Kronologi Bos Mie Gacoan Bali Jadi Tersangka, Diduga Berawal Putar Musik Tanpa Izin
Mia Della Vita July 23, 2025 10:34 PM

Grid.ID- Bos Mie Gacoan di Bali, I Gusti Ayu Sasih Ira, belum lama ini ditetapkan sebagai tersangka. Sejak kasus itu mencuat, banyak yang mempertanyakan awal mula kasus ini. Beginilah kronologi bos Mie Gacoan Bali jadi tersangka.

I Gusti Ayu Sasih Ira telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus yang menjeratnya adalah pelanggaran hak cipta musik dan lagu.Penetapan tersangka ini dilakukan oleh Polda Bali.

Kronologi bos Mie Gacoan Bali jadi tersangka ini bermula dari aduan sebuah lembaga manajemen kolektif, SELMI (Sentra Lisensi Musik Indonesia). Aduan itu diterima Polda Bali pada 26 Agustus 2024 lalu.

"Penyidik menindaklanjuti sesuai laporan pengaduan yang dilaporkan Gacoan," ungkap Kompol Ariasandy pada Senin, 21 Juli 2025. Kini, status perkara telah naik dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Dikutip dari Sripoku.com, Rabu (23/7/2025), kasus ini ditengarai saat pihak pengelola Mie Gacoan di Bali memutar musik di gerai. Pihak Mie Gacoan dianggap melanggar hak cipta lagu. Ini tanpa membayar royalti ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Pelanggaran ini sebetulnya sering dianggap sepele oleh berbagai rumah makan. Perkara ini dibenturkan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang ini mengatur hak eksklusif pencipta atas ciptaannya.

Ini juga mengatur perlindungan terhadap karya kreatif di berbagai bidang serta, batasan dan pengecualian hak cipta. Undang-undang ini bertujuan untuk memberikan jaminan bagi pemegang hak cipta. Aturan tersebut bertujuan agar karyanya tidak disalahgunakan, mengatur hak moral dan hak ekonomi pencipta.

Cipta adalah hak eksklusif pencipta. Hak ini timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif. Ini terjadi setelah suatu karya diwujudkan dalam bentuk nyata.

Pencipta adalah orang atau beberapa orang. Mereka menghasilkan ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Kompol Ariasandy mengungkapkan estimasi kerugian atau nilai royalti. Ini seharusnya dibayarkan oleh pihak terlapor, Mie Gacoan. Perhitungan royalti ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.

Surat itu tentang Pengesahan Tarif Royalti. Ini untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu kategori restoran.

"Tarif royalti dihitung berdasarkan rumus," ujar Kompol Ariasandy. Rumusnya adalah jumlah kursi dalam 1 outlet dikali Rp 120.000 dikali 1 tahun dikali jumlah outlet yang ada.

Sehingga, jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Kerugian ini hanya ditanggung direktur karena ia adalah pihak yang paling bertanggung jawab terkait kasus ini.

Pihaknya juga mengabarkan tidak ada tersangka lain yang akan dimintai pertanggungjawaban, hanya bos Mie Gacoan itu. "Sesuai hasil penyidikan bahwa tanggung jawab ada di direktur," tegas Kompol Ariasandy.

Dikutip dari Tribun Pontianak, berikut daftar tarif lisensi untuk berbagai kegiatan, dari seminar hingga restoran.

Seminar dan konferensi komersial: Rp 500.000/hari dikali jumlah layar.

Restoran dan kafe: Rp 120.000/kursi/tahun.

Pub, bar, dan bistro: Rp 360.000/m2/tahun.

Diskotek dan klub malam: Rp 430.000/m2/tahun.

Konser berbayar: 2 persen x jumlah tiket terjual ditambah 1 persen x tiket yang digratiskan.

Konser tidak berbayar: 2 persen x biaya produksi musik, termasuk sewa panggung, fee artis, biaya lighting, dan biaya sound system.

Pameran dan bazar: Rp 1.500.000/hari.

Bioskop: Rp 3.600.000/layar.

Karaoke keluarga: Rp 3.600.000/room/tahun.

Karaoke eksekutif: Rp 15.000.000/room/tahun.

Karaoke Hall: Rp 6.000.000/room/tahun.

Karaoke kubus (box): Rp 600.000/room/tahun.

Demikianlah kronologi bos Mie Gacoan Bali yang menjadi peringatan bagi pelaku usaha lainnya. Mereka harus mematuhi aturan hak cipta, terutama dalam penggunaan musik untuk tujuan komersial.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.