TRIBUNNEWS.COM - Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Prof. Drs. Adrianus Eliasta Sembiring Meliala, M.Si., M.Sc., Ph.D, mengatakan kasus tewasnya Diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (39), akan segera berakhir.
Prof Adrianus Meliala sendiri merupakan seorang pakar di bidang kriminologi dan kepolisian, dirinya juga pernah menjadi anggota Ombudsman Republik Indonesia pada 2016-2021.
Sebelumnya, Adrianus menyoroti penyebab Arya Daru ditemukan tewas di kamar kosnya yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat, pada 8 Juli 2025, dalam kondisi kepala tertutup lakban, diduga sebagai upaya bunuh diri.
"Saya kira sebagai kasus akan segera selesai, kita hanya menunggu waktu dan saya kira dari segi kesimpulannya sudah mulai kita ketahui," Adrianus Meliala dalam acara On Focus di Tribunnews, dikutip pada Sabtu (26/7/2025).
Menurut Adrianus, pihak kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya telah mengkondisikan akhir penyelidikan kasus tewasnya Diplomat Arya Daru.
"Karena sudah mulai dikondisikan oleh kepolisian," lanjutnya.
Prof Adrianus juga menyoroti rekaman kamera pengawas atau CCTV yang dikantongi polisi terkait kasus kematian Arya Daru.
Polisi melakukan analisis terhadap 20 rekaman CCTV dari berbagai lokasi terkait kasus kematian Arya Daru Pangayunan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menyebut bahwa puluhan CCTV tersebut merekam rangkaian aktivitas Arya Daru sebelum ditemukan tak bernyawa.
CCTV ini dimulai dari circle terkecil dari lokasi kejadian, yaitu lingkungan kos korban, kemudian beberapa tempat yang pernah dikunjungi korban dalam 7 hari terakhir, lalu lokasi-lokasi lain, termasuk tempat kerja korban.
Lewat sebuah rekaman CCTV, Arya Daru diketahui sempat berada di rooftop lantai 12 gedung Kemlu pada Senin (24/7/2025) sekitar pukul 21.54 WIB.
Arya diketahui berada di lokasi tersebut selama lebih dari satu jam. Dalam rekaman CCTV, ia tampak naik ke rooftop sambil membawa tas ransel dan tas belanja.
Akan tetapi, saat turun, rekaman CCTV menunjukkan tas-tas tersebut sudah tidak lagi dibawa korban.
Terkait hal ini, Adrianus Meliala mengaku gusar lantaran pihak kepolisian tak segera merilis rekaman tersebut setelah korban ditemukan tewas di kamar kosnya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025) pagi.
Pria yang pernah menjadi Komisioner Komisi Kepolisian Indonesia (Kompolnas) ini menduga Polda Metro Jaya telah memiliki informasi tersebut jauh-jauh hari sebelumnya.
"Baru dilepas informasi itu setelah tiga minggu (korban ditemukan tewas), padahal apakah informasi tersebut memang didapat baru setelah tiga minggu dan kemudian baru dirilis kepada kita-kita sebagai publik? Saya menduga itu sebetulnya sesuatu yang diperoleh Polda (Metro Jaya) jauh sebelumnya."
"Namun, mengapa tidak dirilis segera? Baru ketika orang ramai menuntut agar Polda (Metro Jaya) segera menginformasikan tentang sebab mati dan motif kematian, barulah kemudian dilepas (informasinya)," lanjutnya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, sempat mengungkap Arya memang sempat pergi ke lantai 12 gedung Kemenlu pada 7 Juli 2025 malam.
"Jadi hasil pendalaman terhadap CCTV yang ada di Gedung Kemenlu, tempat korban bekerja kemudian pemeriksaan saksi-saksi oleh penyelidik, maka diduga tanggal 7 Juli 2025 jam 21.43-23.09 WIB atau sekitar 1 jam 26 menit, diduga korban ada rooftop lantai 12 Gedung Kemenlu," katanya dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Kamis (27/7/2025).
Ade Ary juga menjelaskan Arya mulanya naik menuju rooftop gedung Kemenlu dengan membawa tas ransel dan tas belanja.
Namun, ketika turun dari lantai 12 gedung Kemenlu, korban tidak membawa barang bawannya tersebut.
Ia mengungkapkan momen turunnya korban dari gedung tersebut terekam kamera CCTV gedung Kemenlu.
"Kemudian penyelidik mendapatkan fakta bahwa berdasarkan pengamatan CCTV tersebut, korban awalnya naik membawa tas gendong dan tas belanja. Kemudian saat turun, korban tidak membawa tas gendong dan tas belanja," jelas Ade Ary.
Namun, dia menuturkan pihaknya masih menyelidiki terkait aktivitas yang dilakukan Arya saat berada di rooftop gedung Kemenlu tersebut, termasuk pencocokan bukti yang ada.
Sementara itu, Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, mengungkap isi tas dari Arya yang sempat dibawanya ke rooftop Kemlu.
Dalam video yang diunggah di YouTube Kompas TV pada Sabtu (26/7/2025), Reonald memperlihatkan dua buah foto, yaitu isi dan warna tas dari Arya, tas itu ditemukan di tangga 12 gedung Kemenlu oleh kepolisian.
Dia menuturkan tas tersebut ditemukan sehari setelah Arya ditemukan tewas di kamar kosnya.
Reonald menuturkan isi tas berupa rekam medis milik Arya yang tertulis tertanggal 9 Juni 2025.
"Bahwa penyelidik menemukan rekam medis korban di salah satu rumah sakit umum di Jakarta tertanggal 9 Juni 2025," jelasnya.
Jasad Arya Daru tidak hanya ditemukan dalam kondisi kepala terbungkus lakban, tapi juga tubuhnya terbungkus plastik.
Meski ditemukan dalam kondisi tragis tersebut, hingga kini belum ada kejelasan apakah Arya bunuh diri atau menjadi korban pembunuhan.
Sosiolog Kriminal, Soeprapto, membeberkan empat poin kejanggalan kematian diplomat Arya Daru.
Drs. Soeprapto, S.U. adalah seorang sosiolog kriminal yang pernah menjadi dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM), dikenal karena kontribusinya dalam memahami dan mengatasi fenomena kejahatan jalanan di Indonesia.
Pertama, soal temuan bukti, Arya Daru sempat naik ke rooftop lantai 12 Gedung Kemenlu.
Hal ini dapat menjadi tambahan bahan bagi polisi untuk menguak kasus ini mengarah ke mana.
"Perlu diperjelas dengan mengkaji isi tas plastik dan tas punggungnya apakah hanya dokumen, atau hanya pakaian, atau keduanya," terang Soeprapto kepada wartawan, Sabtu (26/7/2025).
"Kemudian dilihat CCTV-nya apakah hanya sendirian, atau bertemu dan atau berkomunikasi dengan seseorang," tambahnya.
Kedua, menurutnya, plastik dan lakban di wajah Arya Daru jika dilakukan sendiri perlu didalami atas tekanan dari siapa.
Dia menilai penyelidik mesti memeriksa bungkusan plastik yang dibuang sebelum ditemukan meninggal.
"Apakah ada tanda-tanda obat bius atau zat yang befungsi untuk melumpuhkan korban agar tidak melakukan perlawanan saat dieksekusi, kemudian disinkronkan dengan hasil otopsi," paparnya.
Ketiga, menyoal akses masuk pintu kos yang slotnya hanya bisa dibuka dari dalam, belum menjamin bahwa saat itu sudah di slot oleh korban.
"Jendela juga bisa menjadi akses keluar bagi orang lain dengan mengembalikan posisi slot terkunci jika slotnya vertikal," urai Dosen Purna Universitas Gadjah Mada tersebut.
Keempat, terkait handphone Arya Daru yang hilang merupakan sebuah pertanda ada orang lain yang mengusik kehidupan korban di malam itu.
"Dari rangkaian temuan sepertinya kasus ini mengindikasikan keterlibatan orang lain," imbuhnya.
(Garudea Prabawati/Yohanes Liestyo/Reynas Abdila/Muhamad Deni Setiawan)