Ngepeh, Kampung Moderasi yang Jadi Simbol Toleransi Umat Beragama di Jombang
GH News July 23, 2025 10:08 PM

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Di tengah tantangan perpecahan dan intoleransi yang masih menghantui kehidupan berbangsa, Dusun Ngepeh di Desa Rejoagung, Jombang, justru menjadi oase kerukunan. Toleransi yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat Ngepeh menjadi teladan hidup damai antar umat beragama yang patut dijaga dan dikembangkan.

Hal itu mengemuka dalam kegiatan Dialog dan Diskusi “Membangun dan Mengembangkan Kampung Moderasi Beragama” yang digelar di Pondok Pesantren At-Tahdzib Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Rabu (23/7/2025).

Acara ini diinisiasi oleh Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jombang dan diikuti para penyuluh agama lintas agama. Turut hadir sejumlah tokoh penting, seperti Ketua FKUB Jombang H. Munif Kusnan, Kasi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Jombang Mashur, dan Ketua LazisNU PCNU Jombang Hj. Susanti. Semua sepakat bahwa Ngepeh layak dijadikan model kampung moderasi beragama di Indonesia.

Kepala Desa Rejoagung, H. Ahmad Hasani, menyampaikan apresiasinya atas digelarnya kegiatan tersebut. Ia menegaskan bahwa kerukunan yang terjadi di Ngepeh bukan hal baru, tapi warisan leluhur yang harus dilestarikan.

"Saya hanya melanjutkan apa yang sudah diwariskan para pendahulu kami. Toleransi di sini sudah berlangsung turun-temurun," ujarnya, Rabu (23/7/2025).

Sementara itu, Kasi Bimais Kemenag Jombang, Dr. Mashur, menekankan pentingnya menjaga semangat moderasi hingga akhir zaman. Ia menyebut kerukunan sebagai pondasi utama peradaban.

"Tidak mungkin ada kemajuan tanpa harmoni, dan harmoni tidak mungkin lahir tanpa perbedaan," tegasnya.

Kepala Kemenag Jombang, Dr. H. Muhajir, bahkan menyebut bahwa semangat moderasi sudah menjadi budaya di Jombang.

"Kalau bicara soal moderasi, Jombang ini sudah selesai. Tinggal bagaimana mempertahankannya dari gangguan ideologi trans-nasional yang cenderung menyalahkan pihak lain," jelasnya.

Dalam acara tersebut, Dosen STIT Urwatul Wutsqo, Mukani, memaparkan hasil risetnya selama 2,5 tahun mengenai kehidupan warga Ngepeh. Ia menemukan bahwa dua kunci utama toleransi di Ngepeh adalah ikatan kekerabatan dan kedekatan fisik antartetangga.

"Mayoritas warga Ngepeh adalah keturunan Mbah Lurah Kam dan tinggal dalam satu komunitas yang akrab," ujarnya.

Namun demikian, Mukani menyoroti perlunya penguatan narasi toleransi di ruang digital dan media sosial. Ia juga mengusulkan agar aspek pemberdayaan ekonomi turut dikembangkan agar toleransi tidak hanya menjadi wacana, tetapi berdampak nyata dalam kesejahteraan warga.

Ketua FKUB Jombang, H. Munif Kusnan, juga berharap Dusun Ngepeh bisa menjadi percontohan kampung moderasi beragama di tingkat kabupaten, bahkan nasional. Ia meminta para penyuluh agama terus aktif mengawal nilai-nilai keberagaman.

"Penyuluh tidak hanya memberi pemahaman, tapi juga menjadi jembatan solusi atas persoalan yang ada di masyarakat," tegasnya.

Salah satu peserta, David Syaifullah Condropurnomo, mengaku terinspirasi dengan kegiatan tersebut. Ia berharap ke depan, warga Ngepeh lebih banyak dilibatkan dalam program pengembangan kampung moderasi.

Acara kemudian ditutup dengan penyerahan bantuan gerobak dan modal usaha untuk UMKM warga Ngepeh dari LazisNU PCNU Jombang. Suasana makin hangat saat doa lintas iman dipanjatkan secara bergiliran oleh tokoh-tokoh agama: Supar (Hindu), Sulaiman (Kristen), dan Soewignyo (Islam).

Ngepeh membuktikan bahwa harmoni bukan sekadar semboyan, melainkan kenyataan hidup yang bisa diwujudkan jika masyarakat bersatu dalam semangat saling menghormati. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.