BANGKAPOS.COM, BANGKA – Tragedi meninggalnya siswa kelas V SD Negeri 22 Desa Rias, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang diduga menjadi korban bullying, mendapat sorotan tajam dari DPRD Bangka Belitung.
Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung, Edi Nasapta, menyayangkan peristiwa ini dan menilai pihak sekolah telah lalai dalam menjalankan fungsi perlindungan terhadap anak.
Ia pun menilai perlu adanya sanksi tegas, termasuk pemecatan terhadap kepala sekolah dan guru yang bertanggung jawab.
“Saya menilai sekolah lalai dan gagal melindungi anak didiknya. Jika kelalaian itu terbukti menyebabkan luka berat hingga meninggal dunia, maka kepala sekolah dan guru bisa dikenai sanksi administratif, bahkan pemecatan,” tegas Edi kepada Bangkapos.com, Minggu (27/7/2025).
Edi merujuk pada regulasi yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan, serta Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
“Sanksinya bisa berupa teguran, penurunan pangkat, pencopotan jabatan, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemecatan. Semua kembali pada bobot pelanggaran dan penilaian dari dinas pendidikan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Edi juga meminta Bupati Bangka Selatan, Riza Herdavid, untuk bersikap tegas.
Ia menilai sanksi dari kepala daerah sangat penting sebagai bentuk pembelajaran agar kejadian serupa tidak terulang.
“Pak Bupati harus tegas. Kalau tidak ada ketegasan, tidak akan ada efek jera. Ini sudah memakan korban jiwa. Maka harus ada penegakan hukum, disiplin, dan sanksi nyata,” ujarnya.
Mengenai status terduga pelaku yang masih di bawah umur, Edi tetap mendorong proses hukum dilanjutkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia menegaskan bahwa meskipun pelaku masih anak-anak, proses hukum tidak boleh diabaikan.
Selain itu, Edi juga berharap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ikut turun tangan dan memberikan pendampingan kepada keluarga korban.
“Saya mendukung pelaporan ke KPAI. Mereka harus cepat tanggap. Jangan menunggu laporan, tetapi langsung turun dan memberikan atensi terhadap kasus ini,” katanya.
Tragedi ini membuka kembali sorotan atas pentingnya sistem perlindungan anak di sekolah.
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat diminta tidak abai terhadap gejala-gejala kekerasan atau perundungan yang bisa berujung fatal.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Bangka Selatan, Riza Herdavid menyatakan pihaknya langsung bergerak cepat dengan menginstruksikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk memanggil pihak sekolah, di mana dugaan perundungan menimpa seorang siswa.
Dugaan perundungan itupun menjadi ramai diperbincangkan pascakematian siswa yang duduk di kelas V tersebut.
Siswa berusia 10 tahun itu meninggal dunia setelah sempat menjalani perawatan medis di rumah sakit.
“Saya sudah minta Dinas Pendidikan memanggil kepala sekolah dan guru untuk dimintai keterangan,” kata Riza kepada Bangkapos.com, Minggu (27/7/2025) malam.
Dari hasil pemanggilan tersebut, Riza menyebut diketahui bahwa pihak sekolah telah memanggil anak-anak yang diduga terlibat dalam perundungan, beserta orang tua mereka.
Sekolah pun telah menjatuhkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Namun berdasarkan keterangan awal, anak-anak terduga pelaku menyebut bahwa tindakan mereka hanya berupa candaan atau olokan verbal, dan tidak sampai melibatkan kekerasan fisik.
Meski demikian, Dinas Pendidikan masih mendalami keterangan tersebut, dan Kepala Dinas, Anshori, sedang menggali informasi lebih lanjut dari pihak keluarga korban.
“Anak-anak menyebut mereka hanya beulok-ulok (bercanda), tetapi kami tetap mendalami lebih jauh,” jelas Riza.
Riza menegaskan, perundungan—baik fisik maupun verbal—adalah bentuk kekerasan terhadap anak dan pelanggaran atas hak mereka untuk merasa aman di lingkungan sekolah.
Pemerintah daerah berkomitmen menciptakan ruang belajar yang bebas dari intimidasi serta mendukung perkembangan anak secara menyeluruh.
“Bullying adalah masalah serius yang bisa berdampak jangka panjang, baik secara mental maupun fisik. Maka itu, sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi semua siswa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Riza juga menanggapi kritik terkait ketidakhadiran guru dan kepala sekolah saat korban dirawat di rumah sakit.
Ia menyebut tidak ada unsur pembiaran, namun mengakui bahwa pihak sekolah memang belum sempat menjenguk.
“Tidak ada pembiaran. Guru dan kepala sekolah hanya belum sempat menjenguk saat korban dirawat,” pungkasnya.
Pemkab Bangka Selatan berharap semua pihak, baik sekolah, orang tua, dan masyarakat, dapat saling bersinergi untuk mencegah dan menangani perundungan demi menjamin hak anak atas rasa aman dan pendidikan yang layak.
Diberitakan sebelumnya, seorang siswa kelas V SD Negeri 22 Desa Rias, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diduga menjadi korban perundungan atau bullying oleh teman sebayanya di sekolah.
Bocah laki-laki berusia 10 tahun itu pun dilaporkan meninggal dunia usai mendapatkan perawatan intensif di RSUD Junjung Besaoh.
Peristiwa ini menjadi perhatian publik setelah pihak keluarga membagikan unggahan di media sosial Facebook.
Dalam unggahan akun bernama Dhony Dinata, tampak foto korban yang terbaring dengan selang medis di mulut dan perban di kepala, lengkap dengan keterangan bahwa sang keponakan meninggal akibat tindakan bullying.
Dhony juga menandai akun media sosial milik Bupati Bangka Selatan, Riza Herdavid, sembari meminta perhatian dan keadilan atas insiden yang menimpa keponakannya.
"Ini keponakan saya, siswa kelas 5 SDN 22 Rias. Menjadi korban bully oleh teman-temannya. Hari ini telah meninggal dunia di RSUD pada pukul 08.12 WIB," tulis Dhony dalam unggahan yang viral tersebut.
Saat dihubungi Bangkapos.com, Dhony membenarkan informasi tersebut.
Ia menjelaskan bahwa sebelum dilarikan ke rumah sakit, korban sempat mengalami muntah-muntah usai mengaku dikeroyok oleh teman sekolahnya.
Korban sempat tinggal di rumah neneknya di kawasan Rawa Bangun, dan di sanalah ia mengungkapkan kejadian yang dialaminya.
Menurut pengakuan korban kepada keluarga, ia dipukul di bagian kepala dan perut.
Kondisinya memburuk, hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit pada Jumat (25/7/2025).
Dokter menemukan adanya pembengkakan di kepala dan luka dalam di lambung.
Korban sempat menjalani operasi pada Sabtu (26/7/2025), namun nyawanya tak tertolong keesokan harinya.
Pihak keluarga sangat menyayangkan respons pihak sekolah, terutama guru yang disebut telah menerima laporan dari korban namun dianggap mengabaikan.
"Perundungan ini bukan sekali. Ada saksi teman korban yang melihat langsung dia dikeroyok. Bahkan korban sempat tidak berani ke sekolah selama empat hari," tutur Dhony.
Terkait kasus ini, keluarga menyatakan akan menempuh jalur hukum.
Dhony berencana melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Selatan pada Senin (28/7/2025), guna meminta pendampingan dan kejelasan hukum.
Saat ini, pihak keluarga masih menunggu hasil resmi rekam medis dari rumah sakit guna memperkuat laporan dan langkah hukum yang akan diambil.
Segera mengusut
Kepolisian Resor (Polres) Bangka Selatan memastikan akan menindaklanjuti informasi mengenai dugaan kasus perundungan atau bullying yang terjadi di lingkungan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 22 Toboali, Desa Rias, Kecamatan Toboali.
Dugaan tersebut mencuat setelah seorang siswa kelas V meninggal dunia usai mendapatkan perawatan intensif di RSUD Junjung Besaoh pada Minggu (27/7/2025) pagi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Bangka Selatan, AKP Raja Taufik Ikrar Bintani, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengetahui informasi mengenai peristiwa yang diduga sebagai tindak perundungan di sekolah tersebut, meskipun laporan resmi dari pihak keluarga korban belum diterima.
“Saat ini memang belum ada laporan masuk dari keluarga, namun kami sudah menerima informasi terkait dugaan perundungan tersebut,” kata AKP Raja Taufik kepada Bangkapos.com, Minggu (27/7/2025) sore.
Pihak kepolisian menilai peristiwa ini perlu ditangani secara serius, mengingat perundungan di lingkungan sekolah merupakan isu krusial yang dapat berdampak buruk terhadap kondisi psikologis dan fisik anak-anak.
Menurut Raja Taufik, sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh siswa dalam menjalani proses belajar.
“Kami akan segera melakukan penyelidikan untuk mendalami dugaan kasus ini. Lingkungan pendidikan harus terbebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun, termasuk bullying,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa perlindungan terhadap anak dan pencegahan terhadap tindakan perundungan bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga semua elemen masyarakat, termasuk aparat penegak hukum.
“Perundungan bukan hal sepele. Ini menyangkut keselamatan, tumbuh kembang, dan masa depan anak-anak. Kita semua punya peran penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan mendukung perkembangan mereka,” tambahnya.
Pihak kepolisian berharap masyarakat, khususnya keluarga korban, dapat segera melaporkan kejadian secara resmi agar proses hukum dapat berjalan sesuai prosedur dan transparan.
Sejauh ini, tim Reskrim Polres Bangka Selatan telah mulai mengumpulkan informasi awal untuk mendalami keterangan dan kronologi yang beredar di publik.
Sempat dioperasi
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Junjung Besaoh, dr Helen Sukendy mengaku pihaknya sempat merawat pasien yang disebut sebagai korban perundungan atau bullying.
Namun, pihak rumah sakit tidak mengetahui bahwa pasien tersebut merupakan korban kasus perundungan alias bullying.
Helen mengatakan pasien berusia 10 tahun itu masuk RSUD Junjung Besaoh, Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada Kamis (24/7/2025).
Kemudian Jumat (25/7/2025) korban menjalani operasi pada bagian perut. Dokter yang menangani mendiagnosis korban mengalami infeksi usus atau kondisi peradangan pada saluran pencernaan.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, korban ini mengalami infeksi usus,” ujar Helen kepada Bangkapos.com, Minggu (27/7/2025).
Dia juga mengakui jika pasien tersebut meninggal dunia pada Minggu (27/7/2025) pagi. (Bangkapos.com/Cepi Marlianto)