Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Puji Widodo
TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Suara gemeretak speaker tua terdengar lirih dari balik gudang di sebuah rumah sederhana di Desa Murukan, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur,
Kabel-kabel bergelantungan tak terpakai.
Di sudut ruang, Lutfi Rosadi duduk termenung, matanya menerawang layar ponsel yang kosong dari notifikasi pemesanan.
Sudah lebih dari tiga minggu ia tak menerima satupun pesanan untuk jasa sound system.
Padahal, bulan Agustus biasanya menjadi masa panen bagi para penyedia hiburan rakyat di Jombang. Namun tahun ini, suasananya muram.
“Biasanya, H-30 Agustusan itu order masuk hampir tiap hari. “Sekarang? Nol.” keluh Lutfi Selasa (22/7/2025).
Pukulan telak itu datang setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram terhadap praktik sound horeg jenis hiburan rakyat dengan musik keras dan pencahayaan mencolok.
Dicap sebagai penyebab keresahan sosial dan gangguan ketertiban, pertunjukan seperti itu kini dibatasi, bahkan dalam beberapa kasus, langsung dibubarkan.
Bagi Lutfi dan banyak rekan seprofesinya, fatwa tersebut bukan hanya vonis moral, tapi juga ancaman nyata terhadap dapur keluarga.
“Banyak yang hidup dari sini, bukan cuma saya,” katanya. “Ada teknisi, sopir, juru lampu, semua kehilangan pemasukan.” ungkapnya melanjutkan.
Meski menyadari adanya pihak yang merasa terganggu dengan aktivitas sound horeg, Lutfi berharap ada jalan tengah. Ia tak menolak aturan namun menginginkan pembinaan, bukan pemutusan mata rantai rezeki.
“Kami siap diatur, dibina. Tapi jangan dilarang mentah-mentah. Kami butuh solusi, bukan hanya larangan,” bebernya.
Keresahan Lutfi hanyalah satu dari ratusan suara sunyi yang kini menggema di balik tenda-tenda panggung yang tak jadi berdiri.
Di sisi lain, aparat dan sebagian tokoh agama menilai bahwa langkah pembatasan adalah bentuk perlindungan terhadap masyarakat dari potensi kemudharatan sosial.
Kepolisian Resor (Polres) Jombang turut mengambil langkah tegas. Melalui pernyataan resmi yang diunggah di akun Instagram resminya, Polres Jombang mengimbau masyarakat untuk tidak menyelenggarakan kegiatan dengan penggunaan Sound Horeg.
Larangan ini berlaku bagi segala bentuk acara yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti hiburan malam, arak-arakan, dan kegiatan serupa.
“Polres Jombang mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak mengadakan kegiatan yang menggunakan sound berdaya besar atau dikenal dengan istilah Sound Horeg, baik dalam bentuk hiburan malam, arak-arakan, maupun kegiatan lain yang berpotensi mengganggu ketertiban umum dan kenyamanan lingkungan," tulis imbauan mengutip Instagram Polres Jombang pada Jumat (18/7/2025).
Imbauan tersebut didasarkan pada meningkatnya keluhan warga terkait kebisingan serta dampak sosial yang ditimbulkan oleh penggunaan Sound Horeg.
Selain itu, langkah ini merupakan bagian dari upaya menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang kondusif di wilayah Jombang.
"Imbauan ini dikeluarkan sebagai upaya menjaga situasi kamtibmas tetap aman dan kondusif di wilayah Kabupaten Jombang, serta merespons banyaknya keluhan masyarakat yang merasa terganggu oleh kebisingan dan dampak sosial dari kegiatan tersebut," lanjut keterangan tersebut.
Polres Jombang juga menyerukan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat untuk mengedepankan nilai-nilai saling menghormati dan menjunjung budaya positif dalam setiap kegiatan sosial maupun hiburan.
Dengan demikian, keharmonisan lingkungan dan ketentraman warga dapat terus terjaga.
"Polres Jombang mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga ketertiban, saling menghargai, serta mengedepankan budaya yang positif dan membangun dalam setiap bentuk kegiatan sosial maupun hiburan," tutup keterangan tersebut.
Isu penggunaan sound horeg kembali menjadi sorotan publik, terutama usai Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur secara resmi mengeluarkan fatwa haram terhadap praktik tersebut.
Di tengah pro dan kontra, MUI Jombang menyatakan siap menjalankan keputusan tersebut sesuai garis struktural organisasi.
Sekretaris MUI Kabupaten Jombang, KH. Achmad Cholili, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki otoritas untuk mengatur perizinan.
Namun, ia menekankan pentingnya sinergi antara lembaga keagamaan dan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti fatwa tersebut.
“Fatwa dari MUI Jawa Timur sudah jelas, dan kami tinggal melaksanakan. Soal izin, itu wilayah kewenangan kepolisian,” ucap Cholili saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler pada Kamis (18/7/2025).
Menurutnya, keputusan MUI bukan tanpa pertimbangan. Ada aspek manfaat (maslahat) dan bahaya (mudharat) yang menjadi landasan pengambilan keputusan.
Ia menyebut, memang ada sisi positif dari keberadaan sound horeg, terutama saat digunakan untuk kegiatan yang mengalihkan remaja dari pergaulan bebas menuju kegiatan positif.
Namun, kata dia, sisi negatif justru lebih menonjol. Antara lain, kegiatan sound horeg kerap menimbulkan ketidaknyamanan, pelanggaran norma kesopanan hingga aksi joget campur antara laki-laki dan perempuan yang mempertontonkan aurat.
“Kalau mudharat lebih banyak, maka hukum harus ditegakkan berdasarkan kemaslahatan. Dan kita tahu, sound horeg ini sudah menimbulkan banyak keresahan di masyarakat,” tegasnya.
MUI Jawa Timur dalam fatwanya bahkan mendorong pemerintah daerah agar segera membuat regulasi yang ketat, bukan hanya soal izin dan waktu penggunaan, tapi juga tentang konten dan konsekuensi hukum jika terjadi pelanggaran.
Ini dinilai penting menjelang momentum peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, yang biasanya dipenuhi kegiatan masyarakat yang turut melibatkan hiburan jalanan.
KH. Cholili menambahkan bahwa MUI sebagai lembaga keagamaan memiliki struktur berjenjang yang mengikat. Karena itu, keputusan dari tingkat provinsi akan menjadi pedoman mutlak bagi MUI di tingkat kabupaten/kota.