Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho mengatakan peran keluarga dan diversi menjadi kunci dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum.
"Perhatian keluarga, perhatian orang tua, dan kontrol sosial itu menjadi prioritas agar anak tumbuh menjadi pribadi yang baik," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Ia mengaku prihatin terhadap tingginya jumlah anak binaan pemasyarakatan di seluruh Indonesia karena jumlahnya mencapai ribuan anak.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) saat ini sebanyak 2.096 orang dengan penyebaran 1.376 anak berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan sisanya berada di lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan (rutan), serta lapas perempuan.
Ia menilai pengaruh pergaulan bebas dan media sosial saat ini sangat besar terhadap perilaku anak, sehingga keluarga perlu hadir sebagai pencegah utama terhadap pengaruh negatif dari luar.
"Oleh karena itu, peran keluarga, lingkungan sosial, dan sekolah sangat penting dalam mencegah anak berhadapan dengan hukum," katanya menegaskan.
Selain itu, dia juga mendorong penerapan mekanisme diversi dalam sistem peradilan anak untuk mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.
Terkait penanganan anak yang telah berhadapan dengan hukum, dia mendorong aparat penegak hukum agar mengedepankan prinsip restorative justice (keadilan restoratif) melalui mekanisme diversi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan terdapat pula dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menurut dia, semua itu harus betul-betul diimplementasikan, sehingga dalam peradilan anak seoptimal mungkin dilakukan diversi.
“Artinya, penegak hukum harus mampu melakukan diversi dengan kecerdikan dan kepiawaian, sehingga anak bisa kembali ke keluarga dan masyarakat, bukan menjadi warga binaan,” ujarnya.
Ia mengatakan bila anak sampai harus menjalani hukuman di LPKA/lapas/rutan/lapas perempuan, hal itu menandakan kegagalan dalam upaya diversi.
Dalam momentum menjelang peringatan Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli, Guru Besar Fakultas Hukum itu berpesan agar seluruh pihak harus peduli kepada anak dengan memperkuat pendidikan karakter melalui keteladanan dan pengawasan sejak dini karena anak merupakan investasi masa depan.
“Sejak sekarang, pengawasan, pendidikan, pelajaran, dan keteladanan itu yang utama bagi anak-anak. Jangan sampai mereka tercemari oleh informasi-informasi yang kurang baik," katanya.
Terkait rencana pemberian remisi kepada 1.272 anak binaan pemasyarakatan pada momentum Hari Anak Nasional Tahun 2025, dia menyambut baik langkah tersebut sebagai bagian dari upaya pembinaan dan reintegrasi sosial.
Menurut dia, remisi atau pengurangan masa hukuman bagi anak binaan pemasyarakatan dapat mempercepat proses rehabilitasi sosial dan meminimalkan efek jangka panjang dari penghukuman.
“Remisi itu bagus, karena makin cepat anak kembali ke keluarga, akan semakin baik. Yang penting ada pembinaan dan pendampingan," kata Prof Hibnu.
Sebelumnya, Menteri Imipas Agus Andrianto mengatakan 1.272 anak binaan pemasyarakatan telah diusulkan menerima remisi anak menjelang peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli.
Ribuan anak yang diusulkan menerima remisi tersebut telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
“Kami berharap pemberian remisi kepada anak ini akan lebih mendorong mereka untuk semakin giat belajar dan mengembangkan bakat serta keterampilan. Selalu ada kesempatan kedua untuk masa depan yang lebih cerah, masa depan untuk Indonesia Emas,” kata Agus di Jakarta, Minggu (20/7).