Ariel NOAH Tak Targetkan Menang Gugatan UU Hak Cipta di MK, Tapi Kejernihan
Acos Abdul Qodir July 23, 2025 04:32 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Musisi Ariel NOAH menegaskan bahwa tujuan utama dirinya bersama 28 musisi lain menggugat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK) bukanlah untuk menang perkara, melainkan demi mendapat kepastian hukum atas hak para pelaku pertunjukan.

"Di MK ini sebenarnya kita enggak penting kita menang, kita enggak penting gugatan kita itu diterima," kata Ariel usai menghadiri sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (27/7/2025).

Gugatan ini dilayangkan karena para musisi menilai sejumlah pasal dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bersifat multitafsir dan merugikan pelaku pertunjukan—khususnya dalam hal pembayaran royalti.

Salah satu pasal yang dipermasalahkan adalah Pasal 23 ayat (5) yang menggunakan frasa “setiap orang”.

Frasa ini, menurut Ariel dkk, dapat dimaknai bahwa pencipta lagu bisa langsung menagih royalti kepada penampil, tanpa melalui mekanisme lembaga resmi seperti Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau LMK Nasional.

Ariel menyebutkan, yang terpenting dari sidang ini adalah adanya pernyataan yang tegas dari pemerintah dan DPR mengenai interpretasi pasal-pasal tersebut.

"Yang penting buat kita itu kayak sidang ketiga (di MK), pernyataan dari Pemerintah dari Presiden dan DPR bahwa 'enggak kok, enggak bias UU ini, memang yang mesti dibayar ini'," jelas Ariel, musisi bernama asli Nazril Ilham.

Upaya judicial review ini tidak berdiri sendiri. Ariel mengajukan uji materi bersama 28 musisi lainnya yang merasa hak konstitusional mereka sebagai pelaku pertunjukan tidak terlindungi akibat ketidakpastian hukum dari sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta tersebut.

Adapun pasal-pasal yang mereka uji ke Mahkamah Konstitusi meliputi:

  • Pasal 9 ayat (3)

“Setiap orang dapat melakukan penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengumuman Ciptaan secara terbatas untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, kritik, dan tinjauan suatu masalah dengan mencantumkan sumbernya secara lengkap dan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.”

Yang diuji: Frasa "kepentingan yang wajar" dianggap multitafsir dan berpotensi merugikan musisi karena tidak memberikan batasan yang jelas.

  • Pasal 23 ayat (5)

“Pemilik Hak Cipta tidak dapat melarang pelaksanaan hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b.”

Yang diuji: Potensi konflik antara pemilik hak cipta dan pencipta lagu, terutama soal pengakuan penciptaan dan integritas karya.

  • Pasal 81

“Penggunaan, penggandaan, dan/atau pengubahan Ciptaan untuk kebutuhan penyandang disabilitas tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta dengan syarat tidak bersifat komersial dan/atau merugikan Pencipta atau Pemilik Hak Cipta.”

Yang diuji: Lagi-lagi, frasa “tidak merugikan” dinilai subjektif dan perlu penafsiran lebih tegas.

  • Pasal 87 ayat (1)

“Setiap Orang yang tanpa hak melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan untuk keperluan yang tidak bersifat komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Yang diuji: Ancaman pidana dalam konteks penggunaan non-komersial dianggap berlebihan tanpa kejelasan parameter “komersial” dan “tidak komersial”.

  • Pasal 113 ayat (2)

“Tindak pidana di bidang Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan, kecuali tindak pidana di bidang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (3) dan ayat (4).”

Yang diuji: Status sebagai delik aduan dianggap menyulitkan penegakan hukum karena pelaporannya harus dari pihak yang merasa dirugikan secara langsung.

Mereka menilai, aturan-aturan tersebut membuka peluang interpretasi bebas yang berpotensi mengabaikan mekanisme distribusi royalti yang sah dan telah diatur sebelumnya.

Uji materi ini pun menjadi momen penting bagi para musisi untuk menyuarakan perlunya perlindungan hukum yang setara terhadap para pelaku pertunjukan, tidak hanya pencipta lagu atau pemegang hak cipta.

MK dijadwalkan akan terus melanjutkan proses persidangan dengan mendengarkan keterangan ahli, saksi, serta tanggapan resmi dari DPR dan Pemerintah sebelum memutuskan apakah pasal-pasal yang digugat perlu ditafsirkan ulang atau bahkan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.