Jakarta (ANTARA) - Sebanyak enam narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang dibebaskan usai mendapatkan amnesti dari Presiden RI Prabowo Subianto.
Pemberian amnesti tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2025.
Kepala Lapas Cipinang Wachid Widodo dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa seluruh proses pembebasan enam narapidana tersebut telah dilaksanakan secara profesional, tertib, dan tanggung jawab.
Dia menyebut, proses pembebasan berlangsung tertib dan disaksikan oleh petugas registrasi, keamanan, serta keluarga narapidana.
“Kami siap menjalankan setiap keputusan Presiden Republik Indonesia. Pemberian amnesti adalah amanah negara yang kami laksanakan secara terukur dan akuntabel. Ini bagian dari proses hukum yang sah dan berdampak pada masa depan para warga binaan,” katanya.
Hal senada turut disampaikan oleh Kepala Bidang Pembinaan Lapas Kelas I Cipinang Iwan Setiawan. Menurut dia, pemberian amnesti bukan hanya soal pembebasan fisik, melainkan juga menjadi momentum pemulihan diri.
“Amnesti bukan sekadar pembebasan, melainkan peluang untuk memperbaiki diri dan kembali berkontribusi positif di tengah masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu narapidana yang menerima amnesti, CPE, menyampaikan terima kasih atas perhatian negara.
“Saya bersyukur atas amnesti ini. Terima kasih kepada Bapak Presiden dan seluruh petugas Lapas Cipinang yang telah merawat dan membina kami dengan penuh kesabaran,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto diberikan untuk 1.178 orang.
Dia menyebut, sebagian besar data penerima amnesti berasal dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas). Beberapa di antaranya menerima amnesti berdasarkan jenis kasus pidananya.
“Ada pengguna narkotika. Kemudian, ada makar tanpa senjata yang di Papua sebanyak enam orang,” ujar Menkum memerinci.
Selain itu, amnesti juga diberikan kepada narapidana dengan kondisi diri tertentu.
“Ada orang dalam gangguan jiwa 78 orang. Kemudian, penderita paliatif 16 orang. Kemudian, ada yang disabilitas dari sisi intelektual satu orang. Kemudian, usia yang lebih dari 70 tahun, 55 orang,” tutur Supratman.