Lebak (ANTARA) - Siswa madrasah ibtidaiyah (MI) atau setingkat sekolah dasar (SD) di pelosok Kabupaten Lebak, Banten terpaksa kegiatan belajar mengajar (KBM) di gubuk, karena kondisi bangunan sekolah rusak berat.
"Kami siswa di sini melaksanakan KBM di gubuk itu," kata Kepala Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mathla'ul Anwar Hayatul Jadidah Kecamatan Cileles Kabupaten Lebak, Otong Safei di Lebak, Sabtu.
Kondisi MI Mathla'ul Anwar Hayatul Jadidah Kecamatan Cileles Kabupaten Lebak cukup memprihatinkan, karena kekurangan ruang kelas dan bangunan yang rusak.
Mereka puluhan siswa terpaksa melaksanakan KBM di sebuah gazebo sederhana yang tidak layak.
Keadaan MI itu memiliki enam kelompok belajar (rombel), tetapi hanya ada lima ruang kelas yang tersedia.
Dengan demikian, pihaknya membangun gubuk dari bahan seadanya agar semua siswa tetap bisa mengikuti KBM.
"Di gubuk itu untuk kelas 6. Risikonya kalau musim hujan, anak-anak kecipratan air. Kalau musim panas, mereka kepanasan," kata Otong.
Ia mengaku dirinya terpaksa untuk keberlanjutan proses KBM tidak berhenti, meski kondisi gedung tak layak.
Sebab, kondisi bangunan utama juga sangat mengkhawatirkan roboh bagian atapnya banyak yang bocor dan dindingnya sudah lapuk.
"Kami selalu cemas akan keselamatan murid-murid, terutama saat cuaca buruk, seperti hujan lebat disertai angin kencang," katanya.
Otong mengatakan bahwa ia sudah berulang kali meminta bantuan kepada pemerintah setempat.
Setiap tahun ia mengajukan proposal perbaikan, namun hingga kini belum ada jawaban yang diharapkan.
"Jawaban dari pemerintah selalu belum berhasil, katanya," kata Otong.
Ia menjelaskan, sekolah ini tidak bisa dipungut iuran dari para orang tua murid, karena sebagian besar warga di kampungnya bekerja sebagai petani dengan penghasilan yang tidak menentu.
"Saya tidak tega meminta iuran bangunan, karena kondisi ekonomi masyarakat di sini menengah ke bawah," jelasnya.
Ia menyebutkan sekolah MI Mathla'ul Anwar Hayatul Jadidah adalah satu-satunya tumpuan pendidikan bagi 149 anak dari beberapa kampung di sekitarnya.
Jika ingin ke sekolah negeri (SD), anak-anak harus berjalan kaki lebih dari tiga kilometer melewati jalanan kampung yang rusak.