terdapat 59 situs utama yang terdiri atas 41 situs geologi (geosite), 8 situs biologi, dan 10 situs budaya. Menurut Peneliti Utama Balai Informasi dan Konervasi Kebumian Karangsambung LIPI (sekarang BRIN) Chusni Ansori, di Karangsambung sampai Karangbolong mempunyai enam periode sejarah geologi sejak 117 juta tahun yang lalu hingga sekarang.
Jalan menuju lokasi ini berkelok sejajar dengan aliran Sungai Luk Ulo di sebelah barat dan tebing-tebing batu di sebelah timur. "The present is the key to the past. Bahwa apa yang kita lihat hari ini adalah kunci memahami masa lalu. Pada batu di bagian atas watu kelir adalah batuan beku yang bentuknya seperti kenong dan gong. Karena bentuknya juga seperti bantal, maka disebut juga lava bantal," ujar Chusni, dikutip dari Kompas.ID.
Batuan beku lava bantal itu terjadi karena aktivitas vulkanik yang ada di permukaan. Jika batuan beku di dalam perut bumi, dapat menghasilkan batuan beku dalam."Di permukaan pun, bisa di darat dan bisa di laut. Gunung itu menghasilkan magma, bisa di darat dan di laut. Kalau di laut, dapat menghasilkan struktur pillow atau bantal," tambahnya.
Menurutnya, di situ terdapat batuan berwarna merah muda yang jika diamati lebih detail bagian bawahnya mempunyai gradasi warna yang beragam. Ada yang merah muda, ada yang merah hati ayam. Dia bilang, itu adalah batuan sedimen dengan adanya perselang-selingan antara batu rijang dan batu lempung merah gampingan, dikenal sebagai Watu Kelir.
Di batuan itu terdapat fosil yang setelah diteliti ternyata ia identik dengan kedalaman 4000 meter. Itu berati, ketika batu ini terbentuk ia berada di kedalaman 4.000 meter."Usia batuan di sini sekitar 81-80 juta tahun. Artinya, 80 juta tahun lalu, tempat kita berada saat ini adalah dasar samudra," katanya.
Sebagaimana disebut di awal, Karangsambung adalah tempat pertempuan lempeng Samudra Hindia-Australia dan lempeng Benua Eurasia. Kondisi itu membuat batuan yang ada di situ beraneka ragam dan bercampur aduk yang disebut melange. Akibat gaya tektonik yang sangat kuat, daerah ini mulai terangkat di atas muka laut.
Dari penelitian geokimia, kata Chusni, batuan-batuan di Watu Kelir itu merupakan bagian dari lempeng Samudra Hindia-Australia."Bagi orang geologi, kalau ke Karangsambung belum ke tempat ini, itu belum sah. Karangsambung adalah lantai samudra purba dan jika belum menginjak bagian dari lempeng samudra, tentu tidak sah. Ini jadi tempat wajib bagi orang kebumian," tambahnya.
Situs Karangsambung pertama kali "ditemukan" oleh geolog Belanda RDM Verbeek dan R Fennema pada 1881. Wilayah itu kemudian dipetakan oleh Harloff pada 1933. Selanjutnya, setelah Perang Dunia II, daerah ini kembali menjadi obyek penelitian, antara lain oleh Tjia (1966) dan Asikin (1974).
Sukendar Asikin adalah orang pertama yang mengulas geologi daerah Karangsambung berdasarkan teori tektonik lempeng. Selanjutnya pada 1964 di Karangsambung dibangun Kampus Lapangan Geologi di bawah LIPI. "Tempat ini menjadi'kawah Candradimuka' bagi calon ahli geologi di Indonesia," kata Kepala Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI Edi Hidayat ketika itu.
Di Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung yang luasnya sekitar 5 hektar juga dilengkapi dengan Museum Melange. Pelajar dan pengunjung dapat melihat dan mengamati aneka jenis batuan, mulai dari batuan beku, sedimen, hingga metamorf berusia puluhan juta tahun.
Diakui dunia
Setelah pada 2018 ditetapkan sebagai geopark nasional, Geopark Karangsambung-Karangbolong yang telah berganti nama menjadi Geopark Kebumen resmi diakui oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO pada 8 September 2024. Geopark Kebumen masuk dalam daftar UNESCO Global Geopark (UGGp) melalui Sidang Dewan UGGp di Cao Bang, Vietnam.
General Manager Badan Pengelola Geopark Kebumen, Sigit Tri Prabowo, mengatakan, seluruh anggota dewan yang berasal dari sebelas negara secara bulat memutuskan untuk memasukkan geopark yang dijuluki sebagai The Mother Earth of Java itu.
Mengutip Kompas.com, geopark atau taman bumi adalah sebuah wilayah geografi yang memiliki warisan geologi dan keanekaragaman bernilai tinggi. Indonesia dianugerahi dengan taman bumi yang tersebar di beberapa daerah, salah satunya Geopark Kebumen di Jawa Tengah.
Geopark Kebumen memiliki luas daratan 1.138,70 kilometer persegi dan lautan 21,98 kilometer persegi, dengan total 22 kecamatan dan 374 desa. Nama Kebumen berasal dari "Kabumian", yang dapat diartikan sebagai ilmu kebumian. Tempat ini diharapkan dapat menjadi sumber cahaya ilmu pengetahuan tentang bumi dengan keanekaragaman geologi, biologi, dan budaya.
Geopark Kebumen dapat ditelusuri kembali pada 2004 ketika Kawasan Bentang Alam Karst Gombong Selatan (KBAK) ditetapkan sebagai kawasan pembangunan berkelanjutan. Pada 2006, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Kawasan Karangsambung sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi.
Pemerintah Kabupaten Kebumen kemudian mengusulkan pembentukan Geopark Karangsambung–Karangbolong pada 2018. Pada tahun yang sama, kawasan tersebut ditetapkan sebagai Geopark Nasional pada 30 November 2018.
Ketika itu Geopark Karangsambung–Karangbolong mencakup area seluas 543.599 kilometer persegi yang meliputi 12 kecamatan dengan 117 desa. Area ini mencakup wilayah utara, tengah, dan kawasan karst di selatan dengan morfologi yang bervariasi, mulai dari perbukitan, lembah, dataran, hingga pantai.
Lalu pada 2023, Pemerintah Kabupaten Kebumen melalui Peraturan Bupati Nomor 25 tahun 2023 mengubah nama Geopark Karangsambung–Karangbolong menjadi Geopark Kebumen. Perubahan itu bertepatan dengan perluasan kawasan taman bumi menjadi daratan seluas 1.138,70 kilometer persegi dan lautan seluas 21,98 kilometer persegi.
Geopark Kebumen memiliki tiga geo trail, jalur dari beberapa situs yang menafsirkan lanskap geologi. Trail berwarna hijau ke arah Karangsambung berkaitan dengan The Mother of Java atau The Mother of Earth, sebuah aspek alam yang memberi kehidupan layaknya kasih sayang ibu kepada anaknya.
Trail warna kuning atau ke arah barat bercerita tentang Earth and Human Live atau bumi dan kehidupan manusia. Sementara, geo trail yang berwarna ungu di bagian selatan adalah sebuah kawasan tentang kehangatan wisata Kebumen atau The Warm of Paradise.
Ketiganya menunjukkan kombinasi antara keragaman geologi, biologi, dan budaya yang diharapkan dapat menjadi sumber cahaya ilmu pengetahuan. The Mother Earth of Java sendiri memiliki sejumlah peristiwa geologi yang unik. Salah satunya, warna batuan bermacam-macam menandakan jenis batu yang berbeda-beda.
Peneliti Pusat Riset Sumber Daya Geologi BRIN Chusni Ansori berujar, jika dilihat dari cerita geologi, dapat simpulkan bahwa Geopark Kebumen adalah tempat pertemuan antara lempeng Samudra Hindia dengan Benua Asia.
"Terjadi sekitar 119 juta tahun lalu diikuti oleh pengangkatan, vulkanisme, dan pembentukan morfologi karst, proses itu menghasilkan bentang-bentang alam dan batuan yang menarik," ujar Chusni.
Chusni juga menunjukkan, Geopark Kebumen memiliki krakal atau air panas. Namun, air panas ini bukan berasal dari vulkanik seperti air panas di Rinjani, Batur, dan Ijen. Air panas di Geopark Kebumen merupakan produk dari patahan dalam serta pengaruh gradian geotermal.
Hal tersebut menyebabkan airnya memiliki suhu sekitar 38 hingga 39 derajat Celsius, dengan kandungan sulfur rendah dan tinggi garam. "Sejak zaman Belanda, mata air panas krakal telah dipakai untuk penyembuhan," terang Chusni.
Karangbolong, salah satu situs di kawasan Geopark Kebumen, juga memiliki sisi geologi yang menarik. Situs ini merupakan tinggian (horst), tetapi dari arah timurnya hingga Yogyakarta merupakan rendahan (graben). Morfologi tersebut terbentuk akibat patahan geser Kebumen-Muria di sisi timur serta patahan Cilacap-Pamanukan di sisi barat.
Keragaman geologi Geopark Kebumen pun merupakan gabungan dari Geopark Global UNESCO Ciletuh-Pelabuhanratu di Sukabumi, Jawa Barat, serta Geopark Gunung Sewu di Gunungkidul, DIY hingga Pacitan, Jawa Timur. Tidak hanya itu, budaya yang ada di Geopark Kebumen juga tercatat memiliki banyak variasi dari era Megalitikum, Hindu-Buddha, Islam, hingga kolonial.
"Keragaman budayanya meliputi kawasan Mangrove Ayah, Hutan Pager Jawa, Kelapa Genjah Entok, Sapi PO, dan beberapa keragaman biologi lainnya," tuturnya.