Loyalis mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Geisz Chalifah, membongkar fakta bahwa eks Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menolak jika diberi amnesti oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
Penolakan tersebut disampaikan Tom Lembong melalui tim kuasa hukumnya.
Sehingga, alihalih amnesti, Tom Lembong lebih memilih untuk menerima pengampunan hukum berupa abolisi dari Prabowo.
Abolisi sendiri berasal dari kata bahasa Inggris, 'abolition' yang berarti penghapusan.
Abolisi berarti penghapusan proses hukum seseorang atau sekelompok orang yang sedang berjalan.
Di Indonesia, abolisi dan amnesti samasama merupakan hak prerogatif atau hak istimewa presiden di ranah yudikatif, yang diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi:
"Presiden atau kepala negara harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pemberian abolisi."
Adapun hak pemberian abolisi (dan amnesti) bukan menjadi hak absolut presiden, melainkan hanya hak prerogatif presiden
Tujuannya adalah sebagai bagian dari peningkatan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden.
Berbeda dari amnesti yang menghapuskan semua akibat hukum dari suatu tindak pidana, abolisi sifatnya menghentikan proses hukum yang sedang berjalan atau membatalkan tuntutan pidana.
Alasan Tom Lembong Tak Mau Diberi Amnesti, Lebih Pilih AbolisiDengan adanya abolisi dari Prabowo, kini Tom Lembong terbebas dari jeratan vonis hukuman 4,5 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi impor gula.
Rupanya, Tom Lembong sempat tidak mau jika diberi amnesti oleh Prabowo.
Hal itu disampaikan Geisz Chalifah saat mewakili komunitas Sahabat Tom Lembong dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang diunggah di YouTube, Sabtu (2/8/2025).
"Ada satu hal yang menarik, dari tim pengacara, Pak Tom mengatakan bahwa 'kita menerima karena ini abolisi,'" kata Geisz.
"'Tapi kalau ini bentuknya amnesti, maka kami tidak terima.' Jadi karena abolisi berupa penghapusan kita terima. Tapi kalau amnesti kan pengampunan maka kami tidak terima," kata Geisz.
Menurut Geisz, Tom Lembong tidak mau menerima amnesti, karena sangat yakin bahwa dirinya sama sekali tidak bersalah dalam kasus korupsi yang diperkarakan kepadanya.
"Karena buat Pak Tom adalah, dia benarbenar yakin tidak merasa bersalah sama sekali dan pengadilan terhadap dia adalah kriminalisasi terhadap Pak Tom Lembong. Itu dari tim pengacaranya Pak Tom," jelas Geisz.
Abolisi untuk Tom LembongDPR RI telah menyetujui surat tentang abolisi untuk Tom Lembong yang diajukan Presiden RI Prabowo Subianto dalam rapat konsultasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2025).
Permohonan pemberian abolisi untuk Tom Lembong tertuang dalam Surat Presiden (Surpres) Nomor R43/Pres/072025, tertanggal 30 Juli 2025.
Setelah disetujui DPR RI, abolisi untuk Tom Lembong tertuang dalam Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 tahun 2025 yang ditandatangani Prabowo dan sudah dikirimkan ke Kejaksaan Agung RI (Kejagung).
Berdasarkan Keppres Nomor 18 Tahun 2025 tersebut, Tom Lembong resmi bebas pada 1 Agustus 2025, atau sembilan bulan setelah ia ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024.
Pemberian abolisi ini terjadi setelah pihak Tom Lembong mengajukan upaya banding atas vonis hukuman yang dijatuhkan kepadanya dalam kasus impor gula.
Banding diajukan sebagai upaya perlawanan atas vonis 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta (subsidair 6 bulan kurungan) yang dijatuhkan oleh majelis hakim.
Vonis penjara itu tetap dijatuhkan, padahal majelis hakim telah menyatakan Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi secara pribadi dan tidak memiliki niat jahat (mens rea).
Menurut majelis hakim, perbuatannya tetap dianggap melawan hukum karena menyebabkan kerugian negara sebesar Rp194 miliar dan menguntungkan pihak swasta.
Memori banding dikirimkan Tom Lembong dan tim kuasa hukumnya ke PN Jakarta Pusat untuk diteruskan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Selasa (29/7/2025).
Adapun Tom Lembong telah dijatuhi vonis hukuman 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta (subsidair 6 bulan kurungan) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025) lalu, terkait perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan RI periode 20152016.
Majelis hakim menilai Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP yang menyebut bahwa perbuatan melawan hukum yang memperkaya orang lain atau korporasi dan merugikan keuangan negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.